38

118 27 8
                                    

***

Seperti janjinya, Lisa kembali datang hari ini. Ia datang diwaktu makan malam, selepas meetingnya selesai. Enggan menunggu gerbang rumah Jiyong terbuka, gadis itu memarkir mobilnya di luar. Ia masuk hanya dengan bungkusan makan malam yang tadi dibelinya. Saat dirinya masuk, Leo berlari kecil keluar dari kamarnya. Menghampiri Lisa di bawah kemudian mengeluh kalau ia sudah kelaparan.

"Apa saja yang kau lakukan seharian ini sampai lupa makan?" heran Lisa, mengulurkan semua makanan pesanan Leo. Membiarkan bocah itu menata sendiri makan malamnya.

Lisa pergi ke kamar mandi, sementara Leo membuka satu persatu makan malamnya— burger, ayam goreng, pizza juga steak dan kentang goreng pesanannya. Bocah itu tidak mau repot-repot memindahkan makanannya ke piring, Leo duduk dan mulai mengigit burgernya.

Lisa bergabung setelah urusannya di kamar mandi selesai. Gadis itu duduk bersama Leo, mulai mengisi perutnya juga. Leo bercerita kalau hari ini ia sibuk mendaftarkan dirinya ke akademi kepolisian. Ia juga bilang, kalau Jiyong mengizinkannya mendaftar. Masalah hanya datang dari kakeknya— yang sebenarnya belum terjadi. "Kalau kakekku tahu, dia pasti marah, dia tidak akan menyetujuinya," cerita Leo.

"Sebenarnya aku juga tidak setuju," kata Lisa, menanggapi keluhan Leo tentang kakeknya. "Tapi kalau ayahmu mengizinkannya, kau juga ingin melakukannya, lakukan saja," susulnya, sebelum Leo mulai kesal karena tidak bisa merasakan dukungannya.

"Kenapa kau tidak setuju? Ayahku saja setuju," heran Leo.

"Kau bertanya karena tidak tahu? Ayahmu bisa kapan saja jadi buronan... Tidak, bahkan sekarang, apa kau yakin dia sedang melakukan hal baik di luar?"

"Mungkin nanti kalau aku jadi polisi, dia akan bertaubat? Agar tidak perlu berurusan denganku?"

"Kalau kau jadi polisi?" ulang Lisa, dengan nafas lelahnya. "Bagaimana kalau teman-teman di akademi tahu siapa ayahmu? Bagaimana kalau pengajar-pengajar disana mengetahuinya? Bagaimana kalau karena latar belakangmu, orang-orang tidak bisa mempercayaimu? Bagaimana kalau kau dirundung karena ayahmu? Kau tidak bisa memilih ayahmu, tapi kau bisa memilih mimpimu. Karena itu-"

"Ucapanmu jahat sekali," komentar Leo. "Tapi sepertinya aku sudah terbiasa dengan kata-kata kejimu, aneh sekali, aku tidak sakit hati mendengarnya," katanya kemudian.

Tentu saja kau tidak terluka, jadi polisi bukan mimpimu, kau menginginkannya karena alasan lain— pikir Lisa, tapi tidak pernah berencana mengungkapkannya.

Mereka berbincang, lalu pintu depan terbuka. Jiyong yang datang, baru saja pulang setelah harinya yang panjang di luar. Ia melihat Leo dengan semua makanannya di atas meja. Melihat juga Lisa yang duduk di sana.

"Appa, Lisa membawa banyak makanan," kata Leo, bermaksud mengajak ayahnya untuk makan bersama. Ia tahu ayahnya menghancurkan TV kemarin, tadi pagi ia melihat TV-nya di tempat sampah. Merasa kalau ayahnya mungkin bertengkar dengan Lisa, Leo bermaksud membuat mereka kembali akur sekarang.

"Anjing peliharaan harusnya tidak makan di meja," komentar Jiyong, alih-alih bergabung di meja makan, ia justru pergi meninggalkan Leo bersama bibinya di sana.

Ah... Jiyong masih marah— anggap Lisa, melihat reaksi itu. Sedikit menyesal juga karena ia menyebut anjing peliharaan semalam. Harusnya aku bilang kucing peliharaan saja, lebih lucu— sesalnya, dalam diam.

Lisa membiarkan Jiyong mengabaikannya. Ia tunggu pria itu, sampai dirinya merasa lebih baik. Enggan mendesak Jiyong agar segera memaafkannya. Beruntung karena kesibukan masing-masing ikut mendukung program jaga jarak itu.

Lalu hari ini, setelah beberapa hari mereka tidak bicara, Jiyong menjemput Lisa ditempat kerjanya. Bukan kebetulan, sebab pria itu meneleponnya lebih dulu, tapi tetap bukan hal yang biasa. Lisa dijemput di depan kantor sutradaranya, dan siang ini Jiyong datang seorang diri. Tanpa Soohyuk asistennya, tanpa supirnya.

Shower TalkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang