"Dasar perempuan kurang ajar!"
Dari arah belakang Chisara mengangkat batu besar dan memukulkannya ke bagian belakang kepala Avantika.
Insiden itu tak dapat dihindari oleh Avantika atau bahkan dicegah oleh siapapun karena saat terjadi, semua orang dalam keadaan lengah termasuk Elle yang sedang dicengkeram rahangnya oleh Zale.
"Nona Avantika!" Pelayan pribadi Avantika berteriak histeris saat Avantika terkulai dalam kondisi kepala belakang berdarah-darah.
Sementara Chisara terlihat panik, tapi juga puas di satu waktu yang bersamaan karena Zale menotice keberadaannya. Zale sadar kalau ada gadis bernama Chisara yang hidup dan berani menyerang seseorang yang telah bersikap kurang ajar terhadap Zale dengan penuh keberanian.
"Astaga!" Elle segera membebaskan diri dari Zale saat pria itu lengah, terkejut sebab rencananya tak berjalan sesuai dengan susunan yang seharusnya tidak ada adegan Avantika diserang menggunakan batu oleh Chisara.
"Bagaimana ini?" Tanya Elle pada dirinya sendiri lalu dilihat Sepehr mulai bangkit.
Sebelum Sepehr berdiri, Elle menginjak bokong pria itu lagi dan berseru. "Yang Mulia! Yang Mulia! Ayo, ayo cepat angkat. Anda harus terlihat sebagai pahlawan di mata publik supaya... supaya musuh anda tidak memakai kesempatan dalam situasi ini untuk mencemarkan nama anda."
Elle benar, Zale mendengarkan gadis itu kali ini dan langsung menggendong Avantika ke dalam kereta kuda diikuti oleh pelayan pribadi gadis itu juga Chisara yang diminta masuk oleh Zale supaya tidak menjadi bulan-bulanan massa.
"Hati-hati!" Elle sempat menahan lengan Chisara saat gadis itu hampir oleng ketika naik ke dalam kereta kuda. Lagi-lagi ini diluar rencananya.
"Mengapa gadis rambut merah itu harus dibawa juga?" Decak Elle sebal menyaksikan kereta kuda menjauh bersama dengan Sepehr yang pada akhirnya berhasil berdiri sambil mengelus bokongnya yang nyeri.
"Aku tak percaya kau sungguh melakukannya padaku." Ucap Sepehr tak habis pikir. "Jika sekali mungkin kuanggap kau tidak sengaja, tapi sudah dua kali kau injak bokongku begitu saja."
"Aku tak melihatnya."
"Kau pikir aku bocah lima tahun yang bisa dibohongi begitu saja?"
"Jadi, kau marah?"
"Menurutmu?" Sambil menepuk bagian belakang celananya yang kotor, Sepehr menatap sebal pada Elle. "Aku tidak boleh marah setelah diinjak secara sengaja dua kali?"
"Aku minta maaf, masalah selesai. Okay?" Seloroh Elle bergegas pergi dengan langkah cepat, meninggalkan Sepehr sendirian.
"Aku bahkan tidak bilang sudah memaafkanmu!" Pria itu berseru tak terima dengan permintaan maaf Elle secara sepihak, tetapi segera menyusul Elle yang sudah jauh sebab tujuannya dari awal sampai ke Libie untuk mengikuti Elle dan memastikan gadis itu baik-baik saja.
Menyadari dirinya diikuti, Elle mempercepat langkah. Ia yang tadinya berjalan cepat kini berlari sembari menoleh ke arah belakang untuk melihat Sepehr yang juga ikut berlari.
"Kenapa sih?" Elle mengeluh pada dirinya sendiri, jujur saja ia tidak begitu nyaman di dekat lawan jenis meski Sepehr cukup menguntungkan baginya dalam urusan bayar-membayar, tapi tetap saja.
Sekali lagi Elle menoleh ke belakang, saat itulah sebuah tangan menangkap pergelangan Elle. Menarik gadis itu ke antara sela-sela rumah warga seakan membantu Elle bersembunyi dari Sepehr.
"Terima--"
"Isabela, kau berhasil?"
"Ha?" beo Elle keheranan, ia baru mau berterimakasih pada seorang gadis yang menariknya sembunyi ke belakang rumah salah satu warga tetapi gadis itu malah menyebutnya dengan nama 'Isabela' yang terdengar asing di telinga.
Gadis itu tersenyum bangga, kedua matanya berbinar memandangi Elle dari atas ke bawah. "Kau berhasil menjadi pelayan kamar, Yang Mulia Raja? Kelihatannya... dengan pakaian ini yang melekat ditubuhmu, jawabannya pasti 'ya' kan?"
"Y-ya, memang..." Kaku Elle menanggapi gadis itu, ia sama sekali tidak ingat atau pernah bertemu dengan gadis bermata jingga sebelumnya.
"Tak kusangka dunia disini senyata itu sampai-sampai paham seluruh alur novel saja tidak cukup." Batin Elle jadi tak karuan sekarang, semoga saja tidak sulit menyatukan Zale dengan Avantika.
"Kau sudah ingat aku?" Gadis bermata jingga itu bertanya lagi dengan nada ceria seakan-akan Elle punya jawabannya padahal tidak.
"Ah... kau, ya..."
"Kau ingat?" Mata hingga gadis itu semakin berbinar, tak sabar menunggu jawaban Elle mengenai dirinya. "Kau ingat aku, kan?"
"Y-ya, kau..." Elle meringis, dahinya berkerut banyak sesaat sebelum menunjuk-nunjuk ke arah gadis itu sambil memundurkan langkah pelan-pelan supaya tak ada yang menyadari ancang-ancang melarikan diri yang tengah diambilnya.
"Aku siapa?" Tanya gadis itu.
"Kau pasti mau pinjam uang!" Celetuk Elle menjawab langsung putar balik dan berlari kabur sambil menyerukan kalimat. "Aku tidak punya uang, pinjam saja ke yang lain! Tidak usah pura-pura kenal denganku, aku tahu niatmu. Dah!"
Berlari sekencangnya menjauh dari tempat tadi, Elle bertemu dengan Sepehr di ujung jalan. Pria itu menunggunya, tapi tidak sendiri. Di sisinya terdapat seorang pria yang Sepehr kenalkan padanya sebagai Baron Mclouis yang memintanya untuk datang ke rumah atas permintaan Zale.
"Kau pelayan kamar Yang Mulia, kan? Dia memintaku mengajak kalian ke rumah." Ujar Mclouis sekali lagi memperjelas tujuannya. "Yang Mulia terlihat kesal, sebaiknya kalian cepat."
"Baron Mclouis..." gumam Elle mengangguk-angguk.
"Kau mengenalnya?" Sepehr berbisik di samping telinga Elle saat Mclouis berjalan cukup jauh di depan mereka.
"Tidak juga." Sahut Elle menoleh pada Sepehr. "Aku hanya penasaran, apa yang dimilikinya sampai-sampai ada seorang anak perempuan yang rela kabur dari rumah meninggalkan segala kenyamanan yang dimilikinya hanya untuk menikah dengannya."
"Siapa?"
"Ck! Mengapa kau selalu ingin tahu urusan orang sih?" keluh Elle langsung di depan wajah Sepehr.
"Mengapa kau begitu ingin tahu, ha? Kurasa tugas ksatria lebih daripada mengikuti seorang pelayan sampai ke kota lain."
"Aku hanya ingin memastikan kau aman." Jawab Sepehr jujur apa adanya. "Aku gagal menjaga adikku, dia seumuran denganmu. Saat melihatmu, aku merasa berhutang pada adikku. Karena itu, aku mengikutimu untuk menjaga--"
"Halah basi!"
"Apa maksudmu?" Ekspresi wajah Sepehr terlihat terluka, meski tidak begitu ketara tetapi Elle dapat membacanya dengan jelas.
"Jawabanmu itu... klise! Sangat daur ulang! Kau pikir aku akan percaya begitu saja? Kau seorang pria, kau mengikuti gadis remaja sepertiku pasti untuk... untuk..."
"Untuk?"
"Untuk... untuk..." Elle ragu melanjutkan, telunjuknya masih setia menunjuk ke arah wajah Sepehr sampai pria itu mengenggam dan menurunkan telunjuk Elle.
"Untuk apa?" Tanyanya sekali lagi, menantang Elle untuk meneruskan kalimatnya yang sudah pasti akan menyinggung hati mungil Sepehr dan menyakitinya.
"Kenapa berhenti?" Pria itu menuntut jawaban. "Untuk apa? Ayo teruskan ucapanmu." Pintanya pada Elle namun gadis itu memilih untuk bungkam karena sadar jika dilanjutkan, kata-kata akan melewati batas.
Kalau sudah begini waktunya Elle menggunakan satu kata pamungkas yang dapat meng-counter segala ucapan laki-laki.
"Kau mau bilang aku akan melecehkanmu sama seperti pikiran jahat pria pada umumnya?" Tudingan Sepehr langsung benar.
"Ya atau tidak?" Desaknya meminta Elle menjawab.
Gadis itu mendecih sembari melipat kedua tangannya di depan dada, lalu menyentak kata. "Ter.se.rah! Terserah!"
Elle lalu membuang muka sambil mendengus ke arah lain. "Terserah kau mau pikir seperti apa!"
***
Ayo ramein kalau tidak mommy sedih soalnya memang lagi sedih 😞
KAMU SEDANG MEMBACA
39th
Fantasy"Jangan pernah berpikir kau bisa lari dariku, tak akan terjadi sekalipun dalam mimpi." ~ Zale Mitnar, pria brengsek yang mengambil satu gadis dari tiap provinsi di Minar untuk dijadikan 'wanitanya' selama sebulan sebelum akhirnya ia bunuh. Timeline...