"Bukan, ya?" Elle kebingungan, dahinya berkerut banyak tapi tak satupun ada yang berbaik hati menjelaskan situasinya.
"Cepat sana!" Usir Sua.
Elle jadi tidak punya pilihan, dia masuk ke sebuah ruangan terdekat untuk berganti pakaian. Pakaian itu sama sebenarnya dengan pakaian yang sebelumnya. Pakaian pelayan berwana hitam yang sederhana.
Bedanya bagian rok dari gaun itu lebih pendek daripada gaun sebelumnya yang panjang sampai mata kaki sementara yang sekarang panjangnya sejajar dengan lutut.
"Aku tidak begitu ingat apa yang terjadi padaku sebelum berakhir di tempat ini." Elle berucap sembari memegangi kepalanya yang berdenyut, ada sensasi pusing cekut-cekut disana seolah beberapa helai rambutnya ditarik kencang lalu dilepas berulang.
"Ruangan Yang Mulia ada di lantai tiga, naiklah menggunakan tangga yang ada di sudut kanan." Pelayan lain menyembulkan kepala ke dalam dan memberitahu informasi tersebut pada Elle tiba-tiba.
"Kau harus cepat." Tambahnya.
Elle tidak menjawab, dia bingung dan memilih mengikuti intrupsi dari pelayan tadi yang sepertinya sudah lebih senior di tempat ini.
Melihat ke kanan kiri, sepanjang jauh mata memandang yang Elle tangkap hanya suasana kelam. Bangunan besar tempatnya berada saat ini mewah, benar-benar sangat mewah. Tapi, Elle tidak nyaman. Dia merasa seperti ada sepasang tangan tak kasat mata yang mencekik lehernya juga di setiap sudut seperti ada yang mengawasi dalam hening.
Pelan-pelan Elle mendaki anak tangga, ia berpegang pada railing tangga kokoh dan sesekali menoleh ke belakang. Elle sudah bilang bahwasanya ia merasa diawasi dan itu sangat tak nyaman.
"Pelayan baru, ya?"
Di ujung anak tangga terakhir Elle berpapasan dengan seorang gadis yang langsung menegurnya demikian.
"Ya, kurasa..." Elle mengangguk.
Gadis itu berdecak. "Cepatlah! Kau sudah ditunggu!"
Lagi-lagi Elle hanya bisa mengangguk, ia tatap kepergian gadis yang juga mengenakan pakaian pelayan namun bagian roknya panjang.
"Ditunggu?" Mengulangi kata tersebut saja sudah cukup membuat tenggorokan Elle tercekat. "Siapa yang menungguku?"
Mencoba untuk lebih tenang, Elle menghela nafas lalu bergegas menyusuri lorong sampai ia tiba di ujung. Tepat di depan sebuah pintu besar berwarna emas yang nampaknya ada sebuah kamar yang jauh lebih besar lagi dibalik pintu itu.
Mencoba mengumpulkan keberanian dulu dalam kepalan tangan erat, Elle bersiap untuk mengetuk. Saat kepalan tangannya itu terangkat diudara, seinci lagi hampir menyentuh pintu tiba-tiba dari dalam pintu besar tersebut ditarik terbuka dan sebuah tangan datang menangkap pergelangan Elle lalu menarik tubuh kurusnya terhuyung masuk.
Brak!
Suara keras dari pintu yang dibanting tepat di belakangnya sukses membuat bahu Elle tersentak. Jantungnya ngilu dan sekarang berdetak tiga kali lebih cepat sampai bunyinya bisa Elle dengar jelas.
Nyatanya ruangan dibalik pintu itu tak kalah kelam dari aula bangunan ini, malahan Elle rasa kekelaman lebih kental di dalam sini berhiaskan sunyi yang sangat amat mengganggu baginya.
Sampai sebuah tangan besar berjari-jari panjang datang dari arah samping dan mencengkram rahang Elle erat bersama dengan wajah si pemilik yang mendekat juga lidahnya yang terulur menjilat pipi kanan Elle.
Dari jarak dekat aroma musk pria itu menguar lalu menusuk ke lubang hidung Elle saat dia menggerakan wajah Elle ke samping untuk menatapnya tapi sambil menutup mata gadis itu dengan tangannya yang lain lalu melesakan lidahnya masuk ke dalam mulut Elle.
"M-mh," Elle mau memberontak tapi tak bisa, pria itu menjejalkan paksa lidahnya masuk membuat Elle syok dan mematung.
Berbagi sensasi pahit dari minuman keras yang habis diminumnya semalaman dan sedikit manis dari buah anggur lalu ia raup bibir gadis itu dengan bibirnya. Dilumat-lumat berulang sampai pria itu merasa ada cairan lain yang keluar dari dalam mulut gadis itu.
Hangat, asam, dan menjijikan!
Seketika pria itu membuka kedua mata dan memuntahkan isi perut Elle yang rupanya keluar saat gadis itu mendapat ciuman sepihak.
Begitu pria tersebut menarik diri, Elle menunduk dan muntah-muntah di lantai. Semua isi perutnya keluar; bertekstur kasar, berbau asam, dan berwarna putih kecokelatan.
Gawat!
Saat mendongak sambil menutup mulutnya sendiri dengan tangan, Elle melihat pria setinggi 195 cm itu menatap tajam ke arahnya dari balik kegelapan yang sarat akan jijik teramat.
"Tuan--"
"Tuan!?" Pria itu menyinggung cara Elle memanggilnya dengan nada menekan kasar. "Siapa yang membawamu kemari?"
"Itu--"
"SIAPA!?"
"Ughh!" Elle belum sempat menjawab saat pria itu tiba-tiba memotong perkataannya dan mencekik leher Elle serta mengangkatnya ke udara sampai kedua kaki Elle menggantung.
"Kau muntahi aku dan panggil aku dengan sebutan Tuan. Kau bersikap seolah tak tahu siapa aku... atau ini trik licikmu untuk mencoba menarik perhatianku?" Desis pria itu bertanya.
Elle menggeleng, kedua tangannya memegangi tangan pria itu yang berada di lehernya. Nafas Elle megap-megap atau malah sebenarnya Elle tidak bisa bernafas sama sekali.
Mulutnya terbuka, mencoba untuk memasukan udara segar dari sana tetapi sia-sia. Rasanya sakit sekali, sesak, dan--
Pria itu mengerutkan hidung, mencium aroma tak sedap dari arah Elle yang rupanya gadis itu terkencing sangking takutnya.
"Sial! Apa-apaan ini? Kau buang air kecil disini!?" spontan pria itu menghempas tubuh Elle ke lantai penuh rasa jijik padahal Elle jadi begitu juga karena ulahnya.
"Pelayan! Pelayan!" Pria itu berseru memanggil pelayan entah siapa, tetapi selang dua detik ada dua pelayan yang tergesa-gesa masuk ke dalam dan bergegas membantu Elle berdiri.
"Sejak kapan pelayan kamarku seorang bocah ingusan!?"
"Ampun, Yang Mulia. Saya mohon ampun kepada anda." Satu dari dua pelayan langsung bersujud di kaki pria itu, yang rupanya adalah Sua yang datang ke lantai atas untuk mengecek keadaan si pelayan kamar baru setelah selesai dengan urusan dapur guna memastikan si pelayan kamar baru tak membuat masalah.
Sayangnya, Sua gagal. Masalah sudah terjadi dan kini ia harus mengemis permintaan maaf agar tidak dipecat.
Tak apa jika dipecat sebenarnya, sayangnya tak akan sesederhana itu. Harus ada hukuman yang Sua jalankan sebelum dibebaskan dari pekerjaannya dan Sua belum siap untuk dihilangkan begitu saja.
"Tolong ampuni saya dan gadis ini, Yang Mulia. Saya mohon..."
"Kau lupa siapa aku? Kau lupa?" Pria berwajah tampan namun bengis itu marah. Menunjuk dirinya sendiri dan berseru. "Aku Zale Mitnar! Raja Minar! Aku Raja kalian semua, persetan!"
Elle tertegun. Apa katanya tadi? Zale Mitnar? Oh, tidak! Astaga! Kenapa harus novel yang itu!?
***
Halo😋 tes, yaa
Pop up notif aman? (semoga)
Selamat datang kembali untuk para menantu onlineku, silakan pilih tempat duduk ternyaman kalian dan calon suami baru❤🤏🏻 untuk yang baru ketemu cerita ini, welcome! panggil aku mom/mommy atau apapun karena aku mertua kalian sejak kalian baca cerita ini😡
See you next chapter babe *cpok
KAMU SEDANG MEMBACA
39th
Fantasy"Jangan pernah berpikir kau bisa lari dariku, tak akan terjadi sekalipun dalam mimpi." ~ Zale Mitnar, pria brengsek yang mengambil satu gadis dari tiap provinsi di Minar untuk dijadikan 'wanitanya' selama sebulan sebelum akhirnya ia bunuh. Timeline...