"Aku masih ingat perkataanmu tadi pagi saat sarapan." Elle menarik lengan Zale saat akhirnya berhasil menemukan pria itu setelah mencari hampir seharian.
"Kau bilang wanita itu mati dua kali, apa maksudnya?"
Zale melirik Elle sekilas, tangan kanannya terlihat memegang botol minuman yang sudah kosong.
Kesal, Elle mengambil botol itu dan melemparnya ke arah batang pohon sampai pecah.
"Katakan padaku!" Tuntutnya mendesak penjelasan pria itu. "Apa maksudnya?"
"Kau pikir aku bisa sembuh?" Zale tersenyum kecut, setelah cukup lama memandang ke arah danau tenang di hadapannya, Zale akhirnya berpindah menatap Elle. "Karena itu kuminta padamu untuk membunuhku saat aku lengah, itu kesepakatannya."
"Sebelum kau mendesakku untuk mencari dan menghukumnya, aku sudah lakukan itu jauh sebelum kau datang untuk membunuhku." Zale menghela nafas, berharap dengan itu beban tak kasat mata yang ada di bahunya berkurang sedikit.
"Isabela," panggilnya mendongak pada si gadis yang berdiri tepat di sampingnya. "Dia sudah mati sebelum aku sempat menghukumnya disaat aku sudah sanggup untuk memberinya neraka."
"Dan bukan tanpa alasan aku membawamu ke rumah Bibiku." Imbuh pria itu.
Elle berlutut di sisi Zale, mencengkram bahu pria itu dan bertanya. "Apa alasannya?" Apapun alasannya, ia berhak tahu terlepas hidup atau matinya wanita itu.
"Makamnya ada disini, di pemakaman umum. Kau bisa cari batu yang bertuliskan namanya. Maude Waltz."
"Apa yang bisa kita lakukan dengan itu?" Suara Zale kembali bergetar, kedua matanya memerah menahan tangis yang akan tumpah saat perasaan menjijikan itu terasa kembali memeluknya.
"Dimana itu?" Dengan tegas Elle minta Zale menunjukkan letak makam wanita itu, ia ingin melihatnya secara langsung dengan kedua mata kepala.
"Bawa aku ke makamnya sekarang juga!" Elle memerintah sambil menarik Zale berdiri, meminta pria setengah mabuk itu menunjukkan jalannya.
"Kita bukan Tuhan,"Oceh Zale di tengah-tengah perjalanan. "Kita ke sana hanya untuk melihat dia sudah menang? Hahaha!"
"Dia sedang mengolok kita dari neraka... atau mungkin dia berada di surga?" Zale terkekeh sumbang, disisinya Elle memegangi lengannya dan menariknya menuju pemakaman umum tempat makam Maude berada.
Letaknya tidak jauh hanya saja berada di tengah-tengah hutan yang sebagiannya merupakan kebun masyarakat namun sudah lama ditinggalkan jadi jangan harap akan menemukan manusia lain selain mereka berdua disana.
Pemakaman umum itu sudah lama ditinggalkan, terakhir yang dimakamkan disana adalah Maude. Itu informasi yang Zale dapat saat ia menemukan makam wanita itu sekitar dua tahun lalu dan sekarang makam itu masih ada di tempat yang sama dengan nisan batunya yang semakin usang termakan waktu.
Zale berhenti melangkah tepat di depan makam Maude, kedua kakinya melemas disana sehingga ia jatuh terduduk dan tertawa. "Lihat, kau mau apa? Kita bisa apa? Mengacak-acak makamnya tidak akan membuat dia merasakan penderitaanku."
"Kau pikir... aku tidak berusaha untuk sembuh?" Zale mendongak, menatap Elle di sisinya.
Gadis itu memasang ekspresi rumit di wajah, kelihatan sulit untuk menjawab sampai akhirnya pelan-pelan menempatkan dirinya duduk di sebelah Zale.
Keheningan seakan menelan keduanya selama bermenit-menit, tidak ada percakapan selain hembusan suara angin, dan bunyi dedaunan kering berjatuhan.
Seakan ingin menambah kesedihan Zale, langit pun turut menangis melalui rintik-rintik hujan dari gerimis perlahan berubah menjadi hujan sedang.
KAMU SEDANG MEMBACA
39th
Fantasy"Jangan pernah berpikir kau bisa lari dariku, tak akan terjadi sekalipun dalam mimpi." ~ Zale Mitnar, pria brengsek yang mengambil satu gadis dari tiap provinsi di Minar untuk dijadikan 'wanitanya' selama sebulan sebelum akhirnya ia bunuh. Timeline...