Episode 58: Blue Flower

5 2 0
                                    

UNO

//

Pages After Pages
"I Appreciate the time we ever had back then
We were too primal who exchange gazes with each other
Blue flower start to bloom early, we're created a savior

Maybe this is the only way
for you to know how much it actually hurts."
———————————————

"———————————————

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

— Kim Go Eun

Ditatapnya mataku yang penuh akan kegigihan. Wanita masih dipandang tabu dalam kepolisian. Naik pangkat dengan cepat, semua orang memandangnku sebagai bulldozer, sang alat para pejabat. Jauh sebelum aku menunjukkan kertas dukun warna kuning padanya, inilah pertemuan pertama dua insan yang tidak tahu menahu akan menciptakan seorang malapetaka.

"Choi Jisung-ssi, mari ikut kami menuju kantor untuk diperiksa." Ujarku padanya.

Susah payah kami mencari tahu perihal nahinya alam bawah, bahkan aku sendiri tidak bisa percaya bahwa semacam penghalang membuat semua hal menjadi tembus pandang. Kapten tim memberikan tugas padaku untuk menyelidiki seorang detektif wilayah Incheon yang dipercaya selalu berada di titik kecurigaan.

Aku dan Jeong Beom mengawal Choi Jisung menuju kantor polisi. Menurut dan tidak takut akan interogasi, kami berikan berbagai macam bukti otentik agar dirinya tersudutkan. Kalimatku pun dibalik olehnya, zaman sudah berubah dan hal gaib tidak lagi dipercaya. Penyelidikan dibatalkan, aku pun mendapat malu.

Melihat tag nama di kartu identitasku, pria itu melirik penuh makna. Matanya menatap kedua mataku tanpa rasa segan. "Kim Go Eun-ssi."

"Itu nama saya, memangnya kenapa?" Tanyaku ketus.

"Nama yang indah." Ucapnya.

Tiap sudut bibirnya pun naik. Seringai romannya ketika berdiri hendak pergi. Hatiku begitu kesal karena gagal menaruh posisi catur di tempat yang tepat. Berdiri diam di depan pintu, Choi Jisung melihat kesana kemari. Pria itu pun akhirnya keluar dari gedung. Keberadaannya sangat misterius.

Kepalanya kembali menengok ke kanan dan ke kiri secara bergantian dan teratur. Detik itu pula, aku merasakan hawa tak enak. Sejak kecil, aku diramalkan mampu melihat sesuatu yang orang biasa tak lihat. Sumpah demi Tuhan, aku tidak berhalusinasi. Darah segar menetes melalui jari-jari tangannya. Menoleh kemari, mata kami kembali bertemu. Bibirnya pun tersenyum kecil seolah sedang mengucap salam.

Hari-hari pun berlalu. Mendapatkan informasi bahwa terdapat segerombolan remaja tengah mengunci satu bangunan lama bekas terbakar hangus beberapa minggu lalu yang masih dililiti garis kuning kepolisian. Kugapai binder berisi berkas lama. Berlari kencang kakiku untuk mengetahui rahasia dunia.

Kudapati lima orang remaja laki-laki dan perempuan tengah membawa senapan, ember, panahan bahkan tongkat kayu. Mereka semua tidak tampak miskin. Hingga salah satunya merupakan wanita dewasa berkaca mata yang menunjukku sebagai ancaman. Wanita culun tersebut mengajak teman-teman remajanya untuk berlari. Seketika mereka ditelan habis oleh udara ntah kemana perginya.

UNOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang