"Saat aku terlepas dari ikatan ini, saat itulah kematianmu datang!"
"Kuharap kau masih bisa lakukan itu setelah mendengar sebuah kenyataan, Ms. Taryn."
"Kenyataan? Kenyataan apa?"
"Kudengar kau cukup menyukai negoisasi, Ms. Taryn."
Percakapan lamanya dengan Isabela terlintas sejenak. Kalau diperhatikan lebih detail lagi, Zale akui gadis itu luar biasa dalam berakting. Dia bertingkah seolah dirinya orang lain, seseorang yang baru dengan identitas baru, dan sifat baru yang... tetap menyebalkan seperti saat pertama kali Isabela datang dengan menodongkan pedang ke lehernya dan mengancam.
Zale hanya tak menyangka Isabela sangat profesional dalam memenuhi kesepakatan mereka sampai terasa seperti Isabela dan gadis yang memperkenalkan diri dengan nama Elle itu berbeda. Sangat berbeda.
Isabela bisa tahan tanpa makanan selama berhari-hari, tetapi gadis bernama Elle ini lebih rela menjual minuman mahal dengan harga rendah supaya cepat laku dan dapat uang untuk beli makanan.
"Kelihatannya kau akan mati kelaparan, Nona muda."
Elle menoleh dengan wajah merah karena kesal. "Sampai kapan kau akan menyiksaku seperti ini, Yang Mulia? Kau melarang para penjual menjual makanannya padaku."
"Aku berbuat apa?" Tak terima dituding padahal nyatanya benar, Zale membela diri. "Mereka menghormatiku dan menghargaiku tak sepertimu."
"Hey, aku--"
"Yang Mulia, salam hormat." Seorang pria mendatangi Zale dengan bingkisan. "Saya ingin memberikan anda hadiah sebagai ucapan selamat datang di kota ini. Bila anda bersedia, mohon diterima."
Zale tak langsung setuju, ia jual mahal terlebih dahulu sampai pria itu menyingkap kain teratas dari bingkisannya. Memberitahukan dibalik bingkisan itu terdapat kurang lebih enam botol minuman.
"Saya membuatnya sendiri, usaha keluarga. Saya akan sangat senang jika anda meminumnya, Yang Mulia. Hanya saja kadal alkoholnya lebih tinggi dari minuman biasa dan sebaiknya--"
"Terimakasih." Potong Zale mengambil alih bingkisan tersebut ke dalam pelukannya dan tersenyum.
"Hey, berikan beberapa roti dan air padanya." Titah Zale pada penjual yang tokonya baru saja didatangi oleh Elle dan gadis itu masih berdiri disana, meski diabaikan.
"Baik Yang Mulia." Penjual itu segera melaksanakan permintaan Zale tanpa menuntut bayaran sepeser pun dari Elle.
Ia bungkus beberapa roti menggunakan kain dan berikan segelas air beserta gelasnya pada Elle.
"Tidak, tidak usah dibayar. Itu pengabdianku pada Yang Mulia, tolong jangan membuatku sedih dengan membayarnya." Ucap si penjual saat menolak Elle.
"Tidak menyesal, ya?"
Tak mau dituduh sebagai pencuri, Elle memastikan sekali lagi. "Berarti untukku, ya?" Tak ada respon, barulah Elle kantongi lagi koin-koin itu dan bergegas menyusul Zale.
"Terimakasih." Sindir Zale melirik Elle yang berjalan di sampingnya.
Gadis itu langsung menoleh, menyipitkan matanya. Memindai wajah tampan Zale dari samping yang terlihat... tetap menyebalkan.
"Terimakasih!" Ketusnya di samping telinga pria itu lalu berlari mendahuluinya takut dicekik.
"Mau kemana kau budak?" Sengaja meneriaki Elle supaya jadi bahan tatapan orang-orang karena nantinya gadis itu malu dan berbalik ke arahnya.
Namun hal itu tidak terjadi. Artinya, Elle memang tak tahu malu.
Zale menyusul langkah Elle setelah membuat dirinya jadi bahan tontonan dari orang-orang yang pura-pura tidak menontonnya saat ia melihat ke arah mereka dan menyamakannya dengan mudah. "Kau harus pegang ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
39th
Fantasy"Jangan pernah berpikir kau bisa lari dariku, tak akan terjadi sekalipun dalam mimpi." ~ Zale Mitnar, pria brengsek yang mengambil satu gadis dari tiap provinsi di Minar untuk dijadikan 'wanitanya' selama sebulan sebelum akhirnya ia bunuh. Timeline...