***
Sejak malam orangtuanya meninggal, Lisa tidak lagi menginjakan kakinya ke night club, terlebih 18, tempat terakhir kali ia berada ketika orangtuanya kecelakaan. Malam ini pun sama, Lisa tahu dimana Jiyong berada, namun ia enggan mengunjunginya. Ditunggunya Jiyong di depan rumahnya. Dalam gelap, gadis itu duduk di depan gerbangnya. Tentu setelah ia mengirimi Jiyong pesan, agar dirinya tidak perlu menunggu terlalu lama.
Empat puluh menit Lisa menunggu. Menunggu Jiyong melakukan perjalanannya dari night club ke rumah. Mobil tiba dan berhenti di depannya, mengenali kalau itu mobil Jiyong, Lisa buka pintunya dan melangkah masuk ke dalamnya. Jiyong duduk di kursi belakang, dengan seorang supir yang mengemudi untuknya.
"Bisa beri kami waktu?" pinta Lisa, sebelum Jiyong sempat bicara.
Sekarang mobil terparkir rapi di depan rumah Jiyong. Supir yang tadi mengemudi sudah Jiyong suruh pulang sekarang. Meninggalkan mereka, berdua di dalam mobil. "Jadi, kau dalam masalah apa sekarang?" tanya Jiyong, setelah suasana mereka cukup nyaman untuk bicara.
"Masalah apa?" Lisa balas bertanya, tapi gadis itu tetap tersenyum di sebelah Jiyong.
"Kenapa kau memintaku ke sini?" tanya Jiyong. "Jangan sembarangan memanggilku, aku punya banyak urusan lainnya. Dan kenapa kau menunggu di luar? Leo tidak mengizinkanmu masuk? Kau bisa masuk sendiri," susulnya, menggerutu sebab Lisa membuatnya harus terburu-buru meninggalkan pekerjaannya.
"Kau tidak punya hari libur. Lebih baik aku memanggilmu saat kau bekerja daripada sat kau sedang bersetubuh- oh? Atau kau sedang melakukannya saat aku mengirim pesan tadi?" balas Lisa, kemudian memutar bola matanya. Sengaja berpaling karena ia takut melihat Jiyong setelah mengatakannya. Tersinggung lalu jadi semakin marah, Lisa tidak berani mengatasi emosi pria itu, mengingat bagaimana Jiyong juga memukuli perempuan. "Aku tidak ingin membangunkan Leo, jadi aku menunggu di luar," susulnya. Cepat-cepat mengalihkan pembicaraan, karena enggan berdebat lagi.
"Kau bisa menunggu di rumahmu. Atau tunggu sampai besok pagi."
"Aku terlalu excited, tidak bisa menunggu," pelan Lisa.
Jiyong bisa sedikit tenang sekarang. Lisa tidak akan merasa begitu kalau ia dapat masalah. Jadi apapun yang akan gadis itu ucapkan, pastinya bukan berita buruk. Di kursi belakang mereka saling berhadapan sekarang. Keduanya duduk menyamping untuk bisa melihat satu sama lain. Lalu dengan cepat Lisa menarik ke atas bajunya. Menunjukan perutnya pada Jiyong yang tentu saja berpaling.
Kalau Lisa sedari awal memakai cropped tee, atau baju renang, mungkin bikini, Jiyong tidak akan berpaling. Tapi tiba-tiba menarik kaus panjangnya ke atas, membuat kesan lain dalam obrolan mereka. Lisa masih menahan kausnya, untuk menunjukkan perutnya. Dimintanya Jiyong untuk melihat padanya, memperhatikan perutnya.
"Aku di operasi bulan lalu," kata gadis itu, setelah akhirnya Jiyong melihat perutnya.
Kini mata pria itu membelalak. Dahi Jiyong berkerut, tidak ia percayai apa yang baru saja di dengarnya itu. Tidak pernah sekali pun ia dengar informasi itu, kalau Lisa di operasi. "Aku di rumah sendirian waktu itu, perutku sakit sekali, sangat sakit sampai tidak bisa aku tahan, lalu aku menelepon paramedis dan mereka membawaku ke UGD. Hanya operasi usus buntu, bukan ditikam atau ditembak seperti seseorang," cerita gadis itu, sekarang menutup lagi perutnya. Setelah ia tunjukan sedikit sisa luka di perutnya.
"Kenapa kau tidak bilang apa-apa?" sebal Jiyong kemudian. "Leo juga tahu?" tanyanya.
"Tidak, hanya Jennie yang tahu karena dia yang memeriksaku," geleng Lisa. "Hanya usus buntu untuk apa aku mengumumkannya?" santainya setelah itu.
Lalu kenapa sekarang kau memberitahuku?— heran Jiyong, tapi tidak pernah ia utarakan pikirannya itu. Hanya ia hela nafasnya, mencoba mempercayai gadis di depannya. Mencoba percaya kalau operasinya hanya operasi usus buntu, mencoba percaya kalau Lisa baik-baik saja. Mencoba untuk yakin pada dirinya sendiri kalau ia masih bisa menjaga gadis itu— untuk menepati janjinya pada Teo juga Hani.
"Sekarang aku sudah benar-benar sembuh," kata Lisa. "Tapi... Tidak... Lalu, aku bertemu seseorang- apa menurutmu akan jadi masalah kalau aku berkencan dengan dokterku?"
"Kau berkencan dengan Dokter Jennie?"
"Temannya," geleng Lisa. "Hari ini dia memintaku berkencan dengannya," katanya kemudian.
Jiyong sempat diam. "Siapa namanya? Kau sudah bilang iya, 'kan?" tanyanya, setelah beberapa menit ia buat Lisa menunggu.
Lisa memberitahu Jiyong nama dokter yang memotong ususnya. Ia ceritakan juga bagaimana mereka bertemu, bagaimana pria itu menyatakan perasaannya. Sore tadi, sepulang kerja Mino menemuinya. Mereka makan malam bersama, dan Mino menyatakan perasaannya. Di saat yang sama, Lisa pun menerima perasaan itu.
"Baiklah, selamat," santai Jiyong, lepas ia dengar yang menggebu-gebu itu.
"Hanya itu?"
"Aku sudah bilang selamat?" kata Jiyong, balas bertanya. Lisa menekuk wajahnya sekarang. Menunjukan kekecewaannya sebab Jiyong tidak terlihat tertarik pada hidupnya. Lisa ingin diperhatikan, ia ingin seseorang ikut menangis bersamanya, juga ikut senang bersamanya. Sayangnya, Jiyong tidak terlihat ingin melakukan keduanya bersamanya. "Baik, jadi apa yang harus aku lakukan? Ini bukan kali pertama kau tiba-tiba putus, tiba-tiba berkencan juga. Dia pria keenam yang kau kencani selama tinggal di Bellis. Apa yang akan berbeda kali ini?"
"Kali ini berbeda."
"Apa yang berbeda? Kekasihmu kabur dua bulan lalu, dihari jadi kalian yang ke... berapa bulan? Tidak berapa minggu?"
"Satu tahun!"
"Ah... Satu tahun, kau mengencani seorang pria selama satu tahun, putus, lalu dua bulan setelahnya kau berkencan dengan doktermu. Yang ini hanya pelarian atau kau memang tidak mencintai pria sebelumnya? Itu yang berbeda?"
"Mino mau menikah," jawab Lisa. "Aku bilang padanya kalau aku berkencan untuk menikah, dan dia pun begitu. Dia juga tahu kalau sekarang, aku hidup sendirian tapi ikut mengasuh keponakanku. Mino sudah bertemu dengan Leo, beberapa kali, dan dia percaya kalau Leo keponakanku. Tidak seperti Jinhwan yang bilang kalau ibunya Leo atau Mark yang menuduhku tidur dengan anak dibawah umur. Kali ini aku memulainya tanpa menutup-nutupi situasiku," yakin gadis itu. "Aku menyukainya, sangat, sampai rasanya aku ingin membagi semua yang aku punya dengannya."
Jiyong mendengar Lisa dan kali ini pria itu mengangguk lagi. Jawaban Lisa tidak lantas membuat pria itu percaya, ia ragu Lisa benar-benar jatuh cinta kali ini. Hampir dua tahun terakhir ini, Lisa mengencani semua pria yang menyukainya. Meski dirinya tidak memiliki perasaan yang sama sekalipun. Tujuannya hanya satu— menikah seperti yang diinginkan ibunya.
"Sungguhan! Kali ini berbeda," Lisa bersikeras.
"Ya, aku percaya," kata Jiyong, hanya untuk membuat gadis itu berhenti.
***
Sore sore gini galau+baper banget gara2 liat GD manggung lagi 😭😭😭😭 speechless sampe pengen nangis saking kangennya