8

176 36 3
                                    

***

Lisa duduk di sofa, setelah ia buat suasana canggung diantara dirinya dengan Rose. Lisa merasa dirinya tidak salah memahami situasinya, tapi Rose berfikir sebaliknya. Lisa salah paham, aku tidak menaruh hati pada rentenir itu, aku tidak menyukainya- anggap Rose, menolak setuju pada teori yang Lisa percayai. Kwon Jiyong menolong Rose dalam titik terendahnya, tidak seorang pun akan menyalahkan Rose kalau ia jatuh hati pada pria itu- begitu teori yang Lisa percayai.

Meski begitu, Lisa menyadari posisinya. Ia tidak mendebat Rose, ketika Rose bilang kalau dirinya tidak menyukai Jiyong, Lisa tersenyum dan menganggukan kepalanya. Ia putuskan untuk mempercayai Rose, meski sebagian dirinya sudah mulai menghitung-hitung waktu- kapan Rose akan berubah pikiran?

"Jadi, kau baru bertemu dengannya? Dia mengundangmu ke pestanya?" tanya Rose, bergabung di sofa sementara managernya baru saja selesai memperbaiki pintu kamar mandi. Sekarang Jaehyun kembali ke mobilnya di depan, menyimpan kembali perabotannya di sana.

"Aku tidak diundang. Tapi ya, aku baru bertemu dengannya, dan dia mengundang seorang perempuan super seksi- oh? Dia perempuan yang aku lihat tadi," kata Lisa, menunjuk layar TV di depannya, dengan remote yang ia pegang.

Di layar TV itu, sebuah berita tengah di siarkan. Bukan berita penting, hanya gosip tentang seorang konglomerat, CEO agensi hiburan ketahuan berjalan-jalan dengan perempuan seksi. "Oh... Namanya Nikita," komentar Lisa kemudian. "Tadi... Dia datang ke rumah Jiyong oppa dengan pakaian yang sama itu... Aku tidak peduli kalau dia pergi ke pantai dengan pakaian itu, bahkan telanjang pun tidak apa-apa, tapi datang ke rumah seorang pria dengan anak- astaga! Jam berapa sekarang? Bagaimana kalau anaknya pulang dan melihat mereka?!" bingung Lisa, buru-buru memberikan remote TV-nya pada Rose, cepat-cepat mencari handphonenya.

"Dia sudah punya anak?" tanya Rose, sengaja menambah volume TV di depan mereka, ingin mendengar lebih jelas gosip yang sedang disiarkan itu.

"Hm... Anaknya sudah besar, dia menghamili seseorang saat umurnya masih delapan belas tahun," jawab Lisa, tidak sadar kalau dirinya sudah membocorkan rahasia Jiyong. Padahal kemarin, Jiyong memperingatkannya, untuk tidak memberitahu Rose tentang dirinya. "Oh! Leo! Dimana kau sekarang? Sepulang sekolah nanti, datang lah ke rumahku. Langsung, jangan pulang, langsung ke rumahku saja," kata gadis itu, tepat setelah panggilannya di jawab.

"Aku sudah di rumah," jawab Leo, lantas bertanya kenapa dirinya tidak boleh pulang.

"Dimana kau sekarang?"

"Di dalam kamarku, kenapa? Ada apa?"

"Ayahmu?"

"Mobilnya ada di rumah, tapi aku tidak tahu dia dimana. Dia tidak ada saat aku masuk. Kenapa? Ada apa, Lisa? Ayahku marah?"

"Aku ke sana," jawab gadis itu, lantas mengakhiri panggilannya. Ia berdiri sekarang, dengan celana santainya yang hanya sepanjang lutut dan kaus pas badan favoritnya. "Jangan beritahu siapa-siapa kalau Jiyong oppa sudah punya anak, kasihan anaknya, kau mengerti maksudku kan?" kata Lisa, kali ini bicara pada Rose.

"Kasihan Leo karena ayahnya gangster yang suka pesta seks?" balas Rose, lantas keduanya menganggukan kepalanya. Lisa mengiyakan pertanyaan Rose, sementara Rose setuju untuk mengasihani Leo. Punya ayah yang terbiasa melakukan kejahatan, tidak akan jadi sesuatu yang bisa Leo banggakan.

Sekarang Lisa melangkah keluar, ia pakai sepatunya lalu berlari, kembali ke rumah Jiyong. Hanya butuh beberapa menit, sampai ia berhasil masuk— tanpa menekan belnya— dan naik ke lantai dua, menemui Leo di kamarnya. Akan Lisa jemput Leo, mengajaknya pergi makan siang atau melakukan apapun, selain mendengar suara ayahnya berhubungan seks. Ingin Lisa jauhkan Leo dari pengalaman yang tidak seharusnya ia alami.

"Sepertinya dia tidak ada di rumah," kata Leo, mengeluh karena dipaksa keluar dari kamarnya. Dipaksa untuk pergi dari rumahnya yang sejuk, di tengah hari terik seperti sekarang. "Aku bolos kelas terakhir bukan untuk kepanasan bersamamu," gerutunya, tapi tetap mengekor pada gadis yang sekarang merangkul tangannya. Memaksanya menuruni tangga rumahnya, mendesak ia untuk pergi makan siang di luar.

"Sebentar lagi ujian, kenapa kau terus membolos? Kau harusnya tetap di sekolah kalau tidak mau kepanasan bersamaku," balas Lisa, tetap memaksa Leo untuk pergi bersamanya. Sembari ia menajamkan telinganya, mencari suara desah yang sedari tadi ia bayangkan. Berusaha menebak-nebak dimana Jiyong sedang bersetubuh sekarang.

Mereka baru saja tiba di anak tangga paling bawah, ketika tiba-tiba saja pintu depan terbuka. Jiyong yang baru saja masuk, masih bertelanjang dada dengan celana tidurnya tadi. Masih kelihatan seperti bagaimana saat Lisa meninggalkannya tadi, bedanya sekarang pria itu berdarah.

Lisa bisa menebak kalau itu bukan darah Jiyong. Darah-darah itu terciprat ke tubuh Jiyong, bukan keluar dari tubuhnya. Melihat bentuk cipratannya, Lisa bisa membayangkan kalau darah-darah itu sudah bercampur dengan liur. Entah Jiyong diludahi oleh seorang yang berdarah di mulut, atau ada orang yang batuk berdarah di depannya.

"Sejak kapan kau ada di rumah?" tanya Jiyong, menatap Leo dari atas kepalanya sampai ke kaki. Lalu beralih untuk melihat gadis yang menggandengnya. "Kau yang menyuruhnya untuk bolos sekolah?" susulnya, kali ini bicara pada Lisa.

"Make up-mu bagus, lain kali ajari aku caranya membuat motif begitu," jawab Lisa, mengomentari penampilan Jiyong sekarang, tapi enggan untuk lama-lama berbasa-basi. Ia tarik Leo bersamanya, melewati Jiyong, melewati juga pria yang ada dibelakang Jiyong, menerobos pintu kemudian menyesalinya.

Di pekarangan, Lisa dan Leo melihatnya, seorang perempuan dipapah masuk ke dalam sebuah van. Perempuan itu babak belur, dan sekarang pingsan tidak berdaya ketika tubuhnya di seret lalu di masukan ke dalam van. Lisa memalingkan wajah Leo, memegangi pipi bocah laki-laki itu untuk menatapnya. Hanya menatapnya, melihat wajahnya tentu lebih baik daripada membayangkan bagaimana Kwon Jiyong— ayahnya sendiri— menghancurkan wajah seorang perempuan.

"Harusnya aku tetap di sekolah," komentar Leo, yang langsung Lisa setujui dengan anggukannya.

"Jangan membolos lagi. Lain kali, kalau harus membolos, jangan pulang, ke rumahku saja," jawab Lisa, sementara Jiyong, yang ia lakukan hanya menonton dari dalam rumah. Beberapa langkah di dekat pintu depannya, berdiri sembari membersihkan pipi dan lehernya dengan handuk dari pria yang mengekorinya tadi.

"Mau memesan malatang untuk makan siang?" tawar Jiyong, berfikir kalau makanan pedas bisa membantu kedua orang di sana untuk melepaskan stress mereka.

Lisa memelototi Jiyong sekarang. Suara deru mobil yang membawa perempuan tadi terdengar, gerbang depan pun dibuka dan mobil itu pergi. Pemandangan mengerikan di sana, sudah tidak lagi terlihat. "Apa? Tidak pernah melihat seseorang berkelahi? Ya! Leo, kau suka menonton MMA, ini tidak ada apa-apanya daripada-"

"Lebih baik oppa diam, daripada aku menyumpal mulutmu dengan sepatuku," ketus Lisa, sekali lagi merangkul Leo, mengajaknya untuk pergi dari sana. "Kita makan di rumahku saja," katanya, pada Leo yang tentu dengan senang hati mengikutinya.

***

Shower TalkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang