Mobil Baskara masuk ke rumah besar yang pagarnya di bukakan oleh satpam. Varsha sempat terperangah betapa megahnya rumah orang tua Baskara. Pantas saja laki-laki itu mampu membayarnya mahal jika rumah orang tuanya seperti ini, Baskara pasti berasal dari keluarga yang sangat kaya. Bukan hanya bagian depan rumah yang Varsha kagumi, mereka juga langsung di sambut oleh dua orang pelayan perempuan yang memakai baju seragam. Varsha sudah merasa berada di kerajaan saja.
Varsha turun dari mobil ketika di bukakan pintu oleh salah satu pelayan. Baju Varsha sudah berganti dengan dress panjang semata kaki berwarna maroon, dengan belahan di satu sisi sampai ke paha. Bukan Varsha yang memilih baju ini, melainkan Baskara. Pilihan Varsha selalu dikatakan jelek oleh laki-laki itu, dan Varsha berakhir memakai baju yang Baskara pilihkan.
Bukan hanya bajunya yang berganti, Varsha juga memakai high heels setinggi 10 cm dengan hak runcing. Varsha yang tidak terbiasa mengenakan sendal setinggi itu sedikit kesusahan untuk berjalan. Dia biasa memakai sendal datar yang bisa dia bawa berlari. Sedangkan yang kini dia pakai, jangan kan untuk berlari, untuk berjalan saja Varsha harus pelan-pelan, takut terjatuh.
Rambut Varsha juga sudah di tata dan wajahnya sudah memakai make up tipis. Baskara membawanya ke salon sebelum ke rumah orang tuanya. Sekarang, penampilan Varsha sudah tampak seperti perempuan berkelas. Varsha tersenyum kepada pelayan yang membukakan pintu mobil untuknya, berjalan dengan mengangkat dagu, cukup percaya diri.Baru beberapa langkah Varsha berjalan, dia hampir terjatuh, untung saja tangan Baskara sigap menahan pinggangnya.
Varsha menatap ke arah Baskara, tersenyum. “Terima kasih”
Jika saja Baskara tidak menahan pinggangnya, mungkin dia sudah terjatuh dan mempermalukan dirinya di depan pelayan di rumah itu. Varsha hanya belum terbiasa memakai high heels, dia perlu berlatih.
“Kakimu bisa keseleo jika tidak berhati-hati saat berjalan” peringat Baskara, menghela tubuh Varsha untuk memasuki rumah. Tangan Baskara terus melingkar di pinggang Varsha dengan posesif.
Varsha menahan napasnya, ini pertama kali tangan laki-laki memegang pinggangnya dengan mesra. Saat Varsha mengangkat kepalanya untuk menatap wajah Baskara sekilas, dia mendengus. Kenapa harus Baskara laki-laki yang memperlakukannya dengan mesra?
“Aku tidak tahu jika Clara ikut makan malam bersama kita” ucap Baskara, melirik ke arah Clara yang sedang bergurau dengan Veni dan Wijaya.
Varsha mengikuti arah pandangan Baskara, menatap meja makan yang sudah di isi oleh tiga orang. Satu orang laki-laki yang berumur, tapi wajahnya masih tampan dengan rambut masih hitam yang Varsha kira sebagai ayah Baskara. Satu perempuan paruh baya dengan dandanannya yang berkelas, dan rambutnya di sanggul, rambut yang di cat warna merah, pasti ibu Baskara. Kemudian, mata Varsha beralih menatap perempuan yang duduk di sebelah ibu Baskara, wajahnya yang tadi tampak tertawa bahagia berubah tajam ketika menatap Varsha.
Varsha mendelik, merapatkan tubuhnya kepada Baskara. “Perempuan yang muda itu apa adikmu? Dia tampak tidak suka denganku” bisiknya.
Baskara menundukkan kepalanya, menatap Varsha. “Aku tidak punya adik”
“Lalu, dia siapa?” Dahi Varsha berkerut, kemudian matanya melebar. “Apa dia kakakmu?” tanyanya, berbisik. Jika memang perempuan itu kakak Baskara, dia tampak begitu muda. Jelas saja, dia berasal dari keluarga kaya, pasti sering merawat diri di klinik kecantikan.
“Aku anak tunggal”
Varsha ingin bertanya lagi, tapi Baskara sudah menarik tubuhnya untuk segera bergabung dengan yang lain di meja makan. Baskara menarik satu kursi untuk Varsha duduk, kemudian menarik kursi untuknya, di sebelah Varsha.
“Kau datang cukup telat, Bas” ucap Wijaya. Laki-laki itu menatap ke arah Varsha. “Apa dia perempuan pilihanmu?”
Varsha terlonjak kaget, benar, dia belum memperkenalkan dirinya. “Aku Varsha, kekasih Baskara” ucapnya, kemudian melirik Baskara. Memperkenalkan diri sebagai kekasih adalah hal yang tepat bukan?
Clara berdecih saat Varsha mengaku sebagai kekasih Baskara. “Sejak kapan kau punya kekasih, Bas?” Clara menatap Baskara.
“Apa aku harus laporan padamu ketika aku punya kekasih?” tanya Baskara balik.
Clara melipat kedua tangannya di dada, melayangkan tatapan sinis kepada Varsha yang duduk di depannya. Varsha yang di tatap begitu mencoba mengalihkan pandangan ke arah lain. Kenapa perempuan itu tampak tidak suka padanya? Jika dia bukan saudara Baskara, lalu siapa? Apa dia mantan kekasihnya? Tapi, tidak mungkin mantan kekasih datang ke makan malam keluarga.
“Aku Veni, Mama Baskara. Kau bebas memanggilku Mama atau Veni” ucap Veni memperkenalkan dirinya. “Dan yang duduk di sebelahku” Veni memegangi tangan Clara. “Dia Clara. Baskara pasti sudah cerita padamu jika Clara adalah perempuan yang akan menikah dengannya”
Baskara tidak pernah menceritakannya. Hubungan mereka bukan kekasih sungguhan. Lagi pula, jika Baskara sudah memiliki calon istri, untuk apa laki-laki itu menyewa istri bayaran. Varsha menatap Baskara dengan mata yang dia gerakkan, meminta penjelasan.
“Aku tidak pernah setuju untuk dinikahkan dengan Clara, Ma” Baskara menarik pinggang Varsha untuk lebih dekat dengannya. “Varsha satu-satunya perempuan yang akan aku nikahi”
Varsha memasang senyuman, menatap penuh kemenangan ke arah Clara yang hatinya sedang panas. “Baskara sudah menceritakan tentang Clara. Maafkan aku Clara, Baskara sangat mencintaiku, dan dia tidak mau menikah dengan perempuan lain”
Varsha merasa mual ketika mengatakan Baskara mencintainya, tapi dia harus berakting layaknya pasangan kekasih yang saling mencintai. Jadi ini alasan Baskara mencari istri bayaran, laki-laki itu pasti tidak ingin menikah dengan Clara. Sayang sekali, padahal Clara gadis yang cantik, dan dia juga berasal dari kalangan orang kaya. Selera Baskara sangat payah.
Clara memaksakan senyumnya. “Aku mengerti jika Baskara tidak mau menikah denganku. Aku dan dia sudah berteman dari kecil, mungkin Baskara tidak ingin aku jadi mainannya karena dia masih ingin bersenang-senang terlebih dahulu. Dia menjadikanmu mainannya"
Wajah Varsha berubah kesal. “Sia...” Varsha menghentikan ucapannya ketika semua mata di meja itu tertuju padanya. Varsha merutuki mulutnya yang sering kelepasan itu. Ayo, Varsha, putar otak. Pikirkan kata lain selain sialan. Varsha tersenyum. “Siapa yang peduli jika aku jadi mainan bagi Baskara. Jika Baskara suka bersenang-senang, ya, aku tidak masalah menjadi mainannya”
Varsha mencubit kecil paha Baskara, tatapannya masih tertuju kepada Veni yang mengernyitkan dahi. Bantu aku, bajingan. Baskara tetap diam, suasana berubah hening, dan ini terasa mencekam bagi Varsha. Matilah, ucapannya tadi sangat tidak berbobot. Secara tidak langsung Varsha rela jika hanya dijadikan mainan oleh Baskara.
Gelak tawa terdengar memecah keheningan, Varsha menoleh ke arah Wijaya yang tertawa. “Kau lucu sekali” Wijaya menunjuk-nunjuk Varsha. “Aku tahu kau begitu mencintai anakku”
Varsha ikut tertawa, tawa yang dia buat-buat, tidak sopan jika dia tidak menanggapi tawa dari Wijaya. Di mana letak lucunya? Dia sedang tidak melucu.
“Kau sudah puas tertawa, Wijaya?” Veni menatap Wijaya tajam, memperingati.
Wijaya menghentikan tawanya, mengusap sudut matanya. “Kau tidak boleh membuat calon menantumu merasa tegang. Dia datang ke sini untuk berkenalan dengan kita, kau harus menyambutnya dengan ramah”
Varsha menatap bingung kedua orang tua Baskara, sepertinya Papa Baskara setuju dengannya, tapi Mamanya. Varsha menatap wajah masam Veni, sepertinya perempuan itu tidak setuju. Varsha memicingkan matanya, merasa silau ketika melihat Clara, tatapan perempuan itu memancarkan sinar laser yang siap menembus jantung Varsha.
“Di mana kau bertemu dengan Baskara?” tanya Veni, masih kurang suka dengan Varsha.
Varsha tersenyum, memutar otaknya kembali untuk memikirkan jawaban. Datang ke rumah Baskara membuat otak Varsha bekerja ekstra, dia seakan sedang mengasah kemampuan berpikir cepat.“Di kafe. Aku bertemu pertama kali dengan Baskara di kafe. Iya, kan, Bas?” Varsha menyikut lengan Baskara pelan. Awas saja jika Baskara masih tidak ingin membantunya.
Baskara mengangguk, setuju dengan penuturan Varsha. “Aku bertemu dengan Varsha di kafe, Ma. Saat pertama kali bertemu, aku langsung tertarik dengannya”
“Apa yang membuatmu tertarik dengannya?”
Kali ini bukan Veni yang bertanya, melainkan Clara, mata perempuan itu meneliti penampilan Varsha, seakan sedang menilai di bagian mana yang membuat seorang Baskara tertarik.
Baskara memandang Varsha lekat, perempuan itu juga menatapnya. Varsha tersenyum kepada Baskara, menunggu jawaban apa yang akan diberikan oleh laki-laki itu. “Dia menggoda” Baskara mengedipkan sebelah matanya kepada Varsha.
“Brengsek!” Varsha tanpa sadar mengumpati Baskara, senyumannya berganti dengan tatapan kesal.Kemudian Varsha sadar jika dirinya tidak hanya berdua dengan Baskara, ada orang tua Baskara di sini. Varsha tidak bisa lagi beralasan sekarang, umpatannya terdengar begitu jelas oleh semua orang di meja makan itu.
“Itu yang aku suka darinya. Umpatannya membuatku bergairah”
Varsha kembali menatap Baskara dengan tatapan kesal. Dari sorot matanya, terlihat jika di benak perempuan itu berputar kata-kata umpatan yang ingin dia layangkan kepada Baskara.
“Sedikit di luar dugaan, ya” seru Wijaya. “Kau tertarik dengan Varsha karena umpatannya. Apa setelah ini, kau akan berhenti bermain-main dengan perempuan tidak jelas, Bas?”
Baskara mengangkat bahunya. “Jika Varsha terus mengumpat, aku akan menjadikannya satu-satunya perempuan yang akan menemaniku di ranjang”
Bukan lagi kesal, kini Varsha merasa begitu malu. Secara tidak langsung Baskara mempermalukannya di depan kedua orang tua laki-laki itu. Varsha melirik Clara, perempuan itu menatapnya mengejek. Varsha mengepalkan kedua tangannya, Baskara benar-benar brengsek. Pantas saja laki-laki itu tidak perlu berakting, dia menunjukkan wujud aslinya di depan kedua orang tuanya.
Tidak ada lagi perbincangan, meja makan di isi dengan suara sendok dan garpu yang saling beradu. Semua orang menikmati makan malam, tapi tidak bagi Varsha, perempuan itu hanya mengaduk-aduk makanannya, tidak berselera menyantap makan mewah yang disajikan di meja. Sekalipun makanan di atas meja menggiurkan semua, suasana hati Varsha sedang buruk, nafsu makannya mendadak hilang.
Begini rasanya jadi perempuan yang menjual dirinya demi sebuah uang. Harga diri mereka sama sekali tidak di anggap oleh orang yang mampu membayar mereka. Harga diri mereka di injak-injak seenak hati orang yang sudah membayarnya. Ini alasan kenapa Varsha tidak ingin menjadi pelacur, dia ingin menjunjung tinggi harga dirinya. Pada akhirnya, dia tetap tidak di hargai, dia tetap menjual harga dirinya kepada Baskara.
*******
KAMU SEDANG MEMBACA
BAYAR DI MUKA (TAMAT)
Romance(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA UNTUK MEMBUKA BAB YANG DI PRIVATE ACAK!) WARNING!! (21+) Hutang sebesar 200 juta yang di tinggalkan oleh ayah Varsha, membuat Varsha harus membanting tulang untuk mencari uang. Segala pekerjaan dia lakukan, tapi hanya cu...