36 | Naseria‼️

7.4K 601 87
                                    

Elle meringkuk, merasa dingin saat jendela kamarnya terbuka lebar akibat tertiup angin dari luar. Tunggu, jendela!?

Kedua mata Elle langsung terbuka lebar, terakhir kali seingatnya ia berada diatas perahu hasil curian milik pria tua tetapi sekarang saat bangun dan melihat sekeliling rupanya ia berada di sebuah kamar sederhana yang dinding-dindingnya terbuat dari papan kayu tetapi nyaman.

Rumah siapa? -- pertanyaan yang muncul dalam kepalanya untuk pertama kali begitu jiwa dan raganya menyatu.

"Zale--" tanpa sadar Elle menyebut nama pria itu namun lekas menutup mulutnya rapat dan melompat turun dari kasur.

Daripada memanggil, Elle memilih untuk mencari langsung keberatan pria itu di rumah yang nampak tidak begitu luas ini.

Pelan-pelan Elle melangkah, tak ingin menciptakan suara berisik dari tapak kaki telanjangnya. Dilihat jam tua besar di sudut ruangan menunjukkan pukul delapan malam. Elle tidak bisa memprediksi sudah berapa lama ia tidur sampai-sampai rasanya segar sekali saat bangun.

"Aku tak sanggup lagi, Bibi."

Samar-samar terdengar suara Zale di telinganya, Elle semakin waspada dan lebih pelan lagi dalam melangkah sampai akhirnya tiba di dekat ruangan tempat Zale berbicara dengan seseorang yang sepertinya pemilik dari rumah ini tebak Elle.

"Aku tak pernah cerita pada siapapun, tapi aku tahu... kau mengetahui segalanya karena itu kau pergi."

"Zale, apa yang membawamu sampai ke rumahku? Sesuatu terjadi di istana?" Wanita berumur sekitar empat puluh tahunan yang duduk dihadapan Zale terlihat khawatir sangat ketika menanyakan hal tersebut.

"Aku tidak bisa melupakannya, Bibi Teresa. Aku telah membunuh satu gadis dari tiap provinsi di Minar dengan harapan aku akan segera sembuh, aku melupakannya, tapi tidak bisa. Sensasi itu menghantuiku, Bibi. Kau tahu betul siapa wanita yang kumaksud." Tutur Zale terselip nada frustasi.

Sesekali tangannya bergerak mengacak rambut lalu mengusap kasar wajahnya sendiri. "Aku membuat kesepakatan dengan gadis yang datang bersamaku, tapi dia seolah-olah melupakan kesepakatan itu pernah terjadi diantara kami."

"Kesepakatan macam apa jika kau tidak keberatan menjelaskannya pada bibimu ini, Zale." Bibi Teresa bicara dengan nada lembut, nada yang tak pernah Zale dengar dari ibu kandungnya sendiri seumur hidup sampai ibunya itu mati.

"Aku membiayai adiknya yang tinggal di suatu tempat terpencil jauh dari sini, sebagai gantinya dia harus membunuhku saat aku lengah. Aku melakukan perjalanan untuk itu, aku siap lengah dan dibunuh tapi dia tidak melakukannya." Jelas Zale seadanya, memaparkan keresahannya terhadap Elle atau Isabela atau apapun nama gadis itu.

"Kau sudah bicarakan lagi padanya?"

Zale menggeleng. "Seharusnya dia tidak lupa."

Bibi Teresa tersenyum. "Maka mungkin belum waktunya. Anggaplah dia memberimu kesmepa untuk memikirkannya ulang, untuk mencari kesembuhan melalui jalan lain--"

"Tidak bisa, Bibi." Sela Zale memotong ucapan Bibi Teresa semakin putus asa.

Zale menggeleng kuat selama lima detik lalu menunduk. "Setiap detik... bahkan sekarang aku bisa merasakan sentuhan kotor wanita itu padaku, aku merasakannya. Aku mencoba untuk tidak menguliti diriku sendiri dan menahan semua itu benar-benar menyakitkan bagiku." Air mata mengalir keluar dari kedua matanya hingga beberapa tetesnya mendarat di atas meja.

"Setiap kali teringat--"

"Zale..." Bibi Teresa bergerak meraih tangan Zale, mengenggamnya dengan lembut. "Sudah malam. Sebaiknya kau beristirahat di kamar, aku sudah membereskannya. Kau lelah sehabis menggendong gadis itu sejauh 8 kilometer dari sungai ke sini."

39thTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang