"Aku membayar sebagian dari hutang ayahku” Varsha melemparkan amplop coklat ke meja perempuan yang meminjamkan uang kepada ayahnya.
Perempuan itu tersenyum, mematikan rokoknya dengan menekan ujungnya ke asbak yang ada di meja. Kemudian, dia mengambil amplop yang Varsha lempar, mengeluarkan segepok uang seratus ribu itu, memasukkannya ke mesin penghitung uang. Selagi mesin itu menghitung uang yang berjumlah sangat banyak itu, perempuan itu melirik Varsha. “Dari mana kau mendapatkan uang ini?”
“Kau tidak perlu tahu”
Wanita itu tersenyum remeh. “Kau tidak menjual dirimu bukan?”
“Jaga ucapanmu!” Varsha menatap perempuan itu marah. “Aku tidak akan menjual diriku!”
Wanita itu mengangguk-anggukkan kepalanya, masih menatap Varsha remeh. Semua uang selesai di hitung, perempuan itu memasukkan uangnya ke dalam laci meja. “Ini baru seperempat dari hutangmu. Bagaimana kau akan melunasi sisanya? Waktumu tinggal sebulan lagi. Apa kau yakin bisa mendapatkan 150 juta dalam waktu sebulan? Ini saja kau hanya dapat 50 juta dalam sebulan. Bulan depan kau harus mengumpulkan tiga kali lipat dari ini”
“Kau tidak perlu khawatir. Aku pasti akan membayarmu sesuai janjiku”
Varsha masih mempertahankan wajah menantangnya, padahal di dalam hati sudah ketar-ketir. Bagaimana caranya mencari uang sebanyak 150 juta dalam sebulan? Uang yang baru saja dia kasih ke rentenir itu adalah uang yang di pinjamkan oleh Lina kepadanya.
Varsha melangkahkan kakinya keluar dari ruangan rentenir itu. Saat Varsha keluar, dia melihat dua orang preman yang rajin mendatanginya setiap hari. Tatapan sengit Varsha berikan kepada dua preman itu. Setelah itu, Varsha berlalu, meninggalkan kantor lintah darat yang memeras uang dari orang sedang kesusahan.
Memang yang meminjam ke rentenir yang bersalah, tapi ada orang yang meminjam karena memang butuh. Bukan hanya ayah Varsha yang suka berjudi saja, ada ibu-ibu yang memang butuh untuk kebutuhan sehari-hari. Dengan tatapan seperti malaikat, rentenir mengulurkan tangannya kepada orang yang membutuhkan, mengatakan kata-kata manis demi membujuk orang untuk meminjam padanya.
Orang yang berhasil terbujuk rayuan maut rentenir tidak sadar jika dirinya sedang di tarik ke lubang kesengsaraan. Rentenir itu akan memberikan bunga pinjaman yang begitu tinggi, orang yang meminjam tidak bisa apa-apa selain harus membayar karena sudah terlanjur memakai uangnya. Itulah hebatnya tipu daya seorang lintah darat. Dia akan menghisap darah orang yang dia tempeli tanpa disadari oleh orang yang bersangkutan.
Varsha menghampiri Lina yang menunggunya di bawah, sahabatnya itu menemaninya karena Varsha membawa uang yang cukup banyak. “Sudah selesai?” tanya Lina.
Varsha menganggukkan kepalanya, naik ke atas motor Lina. “Apa belum ada laki-laki yang mau menyewa jasaku?”
Varsha sudah memberikan data dirinya kepada Lina, berikut dengan fotonya. Foto yang dia ambil saat itu juga, di bantu oleh Lina. Apa fotonya terlalu buruk sampai tidak ada yang berniat memakai jasanya?
“Kau tidak punya foto?” tanya Lina.
Varsha menggelengkan kepalanya. “Aku lupa terakhir kali aku berfoto. Aku terlalu sibuk bekerja. Kau bisa membantuku mengambilkannya” Varsha menyerahkan ponselnya kepada Lina.
Lina mengangkat alisnya sebelah. “Sekarang?"
Varsha mengangguk. “Iya, kapan lagi? Aku harus segera mendapatkan pelanggan”
Lina meneliti penampilan Varsha yang memakai baju kaus kedodoran dan rambut yang di ikat asal. “Jika kau berfoto seperti ini, mana ada laki-laki yang mau bertemu denganmu. Mereka akan langsung melewatkanmu”
“Tidak apa-apa, Lina. Lagi pula mereka hanya membutuhkan jasaku saja. Aku juga tidak punya baju yang bagus”
“Setidaknya rapikan rambutmu, Varsha” Lina bangkit dari duduknya, membantu merapikan rambut Varsha. Lina melepaskan ikatan pada rambut Varsha, menggerai rambut sahabatnya itu. “Begini lebih rapi dari pada tadi. Kalau kau seperti tadi, kau akan di pilih jika mereka sedang mencari pembantu”
Varsha mendengus. “Apa penampilanku seburuk itu?”
Lina tergelak. “Senyum. Aku akan memfotomu”
Begitulah cara Varsha mendapatkan foto untuk dia berikan kepada Lina. Foto itu yang nantinya akan Lina perlihatkan kepada laki-laki yang sedang mencari pasangan. Sudah tiga minggu semenjak Varsha mencalonkan dirinya, belum ada satu pun laki-laki yang menanyakannya kepada Lina.
“Apa harga yang aku pasang terlalu tinggi?” tanya Varsha lagi. Bisa jadi bukan karena fotonya, melainkan karena harga yang dia pasang yaitu 200 juta dan tidak ada penurunan harga.Varsha hanya ingin melakukan ini sekali saja untuk melunasi hutang, dan Lina juga mengatakan tidak akan mengambil sepersen pun dari bayaran yang Varsha dapatkan. Untuk itu, dirinya langsung memasang harga sesuai hutang yang harus di bayar, 150 juta untuk rentenir, dan 50 juta sisanya untuk Lina.
“Percaya diri saja. Mungkin nanti akan ada laki-laki yang mau membayarmu mahal”
Varsha mendengus, ucapan Lina terdengar mengejek di telinganya. Jika dipikir-pikir lagi, mana ada laki-laki yang mau membayar semahal itu untuk perempuan sepertinya. Apalagi jika hanya akan di jadikan istri sementara saja.
******
Baskara memijat kepalanya yang terasa pusing. Dirinya baru saja menerima telepon dari sang Mama yang memaksanya untuk menerima pernikahannya dengan Clara. Akhir-akhir ini, perempuan paruh baya itu sering meneleponnya, bukan untuk menanyakan kabar, melainkan menanyakan persetujuan Baskara tentang rencana perjodohan konyol itu.
Baskara menghela napas kasar, menatap laptopnya yang menyala. Dia tidak jadi bekerja karena harus mendengarkan Mamanya mengomel selama hampir satu jam. Ada saja omelan yang di berikan oleh Mamanya di telepon, sampai-sampai Baskara merasa telinganya berdengung. Ini baru di telepon, coba jika dirinya tinggal serumah dengan orang tuanya, maka omelan itu akan lebih parah lagi.
Baskara menatap ruangan kerjanya, kamar yang dia sulap menjadi ruang kerja. Sudah lebih dari tiga tahun dia tinggal terpisah dengan orang tuanya. Baskara merasa lebih nyaman jika tinggal sendirian, dan tidak akan ada orang yang mengomelinya. Baskara mengunjungi rumah orang tuanya sesekali, itu pun kalau ada pertemuan keluarga atau ketika sang Mama sudah mengomel, menyuruhnya untuk mampir ke rumah.
Baskara menutup laptopnya, dia tidak akan bisa melanjutkan pekerjaannya lagi. Pikirannya sedang bercabang, di dalam hati terdalamnya, dia sangat tidak ingin menikah. Entah apa alasannya, yang pasti Baskara sama sekali tidak berminat untuk menikah, dia tidak ingin berkomitmen dengan perempuan mana pun. Jangankan untuk menikah, untuk menjadikan seseorang sebagai kekasihnya saja dia tidak mau.
Baskara teringat dengan kartu nama yang di berikan oleh Delvin beberapa minggu yang lalu. Baskara membuka laci di meja kerjanya, mencari kartu nama yang entah dia simpan di mana. Baskara tidak menemukan kartu nama itu meskipun sudah membongkar isi laci. Apa dia membiarkan kartu nama itu di jasnya? Jika iya, maka kartu nama itu pasti sudah lenyap karena jas yang waktu itu dia pakai sudah tercuci.
Mbok Marni keluar dari ruangan laundry, menemui Baskara yang sedang sarapan di meja makan. “Bapak, Saya menemukan kertas di saku jas Bapak” lapornya.
Baskara menoleh sekilas. “Buang saja, Mbok. Saya sudah tidak butuh”
Ah, iya, pasti kertas itu yang di maksud oleh Mbok Marni. Mbok Marni adalah pembantu yang bertugas mengurus rumah Baskara. Perempuan berumur 45 tahun itu datang ke rumah Baskara ketika pagi, dan pulang saat sore. Tugas Mbok Marni hanya membersihkan rumah, lemari pakaian Baskara, dan juga mencuci pakaian. Untuk memasak, Baskara memilih memesan makanan di luar, dia jarang makan di rumah, paling hanya sarapan roti di pagi hari.
Baskara mengambil kembali ponsel yang dia lempar ke meja sehabis menelepon sang Mama. Tangannya bergerak di atas layar ponsel yang menyala, Baskara berselancar di internet, mencari informasi tentang Secret. Dia mengingat nama di kartu nama itu, mungkin saja akan ada informasi di internet yang bisa dia dapatkan.
Baskara tersenyum ketika dia menemukan apa yang di cari. Sudah pasti Secret ada di internet, mengingat yang memakai jasa mereka rata-rata kalangan atas. Baskara menyalin informasi kontak yang dia dapatkan dari internet, mencoba untuk menghubunginya.
Baskara menunggu dengan tenang, menunggu seseorang menerima teleponnya. Di dering terakhir, teleponnya baru di angkat. Saat sambungan telepon terhubung, Baskara mendengar suara seorang perempuan di balik telepon.
“Halo, dengan Saya Lina Marlina yang akan membantu Anda mencari pasangan. Dengan siapa Saya berbicara?”
Baskara berdeham. “Apa benar ini Secret?”
“Iya, benar, Pak. Saya yang mengelola Secret. Anda sedang mencari pasangan, Pak?”
“Saya ingin menyewa perempuan untuk Saya jadikan istri”
“Anda menghubungi orang yang tepat, Pak. Saya bersedia membantu Bapak menemukan calon istri yang cocok untuk Bapak...”
Baskara yang sadar jika dia belum memperkenalkan diri langsung menyebutkan namanya. ”Baskara”
“Ah, iya, Bapak Baskara. Kapan Anda ingin bertemu untuk melihat daftar perempuan yang bekerja di Secret, Pak?”
“Besok, saat jam makan siang. Saya bisa bertemu Anda sekitar pukul 1 siang”
“Baik, Pak Baskara. Kapan pun Anda bisa, Saya selalu siap untuk menemui Anda. Untuk alamat di mana kita akan bertemu akan Saya kirimkan ke nomor yang ini, ya, Pak?”
Baskara mengangguk. “Oke”
“Baik, Pak. Kalau begitu Saya akan tutup teleponnya. Semoga Bapak menemukan perempuan yang cocok, ya, Pak. Dan semoga Bapak bisa berlangganan dengan Secret. Selama malam”
Baskara memutuskan sambungan telepon. Mereka cukup profesional, agennya terdengar begitu ahli dalam menyapa pelanggan. Sepertinya ini pilihan yang tepat bagi Baskara untuk mencari istri bayaran.
Tidak berapa lama setelah sambungan telepon terputus, ponsel Baskara berdering. Ada pesan yang masuk dari Secret yang berisi alamat di mana mereka bisa bertemu.
Secret
Pison Cafe
Jl. Senopati No. 70, Jakarta Selatan
*******
KAMU SEDANG MEMBACA
BAYAR DI MUKA (TAMAT)
Romance(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA UNTUK MEMBUKA BAB YANG DI PRIVATE ACAK!) WARNING!! (21+) Hutang sebesar 200 juta yang di tinggalkan oleh ayah Varsha, membuat Varsha harus membanting tulang untuk mencari uang. Segala pekerjaan dia lakukan, tapi hanya cu...