22 | Anecdoche

6.4K 688 56
                                    

Sejak dulu Elle tidak pernah menyukai pagi hari. Selain ia harus bangun untuk memulai hari dengan pergi sekolah di masa remaja dan pergi bekerja saat sudah dewasa, di hari Minggu pagi pun biasanya ia tiba-tiba diminta datang ke kantor untuk menggantikan teman kerjanya yang biasa absen pura-pura sakit padahal aslinya staycation bersama pasangan.

Orang-orang selalu egois. Dan sialnya, orang-orang seperti itu jalan hidupnya lebih mulus daripada aspal baru.

Disini pun Elle benci pagi hari, seseorang akan mendatanginya dan bilang 'Yang Mulia mencarimu' padanya lalu Elle harus buru-buru cuci muka, berganti pakaian, berlari di lorong-lorong panjang, mendaki anak tangga yang tak sedikit dengan secepat mungkin untuk sampai di depan kamar sang majikan tepat waktu seolah-olah cap 'pembantu' sudah melekat dalam darahnya.

Sebelum kembali pada rutinitasnya yang biasa, Elle menghela nafas. Mengepalkan tangannya yang tidak luka, mengangkatnya ke udara dengan malas lalu mengetukkan kepalan itu ke pintu sebanyak tiga kali.

"Selamat pagi Yang Mulia, bolehkah saya masuk ke dalam?" Ujarnya memaksak diri terdengar ramah dan tersenyum manis.

"Silahkan."

Suara menyebalkan itu... Elle berharap tidak akan pernah mendengarnya lagi setelah ia berhasil menemukan Maude.

Harusnya ia pura-pura sakit saja atau mati supaya tidak perlu datang membersihkan kamar pria itu yang sangat kacau.

Ketika pintu dibuka ke dalam olehnya dengan dorongan pelan, bekas-bekas pergumulan panas semalam langsung memenuhi pandangan Elle.

Bantal berserakan, sprei teronggok di lantai, botol-botol minuman kosong tergeletak sembarangan bahkan ada yang sudah pecah. Meja-meja kecilnya juga terbalik, beberapa jatuh dan di sofa terlihat Chisara sedang tidur telungkup tanpa mengenakan sehelai benang pun di badan.

Melihat lebih jauh ke arah ranjang, Zale berbaring disana tanpa memakai pakaian atas. Hanya celana mengembang mirip dengan celana yang Aladin pakai kalau dalam pandangan Elle.

Pria itu menatap ke arah langit-langit dengan wajah kosong dan bagian kantung matanya menghitam seperti sudah lama sekali tidak tidur dalam kurun waktu tahunan. Sedikit berlebihan, tapi biarlah.

Daripada memikirkan semua itu lebih baik Elle membersihkan ruangan ini sambil meratapi nasib. Tangannya yang sehat hanya satu jadi, ia butuh tenaga ekstra untuk menyapu dan mengepel. Dua hal yang paling mudah dikerjakan menggunakan dua tangan, kini harus pakai satu tangan.

"Kau akan terus menatapnya sampai akhir zaman?" Celetuk Zale mencibir, posisinya sudah tidak berbaring lagi tapi duduk di tepi ranjang menghadap ke arah Elle dengan ekspresi wajah menyebalkan.

"Saya sedang melakukannya, Yang Mulia." Senyum singkat penuh keterpaksaan Elle beri sebagai penutup kalimatnya.

Elle mulai memungut bantal-bantal yang berserakan, menumpuknya diatas sofa kosong. Karena kalau diatas sofa yang berisikan Chisara, perempuan itu bisa terbangun dan mengamuk-amuk.

Selanjutnya botol-botol minuman, ada yang kosong dan ada yang masih terisi penuh. Elle memisahkannya tidak begitu jauh sehingga mudah baginya untuk membawa botol-botol kosong keluar ruangan untuk dibuang oleh pelayan yang berada di depan.

"Seandainya aku bisa tukar nasib dengan pelayan itu." Hatinya selalu berkata jujur, selalu.

"Ada satu disini."

Menoleh ke arah Zale, di dekat kaki pria itu ada botol kosong. Botol itu yang dimaksud oleh Zale, meminta Elle untuk membawanya juga ke tumpukan botol kosong.

Jika dulu Elle di kantornya masih bisa pura-pura tersenyum, disini Elle sama sekali tidak bisa tersenyum. Kalau dipaksa akan sangat terlihat bahwa ia tidak ingin melakukannya.

39thTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang