Part 33. Hilangnya Peran Giselle

12 1 0
                                    

Hallo everyone welcome to this part of DANGEROUS GIRL

Mari kita sambung kisah sebelumnya

Happy reading

************

"Nyatanya kebahagiaan datang di saat yang sudah ditentukan. Untuk menggapainya pun membutuhkan pengorbanan."
-Celine Evandebaron-

************

"Indahnya kehidupan mencakup bagaimana cara kita membahagiakan diri sendiri, meski kebahagiaan bukanlah hal yang pantas untuk dicari namun untuk dinikmati."
-Rendi Bristandey-

************

Weekend kali ini Luzia mendatangi tempat istimewanya, ingin menyendiri walau hidupnya memang selalu sendirian, ingin mencari tempat sepi walau sekitarnya sudah terlalu sepi untuk kumpulan orang-orang bersosial.

Dress putih cantik dengan model terkini melekat indah di tubuh Luzia, terlebih tubuhnya yang begitu ideal dengan tinggi badan sempurna. Seorang penari tentunya memiliki keindahan tersendiri dalam setiap gerakan tubuhnya, mengikuti insting menciptakan suasana indah sesuai apa yang dirasakannya.

Udara pagi menyambut kedatangan Luzia, terasa sejuk dan segar, cukup dingin namun tak harus mendatangkan api bakar, menyita keramaian dengan ketenangan menghiasinya.

Gadis cantik dengan dress selututnya itu kian mendekat, menghirup udara segar ditemani pemandangan danau tenang, sungguh memanjakan indra penglihatan, memperindah pagi hari yang cukup melelahkan.

"Kalau gue terjun ke danau ada yang nolongin nggak ya?" monolog Luzia seolah ingin mengakhiri hidupnya. "Kayaknya enggak deh."

Luzia menunduk lemah, mendudukkan dirinya di hamparan rumput menghadap danau luas, lampu-lampu yang Fazael pasang kala itu sudah tak ada. Sepertinya Fazael membuang sangat jauh sesuatu yang terkait dengan dirinya, atau mungkin orang lain yang membuangnya.

Tubuh yang tadinya terduduk perlahan terbaring, menyambut datangnya sinar matahari mulai menyinari bumi. Menyorot muka Luzia memberi kesilauan hingga mata cantik itu setengah menyipit, sungguh sangat terang. Luzia juga ingin merasakannya sekali lagi.

Tak kuat akan sinarnya kedua mata Luzia mulai terpejam, menikmati terpaan sinar matahari yang sedikit menghangatkan badan dari kedinginan angin pagi.

"Maafin gue, gue minta maaf, Fazael." Meski tak diminta embun beku mencair juga, layaknya gunung es yang disinggahi api unggun, meski berukuran besar akan tetap terkalahkan dengan lilin kecil. "Gue nyesel udah nyakitin lo, gue suka lo, gue juga sayang, gue nyaman, gue cinta, gue kangen lo, Fazael."

"Gimana kalau gue jadi Giselle beneran? Lo mau gue gentayangan?" Luzia tertawa miris, kelopak matanya masih terpejam guna menjadi penghalang antara bola mata cantiknya dengan terik matahari. "Gue mau lo, Arlen. Jadi Arlen nya Luzia, hiks... Luzia butuh kasih sayang Arlen.

Hampir satu bulan usaha Luzia mendapatkan maaf Fazael, namun semuanya tak ada balasan. Fazael masih enggan memaafkannya sehingga kesedihan selalu menghampiri keseharian Luzia. Luzia pikir akan mudah mendapat permohonan maaf, namun nyatanya jauh dari kata sulit.

Berulangkali Luzia mendatangi markas Fazael, namun dirinya hanya terdampar di luar hingga malam menyapa. Saat di sekolah pun Fazael akan menghilang jika Luzia mendatanginya, tiap kali berpapasan cowok itu seolah-oleh tak melihat keberadaannya. Sangat menyakitkan, Luzia ingin sekali mengakhiri rasa sakit ini.

THEY ARE DANGEROUS GIRLS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang