Gelap.
Satu-satunya warna yang Zale kenal dalam hidupnya.
Dikejar rasa trauma berkepanjangan, tumbuh menjadi dengan sifat dan sikap buruk. Menjadi mimpi buruk sebagian besar para gadis yang memiliki tingkat kecurigaan serta skeptis tinggi seperti Avantika.
Walau sepenuhnya yang gadis itu pikirkan tentangnya merupakan kenyataan.
Tentang pembunuhan para kekasihnya setelah sebulan dan masih banyak lagi pembunuhan lain yang tidak perlu Zale ingat.
Ia terlalu terbiasa dengan kegelapan itu sampai tidak tahu bagaimana caranya Elle berhasil membuat Avantika setuju untuk mencoba menjalin hubungan dengannya.
Baginya ketika melihat Avantika, terasa seperti melihat cahaya yang sangat terang bak malaikat. Entah karena kulit Avantika yang memang mulus dan putih seperti susu atau karena aura positif yang memancar keluar dari perempuan itu.
Malam ini keduanya sepakat untuk terlibat kencan di halaman belakang tepat pukul tujuh malam. Segala sesuatu mulai dari meja, kursi, dan berbagai makanan disiapkan oleh para pelayan bahkan beberapa dari mereka terlihat bersiaga tak jauh dari lokasi kalau-kalau Zale maupun Avantika butuh sesuatu.
"Boleh aku jujur?" Avantika sedikit mencondongkan diri sebelum mengatakan sesuatu yang cukup mengandung privasi.
"Tentu saja. Apa itu, Nona?" Balasan penuh percaya diri dilontarkan oleh Zale. Ia siap menjawab seribu pertanyaan dari Avantika kalau gadis itu mau.
"Aku ingin tahu..." sambil menekan garpunnya pada potongan daging, Avantika melanjutkan. "Apa saja yang kudapat jika menikah denganmu?"
"Maksudku bukan ingin menyinggungmu, Yang Mulia." Imbuh gadis itu berusaha bersikap lebih santai. "Aku hanya penasaran."
Zale mengangguk, baginya pertanyaan itu sangat mudah dijawab bahkan orang tuli pun bisa jika menurut kegilaan dalam otaknya, ya.
"Apapun yang kau mau, Nona. Kau akan memiliki segalanya disini dan yang terutama..." pria itu mengayunkan tangannya ke depan lalu mengacungkan jari telunjuk menunjuk dirinya sendiri. "Aku, diriku."
Ini terasa tegang di sisi Avantika sekarang. "Dan mengapa kau ingin menikah denganku?" Tanyanya.
"Aku menyukaimu sejak pandangan pertama, aku tahu ini terdengar gila tapi sesuatu seolah terjadi lalu BOOM! Ya, aku jatuh hati." Jelas pria itu mengungkapkan sisi lain dari dirinya yang ternyata secara tidak terduga bisa menjadi sosok ramah serta murah senyum.
"Terdengar aneh?" Tanya Zale saat Avantika terlihat sama sekali tidak tertarik dengan penjelasannya karena sedari tadi wajah perempuan itu datar dengan senyum tipis yang sesekali ditunjukkan.
"Sedikit..." ringisnya merespon.
Zale mengangguk, ia letakkan garpu dan pisaunya di sebelah sendok untuk menciptakan situasi lebih santai dengan cara menautkan kedua tangannya satu sama lain dan menopangkan dagu diatasnya.
"Mari bicarakan sesuatu yang ringan seperti tipe idealmu, kau tidak keberatan?"
Avantika mengangguk samar. Ia tahu pria dihadapannya sedang berusaha keras mencairkan suasana dan mengakrabkan diri dengannya, tetapi hatinya tetap beku dan tidak merasa terkesan sama sekali. Malahan ia berharap makan malam ini segera berakhir namun sayangnya tidak semudah itu saat pria itu mulai bertanya tentang tipe ideal padanya.
"Pasti ada pria yang bisa membuat jantungmu berdebar seolah jantungmu itu ingin keluar dengan membelah dadamu lalu berkedut-kedut di lantai. Kau mulai panik lalu mengambil pisau dan menusuknya untuk menghentikan jantungmu yang masih berkedut, aku tahu perasaan itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
39th
Fantasy"Jangan pernah berpikir kau bisa lari dariku, tak akan terjadi sekalipun dalam mimpi." ~ Zale Mitnar, pria brengsek yang mengambil satu gadis dari tiap provinsi di Minar untuk dijadikan 'wanitanya' selama sebulan sebelum akhirnya ia bunuh. Timeline...