"Saya tidak mengerti maksud anda, Yang Mulia." Seketika Elle memasang wajah polos. "Anda sepertinya salah paham."
"Kau melihatnya." Zale mengukir senyum miring di bibir. "Aku melihatmu melihatnya."
"Yang Mulia, saya..." enggan melanjutkan kalimatnya dan memilih menggeleng, kaki Elle mundur teratur saat Zale berupaya untuk mendekatinya.
"Saya tidak!" Elle menggeleng, mencoba untuk mengelak tetapi hal itu malah semakin membuat Zale mendesaknya mengaku.
"Akui saja, Cherry."
"Tidak mau!" Tolak Elle mentah-mentah.
"Kalau begitu aku jadi terpaksa untuk membuatmu mengaku." Seringai licik muncul di bibir Zale selagi tangan kanannya terangkat dan meraih bagian depan leher Elle untuk dicengkeram.
Cengkraman itu lembut, tidak menyakitkan sama sekali namun tetap saja Elle merasa terintimidasi terlebih saat Zale menariknya sehingga wajahnya dan wajah pria itu berdekatan bahkan puncak hidung mereka bersentuhan satu sama lain.
Dari dekat Elle menahan nafas walau tahu persis Zale sangat wangi, namun tetap saja Elle tidak suka didekati seperti ini apalagi disentuh sembarangan tanpa adanya perasaan antara Elle dan orang itu.
Perlahan tapi pasti Elle terus memundurkan langkah sampai melewati tiang penyangga bangunan, satu-satunya peluang yang ia miliki untuk bisa keluar dari situasi ini.
"Maafkan saya," ucapnya lirih membuat sepasang alis Zale menaut satu sama lain keheranan.
"Ap--" belum sempat kata 'apa' lengkap keluar dari mulutnya tiba-tiba Elle mengangkat tangannya yang bebas, memegang sisi samping kepala Zale dan membenturkannya ke arah tiang penyangga bangunan yang berada tepat di samping kiri.
Dug!
Seketika itu denging panjang memenuhi telinganya, Zale merasakan pusing yang teramat akibat benturan keras di kepalanya. Saat melihat ke depan pun pandangannya berkunang dan tak jelas berbarengan dengan kesadarannya yang perlahan tapi pasti terenggut begitu saja.
"Waduh!" Elle menepuk kepalanya sendiri keblingsatan kala Zale terkapar tak berdaya di lantai. "Bagaimana caraku menjelaskan situasi ini pada orang lain?"
Elle tak habis pikir, perasaan tadi membenturkannya tidak begitu kencang lantas buru-buru mendadak seperti dipinjami kekuatan oleh Superman ia angkat Zale ke kasur dan biarkan pria itu disana seharian.
"Mengapa belum bangun juga?" Elle bertanya cemas pada dirinya sendiri sambil bolak-balik keluar kamar untuk melihat jam besar yang ada di lantai bawah.
Kegelisahan mulai menyelimuti Elle, bagaimana kalau sesuatu terjadi pada Zale seperti... pria itu mati selamanya?
Oh! Itu bagus malah! Iya, kan? Siapa tahu Elle bisa gantikan tahtanya, benar!?
"Nona--"
"HA!?" Elle terlonjak kaget saat Perdana Menteri Alphonse mendatanginya.
"Maksud saya, salam hormat!" Buru-buru Elle membungkuk pada Alphonse.
Pria berusia lanjut itu mengangguk dan bertanya. "Dimana Yang Mulia? Hari sudah sore, sudah waktunya berangkat ke Libie sesuai dengan jadwal."
"Um... jadi, begini..." Elle memutuskan berbohong pada Alphonse sebab dirinya merupakan tersangka utama yang telah membuat Zale pingsan sampai sekarang. "Setelah mandi tadi siang, Yang Mulia bilang pada saya kalau dia mau tidur siang. Apabila saat waktunya berangkat Yang Mulia belum bangun, langsung angkut saja jangan dibangunkan atau Yang Mulia akan marah padaku, padamu, dan pada semua orang."
KAMU SEDANG MEMBACA
39th
Fantasy"Jangan pernah berpikir kau bisa lari dariku, tak akan terjadi sekalipun dalam mimpi." ~ Zale Mitnar, pria brengsek yang mengambil satu gadis dari tiap provinsi di Minar untuk dijadikan 'wanitanya' selama sebulan sebelum akhirnya ia bunuh. Timeline...