Bab 68 - Membuat Pisau (2)

11 1 0
                                    

New World: Memoria - Bab 68

Pekan depan.

Seperti yang dikatakan oleh Profesor Hjuldan, pada pekan ini, seluruh siswa tahun pertama secara serentak diperintahkan untuk membuat sebuah pisau sesuai kreasi mereka.

Mereka semua diberi bahan acak yang bisa mereka lakukan semaunya. Ada yang terpikir untuk bertukar dengan teman mereka, tetapi ada juga yang tetap berpendirian untuk tetap menggunakan bahan yang diberi di awal.

Pada akhirnya, mau bahan itu ditukar atau tidak, yang terpenting adalah hasil akhir.

Dan pada hari ini-Senin. Seluruh siswa sedang sibuk dengan diri mereka masing-masing. Setiap kelas membuka jendela yang ada agar bisa membiarkan udara dari pembakar keluar dengan lebih mudah. Di setiap meja para siswa, terdapat alat tempa, dan di samping bawah, terdapat tungku pembakaran portabel, juga sebuah paron.

Karena hari ini adalah hari yang berbeda dari biasanya, tatanan kelas menjadi berbeda. Setiap meja memiliki ruangan yang lebih luas dibandingkan dulu yang saling berdempet-dempetan. Sekarang, setiap meja terpisah satu sama lain-seperti sedang melakukan ujian.

Tang! Tang! Tang!

Suara dari hantaman palu ke arah bijih besi yang baru saja keluar dari tungku perapian.

Tidak semua siswa sudah melakukan penempaan; ada yang masih membuat desain; ada yang masih menunggu bijih besi di tungku perapian; dan ada juga yang memilih untuk membuat gagang pisau terlebih dahulu.

Siswa yang memiliki awal paling baik adalah Matt. Sebagai anak dari keluarga yang terkenal karena hasil tempa mereka, Matt sudah biasa melakukan hal seperti ini.

Ia memegang tong penjepit untuk mengeluarkan bijih Redmetal, memukulnya dengan palu dan membuat bijih itu menjadi billet yang lalu ia masukkan kembali ke tungku perapian. Semua ini ia lakukan untuk bisa membuat Redmetal menjadi lebih tipis dan ringan.

Semua itu ia lakukan dengan hati-hati. Sembari menunggu billet yang baru saja ia masukkan ke tungku perapian, Matt melihat kembali cetak biru untuk gagang pisau yang akan ia buat.

Matt lalu mengambil sebuah pensil dan merubah desain dengan menimpa gambar desain di bawahnya. "Hmm, sepertinya akan lebih nyaman jika kuganti seperti ini?"

"Yah, sepertinya lebih baik yang ini."

Matt adalah siswa yang tidak perlu dikhawatirkan akan gagal dalam tes sepert ini.

Di sisi lain, Ryan sedikit bingung sambil membolak-balikkan halaman buku panduan yang sudah disediakan oleh Profesor Hjuldan.

"Apa memang seperti ini?" tanya Ryan tidak yakin pada dirinya sendiri.

Sama seperti Matt, dari semua teman Ryan, ia sendiri tidak menukar bahan yang ia dapat karena bahan itu sudah pas dengan apa yang dibutuhkannya.

Dan sekarang, Ryan sedang mengalami kebingungan karena apa yang ia lakukan tampaknya berbeda dengan yang ada di buku panduan.

"Ah, sudahlah! Aku akan melakukannya menggunakan insting!" seru Ryan, tidak peduli dengan apa yang akan terjadi.

Ia pun melempar bahan yang ia punya ke tungku perapian. Berpikir sejenak, duduk dengan kedua tangan menutupi dahi, Ryan sedang berpikir langkah selanjutnya yang akan ia lakukan.

'Apa benar ini tidak apa-apa?'

Menunggu hingga bahan yang ia taruh ke tungku perapian bisa diambil, ia menunggu dengan sabar. Masa peleburan besi di tungku perapian cukup lama, sekitar 3 hingga 4 jam.

Tunggu perapian memberi tekanan tidak langsung ke arah Ryan karena suhu panas yang dipancarkan cukup menyengat karena reaksi radiasi.

Keringat bercucuran dari dahi Ryan, jatuh ke arah paron yang ada di samping bawah meja.

Selagi menunggu bahan selesai dilebur, ia memulai untuk membuat gagang yang ada di desainnya.

Mengambil sebuah batang kayu dari sebuah kayu bernama Steelwood, sebuah kayu dengan karakteristik mirip dengan besi-keras dan berat.

Untuk memaksimalkan pisau yang ringan, ia memilih kayu yang berat untuk bisa menyeimbangkan distribusi berat yang ada pada pisaunya.

Mengambil kapak yang disediakan, ia lalu membelah dua kayu yang ia bawa dengan sedikit usaha. Ryan butuh menggunakan tenaga lebih untuk memotong kayu itu.

Selanjutnya, Ryan kemudian membuat dua buah gagang yang identik satu sama lain. Terlihat sangat sederhana tetapi juga terlihat keren. Tapi, ia sendiri tidak memedulikan jika gagang yang ia buat terlihat keren atau tidak. Toh, yang ia buat hanyalah sebilah pisau daging.

Ketika ia selesai membuat dua buah gagang, ia harus menunggu pisaunya selesai sebelum bisa mengukur seberapa dalam yang dibutuhkan untuk bisa menyambung antara gagang dan pisau.

Selang beberapa jam menunggu, bahan yang dileburkan di dalam tungku akhirnya selesai.

Tang! Tang! tang!

Ia menempa dengan pola, dan ayunan tetap, juga tepat.

Sama seperti Matt, ia mengikuti buku panduan dan berencana untuk membuat billet. Tetapi ada sesuatu di diri Ryan yang ingin melakukan sesuatu yang gila.

'Bagaimana jika aku menambahkan padatan Eter milikku?' Ryan memegang dagunya dengan satu tangan.

Melihat sekali ke arah billet yang sedang ia tempat. 'Jika tidak dicoba, tidak akan tahu jawabannya."

Ryan lalu membentuk sebuah padatan Eter berukuran sedang yang memiliki kepadatan tinggi.

Swuurrrlll! Swiiishhh!

Ketika ia mencoba memasukkannya ke dalam billet, padatan Eter masuk dengan sempurna, tetapi menghasilkan suara yang cukup kencang, disertai dengan angin yang cukup ganas.

Para siswa lain menoleh sebentar karena penasaran ke arah Ryan, kemudian berbalik lagi, mengurusi pekerjaan mereka masing-masing.

"Sepertinya berhasil?" Ryan bingung dengan hasil dari apa yang baru saja ia lakukan.

Tetapi melihat tidak ada penolakan dari padatan eter dengan billet yang baru saja ia tempa. Ia pikir semuanya akan baik-baik saja ke depannya.

Ia lalu mencoba untuk melepar kembali billet yang sudah bercampur dengan padatan Eter ke tungku perapian.

Selang beberapa waktu, ia lalu menaruh billet yang baru saja ia lebur ke paron.

Twiing! Twaang! Twuungg!

Saat ditempa, billet itu menghasilkan suara yang berbeda dari sebelumnya.

Tidak peduli dengan suara itu ia tetap menempa dengan pola yang sama. Pukulan demi pukulan, menciptakan harmoni indah dari suara palu yang memukul besi panas yang baru saja dilebur. Sebuah suara yang sangat indah karena suara yang dihasilkan teratur dari awal hingga akhir.

Dari momentum hingga momentum; ketukan demi ketukan; pukulan demi pukulan, menghasilkan ritme yang sangat indah.

Ryan sendiri menikmati, dan mengikuti ritme teratur yang tidak sengaja ia lakukan.

Terlalu asyik menempa, ia tidak sadar bahwa langit sudah berubah menjadi jingga.

Dengan tubuh yang bermandikan keringat karena menempa cukup lama, juga karena terkena panas dari tungku perapian. Dengan ini pertemuan kedua berakhir.

Tidak terasa karena terlalu fokus dengan menempa, para siswa kelas 1A tidak sadar bahwa hari sudah berakhir.

Ryan, beserta siswa yang lain kemudian berkemas-kemas, kembali ke kamar asrama mereka. Menaruh alat tempa, beserta bahan yang ada di meja mereka masing-masing.

Mereka juga tidak lupa untuk menutup dan menaruh besi tempa yang akan menjadi pisau ke sebuah brankas yang disediakan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terburuk jika ada yang akan berbuat curang dengan mencuri besi tempa milik orang lain.

Setelah selesai mengemasi barang mereka yang ada di kelas, mereka kemudian beranjak pergi dari kelas, kembali ke asmara mereka masing-masing.

Pakaian penuh keringat, wajah yang sangat lelah, serta tangan yang terasa sangat sakit, membuat tidur mereka lebih awal dari biasanya.

Dan dengan begitu, pertemuan kedua di minggu yang sangat padat ini telah berakhir dengan mulus.

New World: MemoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang