24 | Sweet pea

6.8K 756 140
                                    

Elle pikir tindakan refleknya melempar Zale dengan wadah yang ia pakai untuk mengisi air dapat membuatnya terbebas dari lelaki itu sementara.

Sayangnya tidak. Kepanikan bercampur cemas menghujaninya dari berbagai sisi saat bagian kepala Zale yang terluka beberapa hari lalu karena ulahnya sendiri kini mengeluarkan darah segar lagi karena tadi Elle menimpuk pria itu tepat disana.

Oh, Gosh... mana sempat Elle membidik terlebih dahulu!

"Semua orang tahu kalau dia baik-baik saja tadi." Gumamnya sedikit panik namun tidak menyesal. Panik karena takut Chisara tahu, bisa-bisa Elle digeprek di tempat  seperti yang dilakukannya pada Avantika.

"Aku harus bereskan ini, setidaknya mengobati lukanya. Seharusnya kulempar ke bagian bawah." Omel Elle pada diri sendiri lalu mendesahkan nafasnya kasar saat menyadari tangannya yang aktif hanya satu.

Kesialan tambahan. "Aku harus bagaimana sekarang? Biarlah dia di lantai!"

Terbiasa kerja dibawah tekanan, Elle menghela nafas terlebih dahulu sebelum berjalan menuju meja tempat dimana obat-obatan serta kain pembalut luka tersedia lalu kembali lagi ke tempat Zale berbaring.

Duduk di samping Zale dan menatap tangannya yang belum dicuci sehabis mengepel lantai.

"Ah, masabodo." Pikirnya langsung menempelkan kain bersih ke dahi Zale, membersihkan jejak darah yang tertinggal disana sebelum menuang obat diatasnya alih-alih mengoles dengan hati-hati.

Toh, pria itu juga sedang pingsan jadi tidak akan terasa apa-apa jika Elle sedikit lebih banyak menggunakan obat cair diatas lukanya kemudian membelitkan kain secara asal mengitari kepala pria itu.

Elle tidak bisa mengikatnya karena kasarnya, saat ini ia hanya memiliki satu tangan yang bisa dipakai.

Kalau punya kekuatan melipat gandakan barang dari Doraemon sudah pasti Elle pakai untuk menggandakan uang.

Sekarang yang dilakukannya hanya duduk di dekat kaki Zale, memandangi pria itu dengan wajah menyedihkan lalu menjulurkan lidah untuk mengejeknya dan menendang kasar kakinya yang ia anggap terlalu dekat dengannya.

Elle mendengkus. "Apa kau sadar betapa menyebalkannya dirimu? Kuharap gajah buang kotoran diwajahmu!"

Kening Elle berkerut, tiba-tiba saja sebuah ide gila muncul di kepalanya dan sukses membuat senyum sus menghiasi di bibir.

"Kotoran gajah..." Ulangnya bergumam.

Brak!

Keterkejutan memecah hening diruangan itu saat seseorang datang dan mendorong pintu yang tidak dikunci secara paksa sampai satu bagian pintu terpelanting mengenai dinding. Menimbulkan suara bising yang cukup untuk membuat telinga berdenging dan menarik perhatian Elle, satu-satunya orang yang memiliki kesadaran penuh ketika menemukan Elias menjadi dalang dari kebisingan itu.

Berjalan masuk dengan cepat, Elias menghampiri Elle dan menarik paksa tangan gadis itu.

"Kau harus pergi." Pintanya seakan tak peduli dengan sang adik yang terkapar di lantai dalam kondisi kepala berdarah.

"Ini tidak masuk akal." Elle menggeleng juga mencoba melepaskan tangannya dari Elias.

"Kau normal?" Tanyanya kalut, terdengar sedih juga kecewa.

Tatap cemas Elias beradu dengan manik cokelat tua milik Elle, dilihatnya sekilas gadis itu menuntut konfirmasi atas pertanyaannya barusan tetapi mereka tidak punya waktu sekarang.

"Kita keluar dulu dari sini." Ajaknya memaksa.

"Tidak mau!" Elle menggeleng kuat dan mepertahankan pijakannya.

39thTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang