-47-

623 14 0
                                    

bismillah dulu, lalu siapin air minum. Oke, udah?

Happy Reading!

•••


Ketujuh lelaki itu kini sedang asik menikmati minumannya masing-masing. Tak memedulikan masalah yang lain karena kini mereka bertujuh hanya fokus pada pertemanan mereka yang sudah berjalan hampir 3 tahun lebih. Sahara menginap di rumah Ona yang di temani oleh Sania dan Ciput, sebab Aksa tahu bahwasanya ia tak akan pulang cepat jika sudah berada di tampat ini.

Tempat yang cocok untuk melepas penat dengan suara musik yang bising serta lampu kerlap-kerlip yang menusuk indera penglihatan mereka. Namun tak ada yang mempermasalahkan itu kecuali satu orang.

"Aduhhh... Ada teh pucuk aja gak sih? Gue gak berani minum itu..."

"Wey! Siapa sih yang ngajak si Seno ke sini gue tanya?" Kara berseru. Sandi yang fokus pada ponselnya lantas mendongak. "Gue. Ngapa? Gak suka?"

"Ck! Bukan gitu ege! Nih lo liat, kasian si Seno puyeng di ajak ke sini. Harusnya dia ikut nemenin Ona aja!"

"HEH! Sembarangan lo! Gak bisalah!" sewot Aksa.

"Ambilin jus gih!"

"Dih! Ambil sendirilah. Manja banget jadi laki."

Seno pun pergi ke meja bertender untuk meminta jus.

Theo menoleh pada Jayen yang terlihat melamun. Lelaki itu mendekat dan merangkul bahunya. "Bengong mulu. Kesambet lo ntar."

Kara tertawa, "Salah siapa kalah yekan?"

Jayen berdecak, "Gue sengaja kalah karena ban motor gue udah gundul. Jalanannya licin juga kan karena abis ujan."

"Alesan. Lama-lama rambut lu yang gue gundulin!"

Jayen tak membalas dan menyeruput minumannya. Sudah kalah balapan dan sekarang ia harus membayar tagihan malam ini.

Aksa tertawa, "Sori. Gue gak janji ngalah soalnya."

Ya, karena Jayen terus kalah saat melawan mereka berenam dan berakhir harus membayar tagihan malam ini, lelaki itu terlihat tidak bersemangat berbeda dengan Sandi yang kini bangkit untuk berdansa dengan perempuan sexy di sana.

Abram menyimpan gelasnya di meja dan menatap Jayen. "Ck! Gak usah banyak mikir gitu napa sih? Muka lo gak cocok buat hidup susah!"

"Ya emang udah bener gue hidup tajir dari lahir. Gue cuma salah ngambil jalan aja ini."

"Biar gue aja yang bayar malem ini."

Kompak semuanya menoleh.

"Cius lo?" Kara bertanya yang langsung di balas anggukan oleh Abram.

"Bram, lo serius? Harganya setara kayak sewa kontrakan gue setahun loh!" Jayen mendadak segar dengan mata berbinar menatap Abram. Kali ini Abram seperti malaikat penolong baginya.

"Seriuslah. Baik kan gue? Sekarang sujud lo di kaki gue."

Bjirrr.

FRIONAKSA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang