***
Lisa bisa bertahan sampai makan malam yang panjang itu selesai. Sedari sore sampai sekarang pukul setengah dua belas malam. Mereka banyak berbincang tertawa membicarakan hidup masing-masing. Menikmati makanan yang ternyata sempurna. Tidak seorang pun menduga, Jisoo bisa menyajikan makanan seenak itu, meski sambil mengomel.
Mereka memujinya, bilang kalau Jisoo akan sukses jika membuka restorannya sendiri. Semua bergembira, semua tertawa, bahkan Soohyuk yang sempat digoda karena dikira sebagai kekasih rahasia Jisoo. Mereka tidak berkencan, mungkin belum, sampai saat ini Soohyuk dan Jisoo hanya jadi teman sarapan di minimarket. Mereka bahkan baru hari ini mengenal nama satu sama lain. Hanya ada satu orang yang tidak bisa menikmati acara itu— Kwon Jiyong.
Laki-laki itu duduk di sebelah putranya. Dia sudah menghabiskan makanannya, berencana untuk pergi setelahnya tapi tidak pernah dapat kesempatan untuk berdiri. Ia hanya duduk, bernafas dan sesekali menyesap minumannya. Jiyong baru membuka mulutnya ketika seseorang bertanya, tapi tidak pernah benar-benar melibatkan dirinya ke dalam sebuah obrolan. Ia tidak bisa berbaur di sana, meski dirinya tahu hampir semua cerita orang-orang yang duduk di sana.
Jiyong tahu hubungan Jennie dengan Nico, termasuk kemungkinan kalau Jennie mengandung anaknya Nico. Jiyong tahu kalau Rose dan Jaehyun sudah menikah, lalu mereka bercerai karena sekarang ada gadis lain yang duduk di sebelah Jaehyun. Jisoo dan Soohyuk pun bukan informasi baru untuknya. Apalagi Leo dengan teman perempuannya yang pemalu itu. Kalau berusaha, kalau ia membuka mulutnya, sedikit saja, Jiyong bisa dengan mudah berbaur di sana. Namun ia memilih untuk tidak melakukannya.
Akhirnya, acara berakhir. Sebab Jennie sudah harus beristirahat, Leo pun harus mengantar Ahyeon pulang. "Terimakasih sudah datang untuk merayakan perpisahan kami," kata Rose, menjadi orang pertama yang mengakhiri acara itu. Ia rangkul gadis yang ada di sebelah Jaehyun, kemudian berucap lagi, "aku mendoakan yang terbaik untuk kalian, selamat untuk pernikahannya," susulnya.
Tamu lainnya pun memberi Jaehyun ucapan selamat itu, termasuk Lisa. Dengan tulus ia ucapkan selamat untuk pasangan yang berencana menikah itu. Sampai di sini, ia masih bisa mengendalikan dirinya— hanya karena ia batal menikah, tidak berarti ia harus menghancurkan kebahagiaan orang lain. Jaehyun dan kekasihnya tidak perlu menyembunyikan kebahagiaan mereka demi dirinya, Lisa yang akan jadi penjahatnya kalau ia melarang orang lain berbahagia hanya karena dirinya tidak begitu. Ia bersumpah tidak akan jadi orang yang seperti itu, tapi dadanya terasa sangat nyeri sekarang.
"Selamat untuk pernikahannya," kata Lisa sekali lagi, kali ini dengan rasa nyeri luar biasa di dadanya. "Selamat untuk pernikahanmu, meski pernikahanku dibatalkan," ulangnya, tidak lagi terdengar senang. Tidak lagi terdengar santai.
"Lisa-" Jennie bersuara, merasa ada yang salah dengan cara bicara gadis itu sekarang. Sedari Mino meninggalkan suratnya, Lisa selalu mengatakan kalau pernikahannya dibatalkan. Ia menertawakannya, ia mengeluhkannya, ia marah dan kesal karenanya, tapi kali ini gadis itu kelihatan sangat kesakitan.
"Tidak, Jennie, pernikahanku dibatalkan," Lisa mengulang lagi ucapannya. Ia buat pesta yang harusnya berakhir gembira, jadi terasa menegangkan untuk yang lainnya. Pesta yang sebelumnya nyaman, kini tidak lagi terasa begitu. "Kami sudah menyiapkan semuanya, tapi pernikahanku dibatalkan. Kami sudah merencanakan semuanya, tapi kami tidak bisa menikah," susulnya, menghilangkan semua euforia yang sempat ada di sana.
"Lisa, tidak apa-apa, kau bisa menikah-" Leo bersuara, tapi ia tidak pernah diberi kesempatan menyelesaikan kalimatnya.
"Apa maksudnya?" potong Lisa, dengan senyum yang sudah benar-benar lenyap. Ditatapnya Leo dengan sangat tajam, seolah ia ingin memukul anak laki-laki itu.
"Lisa, sebentar-" Jisoo mengulurkan tangannya, ingin meraih Lisa tapi gadis itu sudah lebih dulu bangkit.
Lisa mendorong kursinya. Ia berdiri, meraih piring di dekatnya, lalu melempar piring itu ke tanah. Gadis itu menjerit sekarang, "Aku tidak bisa! Aku tidak baik-baik saja!" teriaknya, mengikat semua orang ke kursi masing-masing, kecuali Jisoo yang sekarang berdiri. Merasa seseorang akan terluka kalau ia tidak melakukan apapun. Pekerjaannya yang membuat ia merasa perlu mengendalikan situasi di sana, perlu memastikan tidak akan ada bahaya di sana.
"Aku tidak baik-baik saja! Mana mungkin aku baik-baik saja?! Aku mengurus semuanya! Aku mengurus semua orang, setiap saat, seumur hidupku! Aku tinggalkan perasaanku, kesedihanku, kebingunganku, ketakutanku! Aku bercanda agar kalian semua merasa nyaman, meski aku sendiri tidak merasa begitu! Aku mengurus semuanya meski saat aku tidak bisa bernafas, karena semuanya terlalu menakutkan-" Lisa berteriak, marah sambil menjauhi meja makan itu. Ia terengah-engah sekarang, lalu Jiyong merasa dirinya perlu bangkit untuk memenangkannya. Tamu lainnya kelihatan terlalu terkejut untuk melakukannya.
Jiyong dan Jisoo mendekati Lisa, tapi gadis itu kelihatan semakin sakit sekarang. Nafasnya memburu, ia menangis meski tidak meraung-raung, meski tidak terisak. "Aku- aku mengurus semuanya, bahkan saat- saat dadaku-" ia hampir tidak bisa bicara, karena perasaannya mencekik lehernya sekarang.
"Lisa, tenang-"
"Jangan menyentuhku!" tolak Lisa, mendorong Jiyong ketika pria itu menghampirinya. Ia pun akan melakukan hal yang sama pada Jisoo, tapi Jisoo sudah lebih dulu bergerak mundur. Jisoo bergerak menjauhinya, sembari menarik Jiyong agar memberi cukup ruang untuk Lisa.
Lisa terlihat seperti seseorang yang akan pingsan sekarang. Perasaan yang selama ini ditahannya, mencekik lehernya kuat-kuat, membuat ia hampir tidak bisa bernafas. Gadis itu menekan dadanya, wajah marahnya yang tadi, perlahan berubah, Lisa ketakutan dengan air mata yang mengalir di pipinya. Ia jadi kelihatan semakin sakit sekarang, pucat dan panik.
"Aku... Bukan hanya aku yang begini, kan? Bukan hanya aku yang- maaf, aku minta maaf, maaf," perlahan, gadis itu akhirnya terisak. Tapi ia tidak berdiri lama di sana. Sebelum seseorang berhasil menenangkannya, Lisa sudah lebih dulu pergi meninggalkan pekarangan belakang rumahnya. Gadis itu sudah lebih dulu pergi, melangkah terburu-buru ke kamarnya. Menutup juga mengunci pintunya, berkata dengan jelas kalau ia tidak ingin bertemu dan bicara pada siapapun sekarang.
Leo menyusulnya. "Lisa!" anak itu berseru, akan mengejar Lisa, tapi Jisoo menahannya.
"Beri dia ruang, biarkan dia bernafas dulu," tahan Jisoo, tapi suaranya hanya bisa menahan Leo dan yang lainnya.
Jiyong tidak terpengaruh dengan larangan itu.
***