"Aku sakit parah, kan?"
Pertanyaan itu Elle todongkan langsung pada Zale. Membuat pria itu sesaat panik, namun dengan cepat menggeleng dan menginjak kaki Tabib di sebelahnya agar tidak mengatakan kejujuran.
"Nona tidak perlu khawatir, pendarahan hidung umum terjadi jika anda terlalu lama berada di bawah terik sinar matahari dan dalam kondisi belum sarapan."
"Kau tidak sarapan pagi ini." Zale menimpali. "Itu sebabnya lain kali sarapan dulu."
"B-benar." Dengan gugup Tabib mengangguk dan turut membenarkan kebohongan Zale. "Anda harus makan sarapan lebih rutin."
"Jadi, begitu..." Elle mengangguk-angguk, meski sempat berpikir dirinya akan mati tetapi jawaban Tabib dan Zale cukup menyakinkan juga masuk akal tentang pendarahan hidung karena terlalu lama terpapar terik matahari.
"Kita habis melakukan perjalanan panjang dan..." Zale ragu menyebut yang satu itu karena Elle pasti malu dan langsung mengerti maksudnya.
"Ya, kurasa kau benar. Aku kurang memperhatikan makananku belakangan ini." Sahut Elle mengantisipasi kalau-kalau Zale mengatakan kegiatan panas mereka sebagai salah satu faktor dirinya kelelahan ekstrem.
"Makanlah lebih teratur dan beristirahat lebih banyak." Tabib tersenyum tipis, menyembunyikan fakta penyakit yang diderita oleh pasiennya sangatlah menyakitkan bagi dirinya terlebih pasien sedang dibohongi olehnya baru saja bangun dari tidur panjang selama seminggu.
Ya, benar. Elle tak sadarkan diri selama seminggu.
Martha dan orang tuanya juga tahu tetapi Zale mengancam mereka agar tutup mulut. Tak ingin membuat Elle lebih banyak pikiran saat bangun nanti. Walau tahu cepat atau lambat menyimpan bangkai pasti baunya tercium juga.
Setelah Tabib keluar, Zale mendekati sisi ranjang. Mengusap lembut puncak kepala Elle dan mengatakan keputusan besar yang telah diambilnya matang.
"Aku akan kembali ke istana dan bicara dengan kakakku. Aku akan menepati janjiku padamu."
"Kau serius?"
Zale mengangguk. "Aku ingin memukul wajahnya sampai babak belur."
"Terdengar seperti kau sekarang." Cibir Elle merotasikan bola matanya malas.
Tidak mengatakan apa-apa lagi, Zale menggendong Elle dengan hati-hati. Saat gadis itu bertanya mau dibawa kemana, Zale akan jawab 'kemana lagi kalau bukan mendatangi Elias untuk memukul wajahnya sampai bengkak dan mencongkel matanya sampai keluar?' secara sarkas.
Diluar rumah Martha, kereta kuda istana Minar sudah menunggu. Zale membawa Elle masuk ke dalam dengan hati-hati dibantu oleh Marta yang membukakan gorden pintu masuk untuk keduanya.
Lalu Martha berdiri di samping orang tuanya dan melambai ke arah Elle yang juga melakukan hal sama dari jendela sambil tersenyum.
"Aku akan merindukan mereka." Gumam Elle didengar jelas oleh Zale, mereka duduk bersebelahan.
Merasa ada yang janggal, Elle berbalik dan mendongak pada Zale di sebelahnya. "Bukankah keputusanmu terasa agak aneh?" ia menyipitkan mata penuh curiga. "Kenapa aku merasa seperti aku melewatkan banyak waktu?"
"Karena kau lelah dan sakit." Jawab Zale seadanya. "Itu sebabnya kau merasa seperti habis tidur panjang, kan?"
"Yaaa!" Elle mengangguk, dua matanya berbinar antusias. "Aku merasa seperti sudah tidur cukup lama, rasanya tidak segar tapi aku lumayan senang kau mau kembali hidup di istana. Kau tahu... sulit bagiku hidup diluar sini, tapi tidak sulit jika tidak ada kau."
"Aku ingat kesepakatannya." Dehem Zale setelah mengatakan itu. "Saat sampai di istana, kau dibebaskan dari segala ikatan apapun denganku."
"Dan gajiku." Elle meminta dengan tangan terulur. "Aku butuh banyak uang untuk memperbaiki mental dan kejiwaanku."
KAMU SEDANG MEMBACA
39th
Fantasy"Jangan pernah berpikir kau bisa lari dariku, tak akan terjadi sekalipun dalam mimpi." ~ Zale Mitnar, pria brengsek yang mengambil satu gadis dari tiap provinsi di Minar untuk dijadikan 'wanitanya' selama sebulan sebelum akhirnya ia bunuh. Timeline...