Surat Wasiat

1.2K 153 55
                                    

Yoko terbangun saat mendengar suara grasak-grusuk yang datang dari kamar sebelah. Gadis itu menoleh ke samping dan tidak menemukan keberadaan Faye di sisinya. Kemana perginya Sang Kapten itu di pagi-pagi buta seperti ini?

Dengan perlahan, Yoko bangkit dari posisi tidurnya. Mengucek matanya yang masih terasa berat, lalu mengambil sebuah mantel untuk melindungi tubuhnya dari dinginnya suhu saat ini. Gadis itu kemudian melangkah keluar kamar, menuju arah datangnya suara.

Yoko melihat bahwa pintu kamar Ice yang terletak tepat di depan kamar mereka sedikit terbuka. Dia kemudian mengintip ke dalam dan menemukan Faye yang sedang sibuk membereskan kamar Sang Wakil Kapten itu sendirian.

"Apa yang sedang kau lakukan, sayang?" tanya Yoko seraya masuk ke dalam.

"Oh. Apakah aku terlalu berisik? Kembali lah tidur, aku sedang membereskan kamar Ice sebentar. Dia tidak suka kalau kamar nya berantakan seperti kandang babi," jawab Faye, menoleh sebentar ke arah Yoko lalu kembali melanjutkan aktivitasnya.

"Biarkan aku membantu mu," 

Yoko dengan sigap memungut beberapa benda yang berserakan di lantai. Mana mungkin dia membiarkan tunangannya itu bekerja sendirian. Apalagi dia belum terbiasa tidur sendirian di atas kapal tanpa kehadiran Faye di sisinya. 

"Kau tidak mengantuk?" tanya Faye.

"Tidak, kok,"

"Kau yakin? Mata mu terlihat lelah sekarang. Jangan memaksakan diri mu," 

"Aku baik-baik saja. Jangan khawatir," ucap Yoko lalu mengecup lembut bibir Faye yang dia rasa terlalu cerewet itu.

Dengan begitu mereka berdua pun bekerja sama untuk membereskan kamar Ice. Aroma parfum yang biasa digunakan oleh wanita itu masih meninggalkan jejak di seluruh sudut ruangan, mengingatkan Yoko akan Ice sekali lagi.

Saat mereka berdua mengangkat nakas yang terjatuh di sebelah tempat tidur, mereka menemukan dua buah amplop berwarna putih yang sepertinya tidak sengaja keluar dari dalam laci. Di bagian belakang salah satu amplop tertulis nama Marissa sedangkan di satunya lagi tertulis nama Sang Kapten. Faye memungut dua benda itu lalu mengajak Yoko untuk duduk di atas tempat tidur.

"Ini adalah surat wasiat," jelas Faye sambil memandang namanya yang tertulis rapi di sana.

"Surat wasiat?"

"Hmm. Sebelum berangkat untuk berlayar, kami semua akan menulis surat yang berisi kata-kata perpisahan untuk orang-orang yang kami cintai. Untuk berjaga-jaga apabila kami tidak bisa kembali dengan selamat nantinya,"

"Jika selamat, surat ini akan dibakar sebagai bentuk ucapan syukur. Tapi jika tidak, orang yang menemukannya akan mengantar hingga ke tempat tujuan,"

Faye mengelus pelan namanya yang sudah ditulis oleh Ice. Tampak ada air mata yang menggenang di pelupuk mata Sang Kapten itu.

"Aku tidak pernah membayangkan bahwa hari dimana aku harus membaca surat dari Ice akan tiba secepat ini,"

"Selama ini aku selalu berpikir bahwa dialah yanga akan membaca surat dariku terlebih dulu," ucap Faye sambil terkekeh, namun beberapa air mata berhasil lepas dari sudut matanya yang sayu.

"Kau mau membacanya?" tanya Yoko, menawarkan ruang untuk Faye.

Faye menggeleng, sepertinya hatinya belum siap untuk melakukan itu saat ini.

"Nanti saja," ucap Sang Kapten lalu meletakkan kembali dua amplop itu ke dalam laci.

"Ingatkan aku untuk memberikan nya kepada Marissa saat kita tiba nanti," pinta Sang Kapten yang menerima anggukan dari Yoko.

Black AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang