Episode 49: Beomgyu and Ryujin

8 2 0
                                    

UNO

||

–—–————————
— Ibu —
–—–————————

Di semesta yang lain, aku bertemu ibu ketika ia masih kecil
Kami berjalan berdampingan di sisi laut
Ibu memberitahukan segalanya yang ia suka akan dunia.
Kami menciptakan ratusan humor gelap yang lucu.
Ibu tertawa begitu mudahnya tanpa kekhawatiran apapun.
Kami saling memandang.

Aku ingin bertemu versi ibu yang itu.
Ibu yang memiliki mata indah penuh bahagia,
mudah tertawa dan riang.
Dunia yang sama juga menghancurkan hatinya.

Pertanyaanku, akankah berbeda jika ibu tak bertemu ayah?
Pertanyaanku, akankah ibu tetap tertawa jika aku tak ada?

˚₊· ͟͟͞͞➳❥

Berdiri di sampingnya yang tengah membacakan ucapan terimakasih bertemakan sebuah pertanyaan dalam puisi, kudengar bibirnya berucap sampai habis. Sungguh hentakan kencang bagi sang UNO yang kini kedua matanya penuh air mata pilu. Tidak pernah aku bayangkan seorang Choi Jisung menangis karena seseorang. Mungkin sudah dua, istri pertamanya dan Choi Beomgyu.

Pengantin priaku tidak membacakannya sampai habis. Kulihat masih ada satu paragraf lain bertuliskan ibu. Ditutupnya kertas itu seraya mengucapkan terimakasih. Sungguh rumit hidup dan pikirannya itu.

Namun ketika melihat tiap wajah para tamu yang datang, ntah mengapa lilitan rumit itu menjadi lurus kembali. Anehnya, aku paham mengapa Beomgyu tidak menceritakan ibunya disini ketika Lee Hwarim datang.

Diberikan microphone oleh Beomgyu, sekilas kulihat matanya yang penuh rasa campur akan ribuan warna. Begitu cokelat memendam banyak rahasia. Terkadang rasanya begitu mengerikan jika harus sehidup semati bersama malapetaka. Ketika pandanganku dibalas, hatiku menjadi tenang. Seakan-akan Beomgyu berucap bahwa diriku akan selalu aman.

Giliranku membacakan catatan sebagai ucapan terimakasih, kutatap mata bunda dan ayah. Shin Woojin sudah kubuang jauh-jauh karena dia anak pungut. Memberikan rasa hormat pada tamu, kuucapkan terimakasih pada mereka yang datang jauh-jauh kemari menaruh rasa harap akan ekspektasi tinggi.

"Dulu ayah sering menceritakan kisah antara para dewa dan penjaga. Keduanya sering disamakan meski kedudukannya jauh berbeda. Ada sebuah lingkaran takdir tragis yang tercipta oleh manusia atas kehendak pribadi. Meskipun usai, bukan berarti kisahnya benar-benar selesai. Begitu kata ayah dulu." Ucapku.

Menoleh kemari, hampir berhenti kalimatku dibuatnya. Beomgyu menatapku agar aku kembali melanjutkan. "Kisah pilu ayah telah usai. Bunda menghentikan putaran usia abadinya hingga terucap kata selesai. Hidup memiliki rahasia dan misterinya sendiri. jalur itu akan terbentuk begitu kau menyadari. Inilah suratan takdir, tertulis oleh pena Tuhan."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
UNOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang