Karena Zale bersikukuh tidak mau kembali ke Minar sampai jangka waktu yang tidak di tentukan, disinilah mereka berakhir sekarang.
Berdiri di hadapan pintu rumah seseorang yang sangat Elle kenal.
Rumah Martha.
Elle tahu alamat gadis itu dari surat yang Martha kirim. Isi suratnya sederhana, hanya berisikan alamat saja karena rata-rata gadis yang tidak berasal dari kalangan bangsawan umumnya tak bisa baca tulis atau bisa salah satunya. Tidak benar-benar fasih dalam melakukan keduanya.
Saat menunjukkan alamat yang tertera di kertas, Zale bilang dia tahu dan setuju untuk pergi ke sana. Sebenarnya kemanapun dia mau asalkan tidak kembali ke istana.
Terlalu jijik dan memuakkan membayangkan dirinya bernafas di udara yang sama dengan Elias.
"Kau yakin ini rumahnya?" Elle menoleh pada Zale, menunggu kepastian dari pria itu karena sudah dua puluh menit sejak ia mengetuk pintu dan belum ada jawaban dari dalam.
"Satu-satunya rumah dari kayu di tempat ini hanya..." Zale menggantung ucapannya, melanjutkannya dengan gerakan menujuk ke arah rumah yang dimaksud menggunakan dagu.
"Aku--" belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Elle dibungkam oleh Zale yang membingkai sisi-sisi wajahnya menggunakan tangan lalu memutarnya menghadap ke arah rumah di depan, memberitahu kalau seseorang sedang membuka kunci pintu dari dalam.
"Maaf lama, aku sedang--ELLE??"
Kedua mata Martha berbinar terang begitu mendapati tamu yang mengetuk pintunya adalah temannya saat bekerja di istana.
Seseorang yang berjasa besar baginya, yang membuatnya berani menunjukkan wajah dihadapan orang tua dan berdamai dengan masalalu.
Melupakan segala kejadian buruk yang pernah menimpanya dan melanjutkan hidup bahagia berkat dukungan emosional dari gadis dihadapannya.
"Kau datang!?" Tanpa pikir panjang Martha menghamburkan diri memeluk Elle erat-erat sambil menangis terharu.
"Aku pikir... aku pikir kau tidak akan datang, aku pikir... kita tidak akan pernah bisa bertemu lagi karena mustahil bagiku mendatangimu ke Minar."
"Aku yang akan mengunjungi." Balas Elle seraya mengusap lembut punggung Martha sebelum mengakhiri pelukannya dengan perempuan itu.
"Bagaimana kabarmu, Martha?"
"Sangat baik. Semua ini berkatmu, kalau waktu itu kau tidak mendorongku untuk pulang... aku tidak akan pernah sebahagia ini disini bersama keluargaku." Kembali memeluk Elle, pelukan yang ini hanya sebentar sebagai bentuk rasa terimakasih untuk yang kesekian pada gadis itu.
"Omong-omong kau datang sendi...oh! Kau dengan--" Kedua mata Martha nyaris melompat keluar saat melihat Zale berdiri tak jauh di belakang Elle, buru-buru ia membungkuk hormat pada mantan majikannya itu.
"Salam hormat dari saya, Yang Mulia." Meski sudah tidak bekerja di istana tetap saja Zale adalah Raja dari seluruh provinsi yang ada di Minar dan semua orang wajib menghormatinya.
Namun berbeda dari biasanya, Zale yang suka disembah mendadak merasa kurang nyaman saat tahu ada seseorang yang masih menghormatinya.
"Santai saja." Katanya pada Martha.
"Kau tidak perlu sesopan itu." Bisik Elle lekas menarik lengan Martha sehingga perempuan itu kembali tegap.
"Orang tuaku sedang di ladang, kalian silahkan masuk." Martha membuka pintu rumahnya lebih lebar, membiarkan Zale dan Elle melangkah ke dalam bersama-sama.
"Aku akan buatkan camilan dan minum--"
"Martha!" Sebelum Martha pergi ke dapur, Elle memahami lengan perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
39th
Fantasy"Jangan pernah berpikir kau bisa lari dariku, tak akan terjadi sekalipun dalam mimpi." ~ Zale Mitnar, pria brengsek yang mengambil satu gadis dari tiap provinsi di Minar untuk dijadikan 'wanitanya' selama sebulan sebelum akhirnya ia bunuh. Timeline...