-32-

85 4 0
                                    

w juga sadar nih udah part 32 tapi masih belum kelar-kelar, sowrehh 🙏😼

Happy Reading!

•••


Abram melepas helm fullfacenya dan turun dari motor. Senyumnya lantas merekah membuat rentetan gigi rapinya tertampang. Akhirnya ia kembali ke tempat ini setelah beberapa jam yang lalu perutnya berteriak ingin di isi.

Apalagi? Jelas bubur langganannya.

"Mas, gak sekolah?" tanya Bang Vero yang merupakan abang bubur langganan Abram. Nama panjangnya sih Verosiddin, tapi panggil Vero saja biar keren katanya.

"Sekolah, Bang, cuma saya ngeles mau ambil LKS di rumah padahal mau beli bubur!" Abram tertawa sembari merapikan rambut tebalnya. "Biasa ya, Bang. Yang spesial, jangan lupa pake kacang yang banyak, sambelnya dikiiiit." pesan Abram yang sebetulnya Bang Vero sudah sangat hapal.

"Emang di kantinnya gak ada yang jual bubur, Mas? Jauh lho kalo tiap hari ke sini. Olok bensin."

"Ck! Gak masalah, Bang. Yang penting makanannya sesuai selera saya, soalnya di kantin buburnya terlalu cair, terus kerupuknya besar-besar. Saya sampe heran itu kerupuk atau rengginang," Abram dan Bang Vero  tertawa-tawa karena mendengar cerita Abram.

"Tumben sendirian aja, yang kemaren ke mana?"

Alis tebal Abram nyaris bertaut, "Siapa? Si Theo? Tuh anak gak tiap hari makan bubur kayak saya Bang."

"Bukan. Itu lho yang cewek. Yang nangis-nangis habis ngelepasin kodoknya," Bang Vero memberikan semangkuk bubur di hadapan Abram.

Ouh....

"Bukan cewek saya, Bang. Itu ceweknya temen saya." balas Abram sembari mengaduk buburnya. Iya, dia tim bubur di aduk, bukan di sedot apalagi di tendang.

Beruntung di sana sedang sepi jadi Abram yang memang sudah dekat dengan Bang Vero menjadi tidak sungkan untuk bercerita.

"Tapi, cocok juga kok sama Mas. Selagi janur kuning belum melengkung, masih bisa di tikung, Mas."

Andai Abram bisa mengatakan jika Ona dan Aksa memang sudah menikah sehingga tidak ada kesempatan baginya untuk menikung.

"Ah! Bang Vero mulai ngaco, gak ada lah saya punya niatan jahat begitu. Lagian gak caper sama pacar temen tuh termasuk etika pertemanan, Bang," balas Abram dengan satu suapan yang masuk ke dalam mulutnya.

"Oh iya, saya baru inget Mas." Abram mendongak saat Bang Vero meraih sesuatu kemudian menyerahkan padanya.

"Ini punya cewek yang tadi. Lepas kayaknya."

Abram meraih gelang manik-manik berwarna mencolok yang tidak asing di penglihatannya. Ini... Bukannya milik Ona?

"Kok bisa ada di sini, Bang?" heran Abram.

"Tadi ke sini pesan bubur dua porsi buat di bawa pulang. Emang sekolah udah pulang ya jam segini?"

Lahh?

Bang Vero bingung. Abram lebih bingung.

"Sama siapa dia ke sini?"

"Sendiri, naik angkot saya lihat__"

BRAKK!

"WEHH?? MAS! Bayar dulu buburnya!"

Terlanjur telat. Abram bersama motornya langsung ngabers meninggalkan Bang Vero yang terheran-heran sendirian. Biarlah untuk saat ini menjadi kasbon dulu.

FRIONAKSA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang