***
Mereka pergi ke rumah Jiyong karena Lisa belum bisa mengendalikan emosinya. Soohyuk berkendara bersama Jiyong, sama seperti ketika mereka datang tadi. Sedang Lisa mengemudi sendirian, beriringan dengan mobil dua lelaki itu. Jiyong sempat menawarkan gadis itu untuk naik ke mobilnya, meninggalkan mobil Lisa di sana lalu mereka bisa menyuruh seseorang untuk mengantarnya ke rumah besok, tapi Lisa menolak. Ia ingin berkendara sendirian sore ini.
Jiyong yang lebih dulu tiba di rumahnya, sedang Lisa diam-diam berkendara ke kantor polisi, melaporkan penusukan di depan club itu. Melaporkan wanita jahat itu karena sudah menusuk putranya sendiri. Tiba di rumah Jiyong, Soohyuk masih di sana. Laki-laki itu duduk di sofa, menunggu Lisa kembali. Sementara tuannya sudah lebih dulu pergi ke kamarnya, beristirahat di sana.
"Aku melaporkan wanita itu ke kantor polisi, kirimi aku rekaman cctv-nya," pinta Lisa, lebih dulu berbincang dengan Soohyuk di sana.
Soohyuk mengiyakannya tanpa bertanya. Apapun masalah yang akan Lisa buat, Soohyuk yakin kalau Jiyong yang akan menyelesaikan sendiri masalah itu. Sedari dulu begitu, Jiyong selalu mengurus sendiri masalah dan urusan Teo dan keluarganya.
"Aku akan kembali ke club dan mengirimnya," angguk Soohyuk.
"Terimakasih," balas Lisa, tidak lagi bertenaga. "Oh... Boleh aku minta tolong sekali lagi? Tolong belikan aku kue, cheesecake atau apapun lalu antarkan ke rumahku. Ada pesta kecil di sana, katakan pada mereka aku akan terlambat satu atau dua jam. Buat saja alasan kalau aku masih membantu Jiyong oppa melakukan sesuatu— yang normal. Mencari atau membuat sesuatu, apapun, yang biasa orang lakukan. Tidak ada yang tahu kalau aku ke rumah sakit. Aku berbohong karena tidak ingin Leo khawatir. Jangan beritahu Leo apa yang terjadi hari ini," pintanya dan sekali lagi, mau tidak mau, Soohyuk harus mengerjakannya. Ia dibayar untuk melakukan apapun yang diminta bosnya.
Seperginya Soohyuk, Lisa naik kelantai dua. Ia temui Jiyong yang sudah berbaring di ranjangnya. Pria itu tidur dengan sebelah tangan yang ia pakai untuk menutup matanya. "Oppa tidur?" tanya Lisa, memilih untuk duduk di kursi santai, di sebelah ranjang. Tepat di belakang jendela, membuat ia bisa melihat mobil Soohyuk melaju pergi meninggalkan rumah.
"Tidak," kata laki-laki itu, tapi tetap berada di posisi yang sama.
"Kau baik-baik saja?" tanya Lisa sekali lagi.
"Tidak," jawab Jiyong, sekali lagi.
"Pekerjaanmu bermasalah?" lagi, Lisa melemparkan pertanyaannya.
"Tidak," dan lagi-lagi begitu jawaban Jiyong. "Pekerjaanku baik-baik saja, semuanya berjalan lancar. Bekerja jauh lebih mudah daripada mengurus yang lainnya," susulnya, karena Lisa berhenti bertanya.
"Lalu apa yang tidak beres?"
"Semua, selain pekerjaan," kata Jiyong. "Leo terus bilang kalau kau membohongi dirimu sendiri, dia terus mendesakku untuk mencari Mino. Lalu dia gagal ujian ke akademi kepolisian itu. Dia juga gagal tes masuk universitas. Dia tidak mau kuliah di kampus swasta. Katanya dia mau bekerja saja, tapi kakeknya terus menghubungiku. Aku ingin mengabaikannya, memblokir nomor teleponnya, tapi kalau aku melakukannya, dia akan menghubungi Leo, atau menghubungimu. Itu hanya akan membuatku semakin sakit kepala," ceritanya. "Sebentar lagi pendaftaran ke kampus swasta akan ditutup, aku hanya perlu bertahan sebentar lagi, tapi wanita itu membuatku hampir tidak bisa melakukannya," susulnya, mengatakan juga kalau sebelum Jiyong meneleponnya, kakeknya Leo sudah lebih dulu menelepon. Sekali lagi mengoceh, marah karena Jiyong tidak mengurusi hidup cucunya.
Lisa terdiam, hampir tidak berkomentar selama Jiyong bercerita. Hanya ia pandangi pria yang tetap berbaring di ranjangnya itu. Membayangkan ada dua pria di sana— Jiyong yang lelah memikirkan putranya, lalu satu lagi seorang gangster yang marah tengah bertahan untuk tidak memukul siapapun.
"Akan aku bantu mencarikan Leo pekerjaan di tempat kerjaku," kata Lisa. "Dia bisa kerja sambilan sambil bersiap untuk tes masuk akademi lagi tahun depan. Aku akan memberitahunya untuk serius kali ini," ucapnya, lantas berkata kalau ia ingin tidur sebentar. "Satu jam saja, aku harus pulang dan ikut pestanya Rose malam ini, bangunkan aku satu jam lagi, ya? Oh iya, mereka juga mengundangmu datang, Soohyuk juga diundang. Ternyata Soohyuk berkencan dengan Jisoo, setiap pagi, kau mengetahuinya?"
"Tidur lah di kamar lamamu, di sebelah," suruh Jiyong, lantas bergumam kalau ia sudah terlalu lelah untuk peduli pada siapa saja yang anak buahnya kencani. Jiyong tidak tertarik mendengar cerita kencan Soohyuk.
Meski malas, akhirnya Jiyong tetap pergi bersama Lisa ke pesta itu. Dalam perjalanan ke rumah Lisa, kedua terus mendengus, menghela nafas, seolah tengah dipaksa mendatangi markas musuh. Keduanya tidak ingin berada dalam keramaian pestanya. Keduanya tidak ingin berbaur dalam euforia menyenangkan itu.
"Tidak bisa kah kita pergi saja?" ajak Jiyong, tapi Lisa menggeleng. Mengatakan kalau mereka harus tetap datang, sebab Leo sudah berusaha keras menyiapkan pestanya. Saat tahu Rose akan mengadakan pesta itu, Leo yang paling bersemangat. Berharap pesta itu bisa menghibur Lisa yang menurutnya tengah berpura-pura bahagia. Berlaga baik-baik saja padahal merasa sangat sedih karena ditinggalkan kekasihnya.
"Duduk lah sebentar, lalu pergi," kata Lisa, sekali lagi menghela nafasnya kemudian mendorong pintu rumahnya. Langsung berseru, mengukir senyumnya begitu ia injakan kakinya ke dalam rumah. "Maaf aku terlambat! Tadi sibuk sekali!" serunya, berlari kecil menghampiri keramaian di pekarangan belakang. "Aku tidak ketinggalan banyak kan?" ocehnya, buru-buru bergabung dalam euforia pestanya, seolah ia tidak pernah mengeluh sebelumnya.
Ia mengenalkan Jiyong setelahnya. Membuat Jisoo juga beberapa lainnya terkejut. "Dia ayahnya Leo? Mana mungkin! Mana janggutnya? Perut buncitnya? Rambut putih? Mana ada pria hampir enam puluh tahun, masih begini?" heran Jisoo. Ia sudah beberapa kali bertemu Jiyong, tapi selama ini ia pikir Jiyong hanya seorang rekan kerja Lisa. Mungkin manager seorang aktor, atau justru calon aktor itu sendiri.
"Lisa bilang aku enam puluh tahun?" komentar Jiyong, lantas menunjuk Soohyuk dengan dagunya. "Bagaimana dengannya? Kami sepantaran," susulnya kemudian.
"Oh? Dia bos jahat yang selalu kau bicara- whoa! Kalian semua menipuku?" heran Jisoo, masih mencoba untuk memahami garis hubungan mereka.
"Tidak ada yang menipumu," komentar Jennie. "Kau hanya kurang perhatian saja," susulnya.
"Kau juga sudah tahu kalau ayahnya Leo masih muda?!"
"Uhm... Aku baru tahu beberapa hari yang lalu," aku Jennie. "Padahal aku sering melihatnya di rumah sakit," susulnya, membicarakan Jiyong.
"Rumah sakit? Kenapa? Kau terluka?" bingung Lisa, tidak pernah tahu kalau Jiyong sering datang ke sana. Lisa pikir, Jiyong akan mengobati lukanya sendiri seperti gangster-gangster dalam drama.
"Medical check up," jawab Jiyong.
"Hampir setiap minggu?" sekarang Jennie yang keheranan. Ia memang melihat Jiyong di rumah sakit, tapi tidak pernah tahu alasannya datang. Jiyong bukan pasiennya, ia tidak berhak mencari-cari catatan pengobatannya.
"Ah... Orang sepertimu juga takut kena herpes?" komentar Lisa, pelan sekali, lalu buru-buru mengalihkan pembicaraannya. Masih ada banyak topik lain yang bisa mereka bicarakan.
***