Sejak kejadian berdarah pagi itu terjadi kemajuan kedekatan antara Avantika dan Zale. Avantika yang merasa senasib dengan Zale memutuskan untuk sedikit melunak terlebih sampai saat ini Zale sama sekali belum bicara pada siapapun bahkan pria itu tidak merusuhi Elle.Di sepanjang perjalanan menuju Minar pun Zale sama sekali tidak marah saat kereta kuda melewati jalanan berbatu sampai kepalanya sempat terbentur.
Zale seperti bukan Zale. Zale lebih mirip orang depresi yang jiwanya sedang terbang entah kemana, meninggalkan raganya disini.
"Kenapa?"
Pandangan Elle berpindah dari kereta kuda di hadapannya jadi menoleh ke arah sumber datangnya suara yang menanyakan keadaannya barusan.
"Menurutmu?" Alih-alih menjawab, Elle bertanya balik. "Apa aku terlihat kenapa-kenapa?"
Mengangkat satu alisnya, Sepehr mengode dengan menggulirkan bola mata ke arah bawah supaya Elle ikut melihat apa yang dilihatnya. Tetapi, gadis itu malah melengos dan tak menanggapi padahal dibawah sana kakinya berdarah akibat gesekan sisi sepatu.
Lalu tiba-tiba Elle menghentikan langkahnya, membiarkan pelayan dan ksatria lain melewatinya kecuali Sepehr yang ikut berhenti di sebelahnya.
"Aku tidak suka diperhatikan. Aku sadar sepenuhnya atas diriku sendiri. Jadi, berhentilah repot-repot memperhatikanku. Aku terbiasa dianggap tidak ada, mulailah menganggapku begitu." Katanya memprotes segala bentuk tingkah laku Sepehr yang dianggap Elle sebagai perhatian berlebih dari seorang teman. Dan oh! Perlu digarisbawahi mereka bahkan tidak saling mengonfirmasi kalau berteman.
"Apa kau sakit?" Tanya Sepehr mengangkat satu alis lalu meletakkan tangannya di dahi Elle. "Panas. Sepertinya ini efek tamparan dari Yang Mulia."
"Berhentilah mengarang!" Balas Elle seraya menepis tangan Sepehr menjauh dari dahinya.
"Jalanlah duluan!"
"Kau menjadi sangat sensitif." Cibir Sepehr sesaat sebelum meneruskan langkah melewati Elle begitu saja seperti yang gadis itu inginkan dari pada berdebat di tengah perjalanan.
Dibutuhkan waktu hampir seharian untuk mereka kembali ke ke istana Minar bersama dengan Zale yang masih hening sampai-sampai Chisara mengamuk karena merasa tidak dianggap sebab dirinya saja berada di kereta kuda lain sementara Zale berduaan dengan Avantika padahal dirinya yang dipilih untuk menjadi gadisnya Raja.
"Mengapa kau terus berada di sisi Yang Mulia?" Tanya Chisara pada Avantika sesaat sebelum gadis itu memasuki istana. "Apa maumu? Uang? Pasti uang, kan?"
Avantika tersenyum miring, perlahan ia lepaskan tangan Chisara yang mencengkram bagian dada gaunnya sampai kusut. "Kau pikir aku serendah dirimu, Nona Chisara?"
"Sial! Jangan sok suci!" Gadis dengan aura labrak 99999+ itu kembali menarik bagian dada gaun Avantika hingga beberapa benang jahitannya terlepas. "Aku sering bertemu gadis penjilat sepertimu. Bukankah sudah jelas bahwa aku adalah gadisnya Yang Mulia?"
"Aku hanya merawat Yang Mulia." Jawab Avantika seadanya. "Kau salah paham jika mengira aku menginginkannya sepertimu."
"Dan aku sering mendengar itu dari mulut orang munafik!" Desis Chisara kesal.
Avantika menghela nafas kasar, ia tak paham dengan jalan pikiran gadis di hadapannya. "Yang Mulia sedang sakit. Jika kau gadisnya seharusnya kau bantu aku merawatnya, bukan memarahiku dengan alasan tidak penting."
"TIDAK PENTING!?" Dalam sekejap Chisara naik pitam, rasa iri dan benci terhadap Avantika semakin bertumbuh banyak dalam sekejap.
"Tidakkah kau lihat pandangan mata kosongnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
39th
Fantasy"Jangan pernah berpikir kau bisa lari dariku, tak akan terjadi sekalipun dalam mimpi." ~ Zale Mitnar, pria brengsek yang mengambil satu gadis dari tiap provinsi di Minar untuk dijadikan 'wanitanya' selama sebulan sebelum akhirnya ia bunuh. Timeline...