Yoko's POV
Suara desiran ombak yang menyapa bibir pantai disertai dengan hembusan angin yang mulai dingin. Ah, ternyata sebentar lagi musim gugur akan tiba ya?
Sudah musim gugur keberapa ini? Musim gugur keberapa semenjak aku dipaksa untuk melewatinya dengan kedua kaki ku sendiri? Ntahlah, aku sudah berhenti menghitungnya sejak beberapa tahun yang lalu.
Aku memandang lurus ke arah bentangan lautan biru yang luas. Sesekali mataku beralih ke seorang anak laki-laki yang sedang fokus membangun istana dari tumpukan pasir yang tak terhitung jumlah nya itu.
Senyuman terukir di bibirku saat melihat bocah itu mengerutkan dahinya, berpikir keras kenapa bangunan yang sudah dengan sangat hati-hati dia bangun itu runtuh begitu saja saat ombak datang menghampirinya.
Saat aku sibuk memperhatikannya, tanpa sengaja dia mengalihkan pandangannya kepadaku dan mata kami pun bertemu. Dia langsung tersenyum lebar, menunjukkan beberapa gigi susunya kepada ku yang duduk tidak begitu jauh darinya.
Anak itu lalu berusaha untuk bangkit berdiri dengan bantuan kedua tangannya yang menggemaskan. Setelah berhasil menyeimbangkan tubuh mungilnya, dia mengambil beberapa langkah kecil menuju ke arah ku. Beberapa kali dia terjungkal ke depan, membuat tubuhku dengan refleks ingin menangkapnya. Namun dia segera bangkit, meskipun dengan pasir menyelimuti sebagian besar tubuh dan wajahnya, dia kembali melangkah ke depan tanpa mengeluarkan rengekan atau tangisan apapun.
Saat jarak di antara kami sudah cukup dekat, aku mengulurkan kedua tangan ku untuk menyambutnya. Begitu dia mencapai ujung jari ku, bocah itu langsung menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan ku sambil tertawa kecil.
"Mama..." ucapnya sambil membenamkan wajahnya di dadaku.
"Iya sayang? Apakah kau sudah bosan membangun istana pasir mu?" tanya ku lembut sambil mengelus rambut hitamnya yang tebal.
Dia menggeleng. Tangan mungilnya berusaha untuk memeluk pinggangku, tapi masih terlalu pendek untuk melingkar sepenuhnya.
"Kalau begitu apakah kau lapar?" tanya ku lagi, melepaskan pelukan kami lalu menusuk-nusuk pelan perutnya yang agak buncit.
Dia tertawa geli saat menerima perlakuan dariku itu dan berusaha untuk menghentikan jemari yang masih saja menggelitik tubuhnya.
"Mama... hentikan..." ucapnya dengan napas yang terengah-engah.
Akupun segera menghentikan tanganku dan mengusap keringat yang berkumpul di dahi nya. Sangat seru menggoda bocah kecil di dalam pelukan ku ini, apalagi dia sangat mudah merasa geli seperti seseorang yang ku kenal.
"Aku mau berjalan di pantai bersama Mama," ucapnya lalu mengecup pelan pipi ku.
"Hmm? Berjalan bersama ku?"
Dia mengangguk dengan penuh semangat. Bagaimana mungkin aku menolak ajakannya jika dia memasang wajah memelas seperti itu? Wajah yang sama persis dengan wajah orang yang sangat kucintai dulu. Tidak, aku masih mencintainya hingga saat ini.
"Baiklah," ucapku lalu bangkit berdiri dan merapikan gaun yang sedang ku kenakan. Beberapa kali aku menepuk bagian belakang ku, mengusir pasir-pasir yang menempel di sana.
"Apakah kau mau digendong?" tanyaku sambil membungkuk, menyetarakan tinggi pandangan kami.
"Tidak, Ma. Aku mau berjalan sambil menggandeng tangan Mama,"
Dahiku berkerinyit saat mendengar permintaan dari bocah ini. Darimana dia belajar mengatakan hal romantis seperti ini? Ah, aku rasa itu memang mengalir di dalam darahnya.
Akupun mengulurkan tangan kanan ku kepadanya, yang dengan senang hati dia terima. Namun, mungkin karena merasa tidak pas atau kenapa, dia akhirnya hanya menggenggam jari kelingking ku saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Angel
Hayran KurguOrang gila mana? Orang gila mana yang tau dia mabuk laut tapi jadi Kapten kapal? Faye!!!