His Life Story:
||
UNO
He said "what's yours will fine you"
Menguncir rambut, prediksiku terbukti nyata. Mentari terbit pun sama sekali tidak mau menolong. Cuaca di luar sana terasa jauh lebih dingin. Choi Beomgyu sudah siap dan masih bermalas-malasan posisi pipi di atas kasur menungguku siap untuk keluar. Sedikit mengobrol, katanya gereja disini cantik-cantik.
Berjalan menyusuri kota, hebatnya aku memiliki tour guide sendiri. Maps atau aplikasi penerjemah sama sekali tak dibutuhkan. Sayangnya, Choi Beomgyu tampak sendu. Kini kedua tapak kaki menghadap satu gereja. Bangunannya terpantau klasik dan awet. Patung bunda Maria pun menarik perhatian.
Beomgyu berkata, "Disini pakai teologi Martin Luther. Makanya namanya Lutheranisme. Bahkan Maria pun dijadikan kalimat sarkas. Nggak ada yang tau siapa suami Ramona. Spekulasi itu kadang menyakitkan."
"Ramona itu..." Tatapku. Ahh, ternyata Ramona Kim adalah nama ibunya disini.
Memasuki wilayah melewati berbagai lorong, kutemukan bangunan klasik. Sebuah apartemen tempat warga lokal tinggal. Ada banyak toko yang menjual bunga. Haruskah aku tanyakan, jujur saja rasa penasaranku sudah menumpuk. Kami terus berjalan tanpa mencoba interaksi batin membatin.
Kuikuti langkah kakinya yang berhenti di depan sebuah bangunan yang dindingnya telah terkelupas. Jendela kecil disana membuat mata indahnya jauh lebih muram. Keluarlah seorang wanita tua pembawa buket bunga yang menatap Choi Beomgyu seperti itu. Tiba-tiba saja Beomgyu melangkahkan kakinya pergi sambil menutupi wajah dengan kerah jaket.
"Uwaa kutukan disini jauh lebih mengerikan." Ujarku padanya.
"Iya? Mereka nggak punya warna." Balas Beomgyu.
Dengan kata lain, kebanyakan bentuk roh dan kutukan disini terbilang pucat hingga membiru keunguan. Tentu saja seram. Tidak membawa pedang, pasti seru jika bisa kubawa pulang. Pikiran-pikiran seperti ini terbaca oleh Choi Beomgyu. Bertatapan, matanya memutar malas. Saat hendak kupukul, berlari kakinya tuk menghindar.
"Ar labu nakti." Ucap Choi Beomgyu.
Kuikutilah gerak bibirnya, "Ar...ar labu nakti."
"Artinya selamat malam." Katanya mengarahkanku agar berjalan di dalam trotoar.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNO
RomancePintu dan kuda. Bukalah gerbang menuju engkau yang pergi tanpa pamit. Kucari engkau meski rasanya sakit. Perihal pendakian bukit inilah waktunya untuk bangkit. ᴜɴᴏ Seorang anak lelaki berusia 14 tahun harus menghadapi kesendirian setelah ibunya wafa...