14

144 34 0
                                    

***

Lisa mulai bekerja hari ini, jadi begitu pagi datang ia bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Sayangnya, sudah ada Jisoo di depan pintu kamar mandinya. Tengah bersandar ke dinding, sembari memejamkan matanya. "Rose di dalam?" tanya Lisa, ikut mengantre. "Kenapa dia selalu mengunci pintunya? Aku buru-buru," keluhnya, memilih untuk duduk di lantai, tepat di sebelah Jisoo. Ia ikut mengantre di sana.

"Kau harusnya bangun lebih pagi," jawab Jisoo. "Begitu yang dia katakan sebelum mengunci pintunya," susulnya, mengulang lagi apa yang tadi Rose katakan padanya.

Keduanya menghela nafas. Mengeluh karena harus mengantre di kamar mandi. Sedang gadis yang berada di dalam kamar mandi itu, Rose, justru dengan santai membersihkan tubuhnya. Ia bersantai sendirian di dalam kamar mandi seolah tidak ada orang-orang yang memunggu di luar.

"Harusnya kau membuat satu kamar mandi, bagaimana bisa rumah sebesar ini, lengkap dengan kolam renang hanya punya satu kamar mandi?" komentar Jisoo, ikut merosot duduk di sebelah Lisa. Bersandar ke dinding di sebelah pintu kamar mandi.

"Ini rumah lama," balas Lisa, malas mengulang lagi alasan hanya ada satu kamar mandi di sana. "Orang-orang yang dulu tinggal di sini hanya butuh satu kamar mandi," susulnya.

"Siapa yang dulu tinggal di sini?"

"Mana aku tahu? Dulu aku tidak tinggal di Bellis," kata Lisa. "Tadi malam aku memberitahu ayahnya Leo, kalau aku berkencan," susulnya, tiba-tiba bercerita.

"Kau berkencan? Dengan siapa?"

"Ah? Aku belum memberitahumu? Temannya Jennie, namanya Mino."

"Dokter Mino? Dokter bedah yang bekerja di UGD?" tanya Jisoo dan Lisa mengiyakannya. "Kau berkencan dengannya? Sejak kapan? Tapi kau tahu kalau dia pernah menikah kan?"

"Sejak semalam. Aku tidak tahu siapa mantan istrinya, tapi aku tahu dia pernah menikah," santai Lisa. "Kau mengenalnya?" susulnya, ingin tahu.

"Tidak tahu, aku hanya dengar dari perawat di rumah sakit kalau dia sudah menikah, sudah pernah menikah. Dia pindah ke sini karena bercerai," cerita Jisoo dan Lisa menganggukan kepalanya, Mino sudah memberitahunya alasannya bekerja di Bellis. Pria itu menikah lima tahun yang lalu, kemudian bercerai setelah satu tahun menikah. Ia berusaha bertahan di sana, tapi kenangan menghantuinya, karenanya ia berada di Bellis sekarang, melarikan diri.

"Kau tidak keberatan? Dia ke sini karena tidak bisa melupakan istrinya, maksudku mantan istrinya," tanya Jisoo dan Lisa mengangguk.

"Dia tidak keberatan dengan situasiku, jadi aku pun menerima situasinya," kata Lisa tapi Jisoo justru mengerutkan dahinya. Tidak mengerti dengan situasi yang Lisa bicarakan. "Aku butuh pernikahan, untuk mewujudkan keinginan ibuku. Saat orangtuaku meninggal, aku tidak bisa melakukan apapun, aku hanya berbaring, Leo dan ayahnya yang mengurusku. Berminggu-minggu aku begitu, lalu aku mulai mengencani siapa saja, yang mau menikahiku. Dalam setengah tahun aku hampir menikah empat kali. Lalu yang terakhir kemarin, kami sudah berkencan selama satu tahun. Sebenarnya aku masih merindukannya, kadang-kadang. Meskipun aku hanya butuh pernikahan, tapi aku menyukainya, karena itu aku bertahan satu tahun."

"Kau menjadikannya pelarian dan dia tidak keberatan, karena itu kau juga tidak keberatan dengan masa lalunya?"

Ditanya begitu Lisa menganggukan kepalanya. "Tidak keberatan dengan keberadaan Leo dan ayahnya juga nilai plus. Mereka berdua menemaniku selama aku berkabung, saat aku benar-benar butuh teman, aku tidak ingin menjauhi mereka berdua hanya karena ingin menikah. Meski tidak dekat, mereka keluargaku," katanya, sempat terdengar serius tapi kemudian gadis itu berteriak, menyuruh Rose untuk cepat-cepat keluar dari kamar mandi.

"Cepat keluar! Aku ada meeting dengan Ji Changwook!" seru Lisa, meneriaki Rose tapi justru Jennie lah yang berlari keluar.

"Kau akan bertemu siapa hari ini?" tanya Jennie, berdiri di depan pintu kamarnya, di lantai satu.

"Ji Changwook, Jeon Jungsoo, Jung Yumi, aktor lainnya stylist dramanya, sutradaranya juga, kenapa?" jawab Lisa.

"Boleh aku jadi asistenmu hari ini?"

"Kau tidak bekerja?"

"Tidak, aku libur hari ini," geleng Jennie. Gadis itu tidak benar-benar libur, tapi ia merasa bisa menunda pekerjaannya hari ini. Tidak ada pasien yang perlu ditemuinya, tidak juga harus berjaga di UGD, Jennie hanya akan duduk di laboratoriumnya seharian ini, bekerja untuk meneliti jenis pengobatan baru bersama atasannya.

Hari ini Jennie mengekori Lisa ke tempat kerjanya. Para aktor datang untuk pembacaan naskah, sementara Lisa sengaja meluangkan waktunya untuk mengikuti pembacaan naskah itu. Ingin gadis itu pastikan semua karyanya nanti sesuai dengan kebutuhan syutingnya.

Mereka duduk di baris paling belakang, tepat di depan dinding. Ketika datang, jadwal pembacaan naskahnya hampir dimulai, jadi tidak ada waktu untuk menyapa. Tapi begitu selesai, Lisa punya kesempatan untuk mengenalkan Jennie pada rekan-rekannya.

"Aku tidak tahu kalau kau berkuasa, aku pikir kau hanya pesuruh," bisik Jennie, lepas ia melihat beberapa staff juga aktor lebih dulu menyapa Lisa. Menghampiri Lisa, bicara padanya seolah ingin gadis itu menyukainya.

"Kalau aku pesuruh, mana bisa aku membawamu masuk ke sini," pelan Lisa, ikut berbisik. "Rachel!" susulnya, memanggil aktris Jeon Jungsoo yang masih mengemasi barang-barangnya.

"Tidak, tidak sekarang Lisa," tolak gadis itu, menggeleng tapi masih harus merapikan naskah dan penanya.

"Kenapa? Kau bertengkar lagi dengan kekasihmu?" tanya Lisa, sembari melangkah mendekati sang aktris. Sedang Jennie ia tinggalkan bersama Ji Changwook, ia minta pria itu menemani teman rumahnya sebentar.

"Dia mengajakku menikah," pelan Rachel, berhenti mengemasi barang-barangnya, sedikit melempar tasnya ke atas meja.

"Sutradara? Whoa... Aku tidak menduga yang satu ini. Jadi dia meneleponku karena kalian akan menikah?" kaget Lisa, dengan suara pelannya. Gadis itu melihat handphonenya sekarang, merogoh sakunya untuk meraih handphone itu lalu mengecek lagi berapa kali Lee Chunhyung— sutradara sekaligus kekasih Jeon Jungsoo meneleponnya pagi ini.

"Kami baru saja melakukannya. Seks pagi yang luar biasa," cerita gadis di depannya, tetap berbisik. Berjaga-jaga kalau akan ada staff lain yang mendengarnya. "Lalu aku bilang kalau aku harus reading hari ini, jadi kami berpakaian. Dia meraih jaketnya, lalu kotak itu jatuh. Dia sudah menyiapkan cincin, di kotak, katanya untuk melamarku tapi aku-"

"Kau menolaknya?"

"Aku melarikan diri, ke sini," jawab Jungsoo dan Lisa tidak bisa berkata-kata lagi.

"Kalau begitu kita bicara soal make up-nya kapan-kapan," kata Lisa akhirnya mendapatkan lagi suaranya. Setelah ia cukup terkejut, kehabisan kata-kata untuk menanggapi cerita temannya. "Bagaimana kalau besok malam? Kau bisa datang ke rumahku," tawarnya.

"Aku ke sana setelah pemotretan, kirim saja alamat studiomu," suara sang aktris kedengaran ketus sekarang. Tatap sinisnya membuat Jennie merasa kalau Lisa sedang dimarahi, meski sebenarnya sang aktris punya masalahnya sendiri. "Dan jangan membujukku untuk menikah, jangan membujukku untuk memutuskan sesuatu sekarang. Satu-satunya yang ingin aku putuskan sekarang hanya pikiranku," gerutunya, lantas pergi melewati Lisa dengan langkah yang dihentakan. Amarah tergambar jelas lewat gerak tubuhnya, meski ia tidak bermaksud begitu.

"Tsk... Padahal aku ingin memberitahunya kalau aku punya pacar baru," komentar Lisa, hanya bisa berdecak melihat teman lamanya pergi begitu saja meninggalkan ruang meeting. "Aktor Ji Changwook, aku punya beberapa ide untuk adeganmu, kau mau membicarakannya hari ini sambil makan siang atau sekalian besok saja di studioku?" tanya Lisa, sambil melambaikan tangannya pada sang sutradara yang masih mengobrol dengan staff-staff lainnya.

"Ya! Sampai kapan kau akan memanggilku begitu?" heran pria yang Lisa ajak bicara.

"Sampai syutingnya selesai?" balas Lisa, dengan bahu yang ia gerakan ke atas. "Sutradara Kang, aku lapar, ayo makan siang," serunya, membuat dahi Jennie semakin berkerut. Ini bukan lingkungan kerja yang ia bayangkan.

***

Shower TalkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang