"Angkat lebih tinggi!" perintah Yoko sembari memukul kedua lengan Faye yang sedang terangkat ke atas.
Sang Kapten hanya bisa meringis dalam diam sambil melakukan apa yang diperintahkan kepadanya. Dengan tenaga yang tersisa, Faye berusaha untuk mengangkat tangannya yang sedang menggenggam sebaskom air ke udara.
"Tegakkan tubuh mu!"
Di dekat mereka terdengar suara Marissa yang memberikan perintah kepada Ice. Wakil Kapten itu juga berada di posisi yang sama persis dengan Kapten nya. Ice mengaduh kesakitan saat sebilah rotan panjang menyapa punggung nya dengan keras.
"Tega-teganya kalian berbohong kepada kami selama enam tahun ini. Apakah kalian tidak punya hati nurani lagi?" cibir Becky, menyilangkan tangannya di depan dada sambil menatap tajam ke arah Freen, tunangannya.
"Aku hanya mengikuti perintah Kak Faye, sayang," ucap Freen membela diri, hampir menumpahkan air di dalam baskom yang berada di atas kepalanya.
"Jadi kalau dia menyuruh mu melompat ke dalam jurang, kau akan mematuhi nya juga?" tanya Becky, membuat Freen memanyunkan bibirnya seraya menunduk tanda menyerah.
"Aku tidak percaya kau tega berbohong padaku, Lingling Kwong. Aku kira tidak ada rahasia apapun di antara kita berdua," ucap Orm dengan suara yang lembut namun terkesan menusuk telinga.
Lingling tidak membela dirinya sama sekali dan hanya terdiam sambil menghindari tatapan penuh kekecewaan dari istrinya. Sang Kesatria sebenarnya tidak ingin terlibat dalam persengkongkolan ini, namun entah bagaimana caranya Faye berhasil menjebaknya untuk ikut bergabung bersama mereka.
"Kenapa aku ikut-ikutan dihukum, sih?" terdengar protes dari Lux yang berada di ujung kanan barisan.
"Bisa-bisanya kau bertanya seperti itu! Kau lah yang memegang peranan paling besar di antara semua berandalan ini," sergah Yoko sambil memelototi Lux.
"Kau yang menyiapkan upacara pelepasan untuk Kapten mu itu dan merancang semuanya seakan-akan Faye benar-benar sudah meninggal," sambung Yoko.
Jika tatapan bisa membunuh, mungkin Lux sudah berada di alam yang berbeda saat ini setelah Sang Tuan Puteri melemparkan tatapan yang sangat tajam kepadanya.
"Tapi itu semua ku lakukan karena perintah dari Kapten. Sebagai anak buah nya, mana mungkin aku menolak perintah dari pemimpin ku," ucap Lux, masih berusaha untuk mempertahankan ketidakbersalahannya.
"Dan aku adalah Tuan Puteri mu. Selain Sang Ratu, apakah ada kekuasaan lain yang lebih tinggi daripada kekuasaan ku?"
Lux bergidik ngeri dan akhirnya memutuskan untuk mengunci rapat-rapat mulutnya. Dia tidak mempunyai keberanian yang cukup untuk memancing amarah Yoko lebih dari ini.
"Huh! Main kekuasaan!" protes wanita bertubuh bongsor itu dalam hati.
Marissa memandang bergantian keempat wanita yang sedang belutut di hadapannya. Sang Dokter menemukan bahwa lengan mereka semua sedang gemetaran karena dipaksa mengangkat beban yang berat untuk waktu yang cukup lama. Dia mengambil arloji yang tersimpan di dalam salah satu saku celananya dan melihat dimana jarum panjangnya berada. Marissa cukup kaget saat melihat bahwa mereka sudah menghukum para berandalan ini selama dua jam lebih.
"Yang Mulia, sudah dua jam," bisiknya kepada Yoko.
"Lalu?" tanya gadis itu singkat.
"Mereka pasti sudah sangat lelah,"
"Apakah dua jam itu sebanding dengan enam tahun penuh derita yang kau rasakan, Kak?" tanya Becky yang menguping.
"Tidak, tapi-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Angel
Fiksi PenggemarOrang gila mana? Orang gila mana yang tau dia mabuk laut tapi jadi Kapten kapal? Faye!!!