40

122 30 3
                                    

***

"Appa! Appa!" suara Leo memenuhi lorong, ia dorong beberapa penjaga yang menghalanginya masuk— mengatakan kalau night club itu belum beroperasi sekarang, tapi Leo sama sekali tidak mendengarkan mereka. Ia terus melangkah, setengah berlari mencari ayahnya di gedung besar tempat orang-orang biasa berpesta.

"Apa yang kau lakukan di sini?" heran Jiyong, setengah kesal karena Leo datang ke tempat kerjanya tanpa seizinnya. Bagaimana pun Leo belum cukup umur untuk bisa bermain di sana dan Jiyong berharap bocah itu tidak berlarian di night club-nya.

"Lisa! Lisa baru saja meneleponku, lalu dia... Uhm... Dia... Aku yang salah! Aku minta maaf!" seru Leo, segera berlutut meski tidak seorang pun memintanya. Ia angkat tangannya tinggi-tinggi, menunjukan penyesalannya seperti tengah dihukum di sekolah.

Jiyong menghela nafasnya. Merasa tidak punya tenaga untuk menanggapi Leo sekarang. "Apapun kesalahanmu, aku tidak mau tahu, pulang sana," usir Jiyong.

Dengan takut-takut Leo mengangkat kepalanya sekarang, melihat pada Jiyong dengan raut khawatir di wajahnya yang penuh rasa bersalah. "Tapi Lisa mungkin dalam bahaya karenaku," pelannya kemudian.

Sekarang, meski kesal, meski malas juga lelah, Jiyong memberi Leo kesempatan untuk bicara. Ia bawa Leo ke ruang kerjanya, tapi begitu masuk, bocah itu terpukau karena interiornya. Ruangannya di dominasi oleh warna hitam, beberapa permukaannya mengkilap, terlihat begitu modern, begitu mewah terlebih di bagian dinding yang penuh botol minuman kerasnya. Semua minuman yang Jiyong koleksi ada di sana, dan seluruhnya kelihatan mahal.

"Jadi apa yang kau lakukan?" tanya Jiyong, menyadarkan Leo yang sempat terdiam, terpukau memandangi ruang kerjanya itu.

"Uhm... Aku... Aku mengganggu seseorang, lalu... Lalu orang itu membalasnya. Dia menulis keluhan di website akademi, tentangku dan ternyata Lisa membacanya," kata Leo, tanpa mengatakan kalau orang yang ia ganggu itu neneknya sendiri.

"Lalu?" tanya Jiyong, berlaga tidak tahu.

"Sekarang Lisa pergi menemui orang itu, dan dia kedengaran sangat marah."

"Kau memberitahu Lisa kemana dia harus pergi?"

"Aku tidak punya pilihan lain... Dia marah," kata Leo, menunduk dalam-dalam, luar biasa takut. Pertama ia takut Lisa akan berada dalam masalah karenanya. Ia khawatir Lisa akan terluka karenanya. Lalu sekarang, bocah itu jadi semakin takut karena ia terlanjur menemui Jiyong. Ia khawatir Jiyong akan mengetahui segalanya kemudian memarahinya. Memarahi Lisa juga.

Jiyong menghela nafasnya. Penasaran kenapa Leo kelihatan sangat ketakutan sekarang. Ada banyak hal yang membuatnya penasaran, namun tidak sekalipun ia pernah bertanya. Hanya ia tanyakan kemana Lisa pergi sekarang, Leo memberitahunya tapi tidak ia izinkan bocah itu untuk pergi bersamanya.

"Soohyuk akan mengantarmu pulang, kau tetap di rumah sampai aku kembali. Jangan pergi kemana-mana," tegas Jiyong, dengan tatapan yang seolah ingin mengatakan kalau Leo akan dapat masalah jika membantah ucapannya.

Tidak sampai satu jam setelahnya, Jiyong menghentikan mobilnya di depan TK sekaligus tempat penitipan anak yang ramai dengan para ibu. Sekarang sudah jam pulang kerja, para orangtua satu persatu datang untuk menjemput anak mereka. Dari mobilnya, ia lihat Lisa ada di sana, duduk di salah satu bangku dalam taman bermain, bicara sambil dikelilingi beberapa ibu yang menunggui anak-anaknya bermain.

Lama Jiyong menontonnya, menunggu Lisa menyadari kehadirannya tapi gadis itu terus mengobrol, dengan raut sedih sekaligus marah yang dibuat-buat. Ia baru melajukan lagi mobilnya, setelah dilihatnya Lisa berdiri kemudian melangkah ke halte. Ia menghentikan mobilnya di depan halte, baru saat itu lah Lisa menyadari kehadirannya dan bergegas masuk ke mobilnya.

Shower TalkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang