BAB 8

6.5K 172 0
                                    


Varsha menatap kesal ke arah dua orang preman yang sudah menunggunya di depan kontrakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Varsha menatap kesal ke arah dua orang preman yang sudah menunggunya di depan kontrakan. Dirinya baru saja lelah pulang bekerja, dan kehadiran dua orang preman itu membuat suasana hatinya memburuk. Varsha mengangkat dagunya ketika bertatap muka dengan dua laki-laki bertubuh besar itu.

“Mau apa kalian ke sini?” tanya Varsha, menantang.

“Kau harus membayar hutangmu” ucap salah satu preman.

Varsha mendengus, belum tenggat waktu yang di janjikan, mereka sudah menagihnya. “Aku masih punya waktu dua hari lagi untuk membayar. Kalian tenang saja, besok aku akan membayarnya”

“Kenapa harus besok? Kau tidak berniat untuk lari kan?”

Varsha mengangkat kepalanya, sama sekali tidak takut dengan tampang ganas
mereka. “Kalau aku memang ingin lari, aku sudah melakukannya dari lama! Aku tidak perlu susah payah membayar 50 juta bulan lalu ke bos kalian! Akan lebih baik uang sebanyak itu aku gunakan untuk menyambung hidup!”

“Kau berani denganku?!” salah satu preman melangkah maju, membuat Varsha bergerak mundur.

“Memangnya kenapa?” tanya Varsha terbata-bata, mulai sedikit ketakutan. Di kontrakannya sangat sepi, tetangga tidak akan ada yang peduli sekalipun Varsha di perkosa oleh kedua preman itu. “Aku tidak salah, kalian yang salah sudah menagih terlebih dahulu”

“Jangan mendekatiku!” Merasa kesal dengan preman yang tidak berhenti berjalan mendekatinya, Varsha memberanikan diri mendorong tubuh preman itu. Meskipun hal itu tidak membuat tubuh besar itu terdorong, tapi setidaknya dia berhenti melangkah.

“Kau mau menemaniku malam ini?” tanya preman itu, tangan kasarnya membelai wajah Varsha.

Varsha memalingkan mukanya, menghindari tangan preman itu. Tak kunjung menjauh, Varsha meludah di wajah preman itu. “Aku bilang, jangan menyentuhku!”

“Jalang!” preman itu mengusap wajahnya yang di ludahi oleh Varsha, menatap Varsha marah.

PLAK..
Tamparan kasar itu melayang mengenai pipi Varsha sampai tubuh Varsha terjatuh ke lantai. Varsha mengusap sudut bibirnya yang berdarah, pipinya berdenyut-denyut, terasa panas.

“Jika bos tahu kau menyakitinya, habis riwayat kita” ucap preman yang satu lagi, menahan temannya yang ingin menampar Varsha kembali.

Varsha meludah, mengeluarkan air liur yang bercampur darah. Varsha tertawa mendengar ucapan mereka. Jadi, mereka ke sini bukan karena suruhan dari bosnya. Sudah Varsha duga, gelagat mereka sedikit mencurigakan. Mereka datang menagih hutang yang berjumlah ratusan juta tanpa didampingi bos. Perempuan rentenir itu tidak akan mempercayai anak buahnya untuk membawa uang berjumlah besar.

“Kau masih bisa tertawa?!! Kau ingin aku menarikmu dan memperkosamu?!!” tanya preman yang tadi menampar Varsha, dia menundukkan badannya, menatap Varsha yang tertawa.

Varsha menatap tajam ke arah preman itu. “Lakukan! Dan kau akan kehilangan pekerjaanmu!! Karena kalau kau menyakitiku seujung kuku saja, akan aku pastikan bosmu tidak akan mendapatkan pembayaran sisa hutang ayahku! Kau orang pertama yang akan dihabisi oleh bosmu!”

“Kau pikir bosku akan mempercayai ucapanmu!” preman itu mencengkeram wajah Varsha.

Varsha masih belum takut. Dia malah menatap tajam ke arah preman itu.

“Kau tidak pernah takut padaku! Itu yang membuatku bergairah melihatmu”

“Kau benar-benar ingin bos menghabisi kita?!!” tanya preman satu lagi, menarik tubuh temannya, mencoba menjauhkannya dari Varsha.

“Kali ini kau selamat jalang!” preman itu melepaskan cengkeramannya. “Setelah kau membayar hutangmu, aku akan mencarimu untuk melayaniku”

Varsha menatap tajam ke arah dua preman yang bergerak menjauh, meninggalkannya. Tidak akan pernah. Mereka tidak akan pernah bisa menyentuh Varsha. Setelah hutangnya lunas, dia akan pindah, menjauhi kota ini. Dia tidak akan mau bertemu dengan orang-orang dari rentenir itu lagi.

*******

Varsha mendesis ketika Lina mengobati sudut bibirnya yang terluka. Sepeninggal kedua preman itu, Varsha memutuskan untuk tidur di tempat Lina. Dia tidak mau mengambil risiko dengan didatangi kembali oleh dua preman itu.

“Lagi pula untuk apa kau menantang mereka” Lina menatap wajah Varsha yang babak belur, tamparan dari laki-laki bertubuh besar membuat pipi Varsha memerah, dan sebentar lagi akan meninggalkan bekas membiru.

Varsha menatap wajahnya di cermin, tangannya bergerak memegangi wajahnya. Varsha meringis merasakan pipinya sakit ketika di sentuh. “Brengsek!!” umpatnya.

“Mereka memang brengsek. Kau harusnya menghindari untuk berhadapan dengan mereka. Untung saja kau tidak di tarik dan di perkosa. Tuhan masih menyelamatkanmu”

Varsha menaruh kembali cermin di meja. “Kau kira aku akan diam saja?!! Aku akan menendang selangkangan..”

“Mau kau menendang selangkangan mereka sekuat apa pun, tenagamu tidak sebanding dengan mereka, Varsha. Kau bahkan tidak akan bisa melawan jika memang mereka sudah bertekad untuk memperkosamu”

Lina merapikan kotak P3K yang tadi dia gunakan untuk mengobati luka Varsha. Sedikit kesal dengan Varsha yang selalu mengatakan bisa melawan laki-laki yang berbuat macam-macam dengannya. Dia kira menendang selangkangan akan semudah yang di bayangkan. Sebelum Varsha menendang, preman itu sudah terlebih dahulu mengunci pergerakannya.

“Aku besok akan bertemu dengan Baskara. Apa ini akan sembuh besok?” tanya Varsha.

Lina menatap Varsha. “Menurutmu?”

Tidak. Ini tidak akan sembuh, besok akan semakin parah. Rasa sakitnya akan lebih parah dari ini ketika nanti Varsha bangun tidur. “Mereka sudah merusak wajahku yang menjadi daya tarikku menarik Baskara”

Lina tertawa. “Sejak kapan kau memikirkan wajahmu untuk memikat laki-laki? Kau bahkan tidak pernah menjalin hubungan dengan laki-laki walaupun mereka tertarik denganmu”

Varsha mendengus mendengar ledekan Lina. “Aku pernah menyukai laki-laki”

“Itu dulu sekali, saat kau SMA”

Lina tahu, terakhir kali Varsha menyukai laki-laki ketika mereka masih menginjak bangku SMA. Varsha menyukai anak kelas sebelah, perasaannya tidak tersampaikan karena Varsha menyukai dalam diam. Varsha tidak memiliki kepercayaan diri untuk menjalin hubungan karena tahu sifat ayahnya. Dia takut akan bertemu laki-laki yang sama dengan ayahnya, yang manis di awal, dan kemudian mulai berubah kasar.

“Aku tidak ingin berakhir seperti ibuku, Lina. Dia hidup menderita bersama laki-laki yang dia cintai, dia bertahan meskipun di pukuli karena dia mencintai ayahku. Aku tidak ingin nantinya berakhir seperti ibuku, aku tidak sekuat ibuku” Varsha tampak mengenang masa-masa di mana ayahnya sering memukuli ibunya. Varsha melihat semuanya, dia hanya bisa menangis melihat kekejaman itu. Ayahnya menggila ketika sedang mabuk.

Lina menyentuh tangan Varsha, mengusapnya lembut, ikut prihatin dengan kehidupan keluarga Varsha. “Tidak semua laki-laki seperti ayahmu. Ada laki-laki yang baik di luar sana”

Varsha tersenyum miris. Dia sulit untuk percaya laki-laki, ayahnya membayangi pikirannya. Di mata Varsha, hampir semua laki-laki seperti ayahnya, mereka sering kasar dengan pasangannya. Bahkan tidak jarang Varsha tanpa sengaja bertemu pasangan yang bertengkar di jalanan, laki-laki memukuli pasangannya.

“Dari pada kau harus sedih mengenang ayahmu yang sudah mati itu, lebih baik kau memikirkan hutang yang dia tinggalkan”

Varsha mendengus kesal. “Mengingat hutang membuat suasana hatiku memburuk, laki-laki brengsek yang meninggalkan hutang sebanyak itu. Aku harap dia menerima ganjarannya di neraka. Dan sialnya, dia ayahku, aku bisa ada di dunia karena bagian dari dirinya”

Lina tertawa. Kita tidak bisa menentukan untuk lahir di keluarga mana. Kita tidak bisa memilih untuk hidup di keluarga seperti apa. Semuanya sudah ditakdirkan semenjak lahir. “Aku rasa karena itu semua bayi menangis setiap kali dilahirkan”

“Lalu, bayi yang lahir di keluarga kaya dan harmonis, apa dia tidak menangis, Lina?”

Lina tampak berpikir. “Mereka tidak menangis, mereka tertawa. Saking bahagianya mengetahui keluarganya kaya dan harmonis, mereka tertawa kencang sampai wajah memerah, dan orang-orang mengiranya sebagai tangisan”

Varsha kembali mendengus. “Semua bayi pertama kali lahir memang menangis”

Lina tertawa. “Omong-omong membahas bayi. Apa kau pernah kepikiran untuk memiliki anak?”

Varsha mengernyit heran. “Kenapa tiba-tiba kau membahas anak? Kau tidak dihamili pacarmu bukan?”

Lina menggelengkan kepalanya. “Aku selalu minum pil KB. Aku tidak akan hamil. Hanya saja aku berpikir, akan terasa menyenangkan jika bisa memiliki bayi yang lucu”

“Menikah dulu baru memikirkan anak”

Lina mengangguk. “Iya, menikah dulu. Sayangnya, pacarku belum berniat menikah. Lagi pula, banyak orang belum menikah yang memiliki anak”

“Kau kira kau hidup di Amerika, Lina. Budaya luar sana sudah terbawa-bawa ke sini, hal yang tidak wajar akan di anggap biasa saja”

“Itu namanya perubahan zaman”

Pembicaraan di antara mereka melebar ke mana-mana, tidak akan ada ujungnya. Lampu-lampu di kota mulai padam perlahan, jarum jam terus bergerak. Tidak lagi terdengar obrolan di Secret, lampu sudah di matikan, tanda close terpajang di depan pintu kaca. Kedua sahabat itu sudah masuk ke alam dunia mimpi ketika jarum jam menunjukkan pukul 1 malam.

****

BAYAR DI MUKA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang