BAB 10

6.9K 195 0
                                    

Benar saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Benar saja. Besoknya, rentenir itu kembali mendatangi Varsha. Bukan mendatangi kontrakannya, melainkan ke tempat di mana Varsha bekerja paruh waktu. Varsha yang tengah bekerja sebagai pencuci piring di sebuah restoran harus terpaksa keluar karena anak buah rentenir itu membuat keributan di restoran. Varsha di pecat dari pekerjaan paruh waktunya, di anggap sudah menyebabkan kekacauan di restoran yang kebetulan tengah ramai pengunjung.

Varsha menatap tajam ke arah perempuan yang bersandar ke kap mobil, perempuan itu tengah menyulut rokoknya. “Kenapa kau membuat keributan di tempatku bekerja?”

Perempuan itu mengembuskan asap rokok ke wajah Varsha, seakan senang saat melihat Varsha terbatuk-batuk oleh ulahnya itu. “Kau melupakan janjimu padaku, gadis kecil?”

“Aku pasti akan membayarnya, tapi tidak sekarang”

Perempuan itu membuang puntung rokoknya sembarangan, berdiri tegap di depan Varsha. “Aku sudah memberimu waktu tambahan dua bulan untuk membayar hutangmu. Aku rasa, aku sudah terlalu baik padamu, membiarkanmu seenaknya saja selama lima tahun ini. Aku hanya kasihan karena kau di tinggalkan kedua orang tuamu. Sepertinya, aku tidak bisa membiarkanmu berbuat sesukamu lagi”

“Aku berjanji padamu, aku akan membayarnya”

Perempuan itu menggeleng. “Tidak. Aku sudah tidak percaya dengan janjimu. Aku harusnya menyeretmu jadi pelacur dari lama”

Perempuan itu menggerakkan dagunya kepada kedua anak buahnya, memberi isyarat untuk memegangi Varsha. Kedua preman itu langsung paham, memegangi kedua tangan Varsha.

“LEPASKAN!” teriak Varsha, memberontak, namun itu malah membuat kedua tangannya terasa sakit. “BAJINGAN! LEPASKAN AKU! APA KALIAN TULI! BRENGSEK!”

PLAK..
Perempuan itu menampar Varsha, kemudian menarik rambut Varsha. “Kau terlalu berisik! Kau ingin aku berbuat kasar padamu, hah?! Aku sudah begitu sabar menghadapi gadis kecil sepertimu”

Varsha meringis, menahan sakit pada rambutnya yang di tarik begitu kuat. “Aku berjanji padamu, aku akan membayarnya”

“Kau sudah sering berjanji padaku. Kali ini, aku tidak akan membiarkanmu bebas” Mata perempuan itu menatap tubuh Varsha. “Kau akan laku keras jika bekerja sebagai pelacur”

Varsha meludahi wajah perempuan itu, menatapnya tajam. “Aku tidak sudi menjadi pelacur!”

Perempuan itu tersenyum, mengusap wajahnya yang terkena air liur Varsha. “Kau cukup pemberani jalang!” Rambut Varsha di tarik lagi, lebih kuat dari sebelumnya. “Bawa dia ke mobil!”

“TIDAK! LEPASKAN, BRENGSEK!” Varsha terus memberontak, mencoba menahan tubuhnya yang di tarik masuk ke mobil. Varsha memegangi pintu mobil, tapi usaha itu sia-sia. Dirinya dengan mudah di seret untuk masuk.

“Semakin kau memberontak, akan semakin banyak luka yang kau dapatkan” ucap perempuan itu, melirik Varsha yang di pegangi oleh salah satu anak buahnya di kursi belakang. Sementara anak buah yang satu lagi menyetir dengan perempuan itu duduk di kursi sebelah kemudi.

“Kau tidak berhak menjadikanku pelacur!” Varsha masih terus memberontak. Tidak bisa menggunakan kekuatannya, Varsha menggigit tangan preman yang memeganginya.

Preman itu berteriak kesakitan, melepaskan pegangannya. Merasa ada kesempatan, Varsha segera membuka pintu mobil. Tanpa berpikir panjang, dia langsung melompat turun di saat mobil masih melaju.

“Tangkap dia!” suruh perempuan itu.

Varsha merasakan tubuhnya remuk, berguling-guling di tepi jalanan beraspal. Varsha meringis merasakan kakinya yang perih, dan kepalanya sempat terbentur benda keras. Varsha mencoba untuk melarikan diri, belum sempat dia bangkit dari posisinya, tubuhnya sudah kembali di pegangi oleh preman.

“LEPAS!” teriak Varsha. Teriakannya tidak membuahkan hasil karena jalanan sedang sepi.

Preman itu kembali menyeret Varsha yang masih merasa pusing untuk kembali ke mobil, memaksanya masuk, dan duduk kembali di kursi penumpang. “Apa aku boleh memukulnya?”

Perempuan itu menatap Varsha, keningnya tampak mengeluarkan darah. “Kau benar-benar menyusahkan. Untung kau melompat di saat mobil melaju pelan. Kalau sedang melaju kencang, aku akan kehilangan sumber uangku. Kau harus tetap membayar hutangmu dengan apa yang kau punya, yaitu tubuhmu” Kemudian, perempuan itu menatap ke arah anak buahnya yang memegangi Varsha. “Kau lakukan sesukamu. Dia juga sudah terluka, percuma menjaga tubuhnya jika dia sendiri tidak bisa menjaganya”

Karena sudah memendam kesal juga, dan mendapatkan izin, preman itu menghantamkan wajah Varsha ke pintu mobil dengan kuat. Dia dendam dengan Varsha yang berani menantangnya selama ini. “Kau rasakan ketidakberdayaanmu itu” ucapnya senang.

Varsha merasakan kepalanya semakin pusing, hidungnya terasa patah, dan sepertinya darah segar mengalir di hidungnya. Mata Varsha berair menahan perih, dan sakit di tulang hidungnya.

“Sudah! Kau bisa menghancurkan wajahnya. Jika wajahnya hancur, dia tidak akan bisa menghasilkan uang dengan tubuhnya”

Preman itu tidak lagi menyiksa Varsha, dia mendudukkan Varsha dengan benar. Varsha menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, melawan pun sudah tidak ada tenaga. Apa dirinya benar akan menjadi pelacur?

“Apa aku boleh menelepon?” tanya Varsha dengan suara pelan, sedikit terbatuk.

“Kau akan menelepon polisi?” tanya perempuan itu balik.

Varsha membenarkan posisi duduknya, tapi di tahan oleh preman di sebelahnya. “Aku tidak akan kabur lagi. Aku sudah tidak punya tenaga. Bukankah kau sudah lihat bagaimana kondisiku sekarang?”

Perempuan itu mengangguk, memberi izin untuk membiarkan Varsha. Lagi pula, Varsha tidak akan bisa kabur lagi dengan kondisi babak belur seperti itu.
Varsha terbatuk-batuk, mencoba menghilangkan rasa pusing di kepalanya. “Jika kau menjualku dalam kondisi seperti ini, kau tidak akan bisa mendapatkan untung”

“Aku bisa mengobatimu terlebih dahulu, setelahnya aku akan menjualmu dengan harga mahal”

Varsha mencoba memikirkan cara, memutar otaknya. Hanya satu yang terpikirkan olehnya, Baskara, hanya laki-laki itu yang bisa membantunya. “Izinkan aku menelepon seseorang. Aku tidak akan menelepon polisi. Ada seseorang yang akan membayarkan hutangmu padamu”

“Kau pikir aku akan percaya denganmu gadis kecil?”

“Kau bisa memegangi ponselku jika kau takut aku menelepon polisi. Ponselku ada di saku celanaku”

Perempuan itu menatap Varsha yang tampak serius. “Ambilkan ponselnya” suruhnya.

Preman itu mengangguk, merogoh saku celana Varsha, mengambil ponsel Varsha yang memang berada di saku celana. Tidak hanya mengambil ponsel, preman itu curi-curi kesempatan meraba paha Varsha, bergerak menuju selangkangannya.

“Berani kau menyentuhku lebih jauh, aku akan membunuhmu!” ancam Varsha, menatap tajam ke arah preman yang tangannya bergerak nakal di pahanya.

Perempuan itu tersenyum miring. “Kau masih punya nyali dengan kondisi seperti itu” Kemudian, perempuan itu menatap tajam anak buahnya. “Aku menyuruhmu mengambil ponselnya, bukan merabanya!”

“Maaf, bos”

“Tolong telepon Lina, cari saja kontaknya di ponselku” suruh Varsha.

Preman itu menunggu persetujuan bosnya. Setelah mendapatkan persetujuan, baru dia menelepon Lina. Saat dering kedua, sambungan telepon langsung terhubung. Preman itu menekan loud speaker.

Halo, Varsha. Apa terjadi sesuatu?” tanya Lina di balik telepon, sedikit khawatir.

“Apa kau tahu alamat Baskara?”

Kau kenapa? Suaramu terdengar lemah. Kau sedang di mana sekarang?”

“Berikan saja alamatnya padaku, aku tidak punya waktu untuk menjelaskan. Diriku bergantung pada Baskara. Apa kau punya alamat atau nomor HP-nya”

Kau bersama rentenir itu?”

Varsha memejamkan matanya sejenak, kepalanya semakin pusing. “Apa kau punya, Lina? Aku akan menjelaskannya nanti. Aku tidak punya waktu”

Aku punya kartu namanya. Di sana ada alamat kantornya”

“Tolong kirimkan padaku”

Preman itu memutuskan sambungan telepon. Beberapa detik kemudian, ada pesan baru dari Lina yang mengirimkan foto kartu nama Baskara yang sempat dia dapatkan di pertemuan mereka waktu itu. Lina kembali menelepon, tapi teleponnya langsung di tolak oleh preman itu.

“Tolong antarkan aku ke alamat yang ada di kartu nama itu?”

“Kau pikir kau siapa? Kau tidak bisa menyuruhku mengantarkanmu” protes rentenir.

“Kau ingin aku membayar hutang padamu bukan? Jika kau ingin mendapatkan uangnya malam ini juga, maka turuti perkataanku”

Cukup lama perempuan itu berpikir, sampai akhirnya dia setuju. “Kita ikuti maunya. Kita kasih dia kesempatan”

*****


BAYAR DI MUKA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang