5 | Bedroom

11K 874 57
                                    

"Yang Mulia, aku penasaran..."

Carmen membuka percakapan setelah sekian lama hening usai aktivitas panas mereka yang berlangsung nyaris seharian berakhir.

Disisinya terdapat Zale yang berbaring menatap langit-langit dengan kedua tangan terlipat di belakang kepala.

"Mengapa aku dilarang pergi keluar seharian ini?" Sambil mengerucutkan bibir Carmen bertanya. "Biasanya kau membebaskanku."

"Karena aku merindukanmu?" Zale menanggapi dengan nada bertanya juga lalu dia terkekeh geli. "Ya, karena aku merindukanmu. Aku ingin khusus hari ini kau bersamaku, disisiku."

"Apa itu artinya Yang Mulia telah jatuh cinta padaku?"

"Masih kurang jelas?"

Balasan Zale sukses membuat pipi Carmen bersemu merah, ia malu. Diawal kesepakatan Carmen masih ingat, dia hanya perlu membuat Sang Raja jatuh cinta lalu setelahnya beri ucapan selamat datang pada hidup mewah sampai tua.

"Aku pun sangat menyukai Yang Mulia." Ungkap Carmen jujur, lagipula Zale itu sangat tampan dan titlenya sebagai Raja seluruh wilayah Minar sudah cukup membuatnya jadi perempuan paling bahagia dan tercukupi tanpa tahu kalau kisah hidupnya akan segera berakhir.

"Apa artinya kita akan segera menikah?"

Tidak ada sahutan, Carmen merasa canggung. "Mm, maafkan aku. Aku hanya... terlalu bersemangat hehe."

"Kau sangat ingin kunikahi?" Zale bertanya sembari menolehkan wajahnya ke arah Carmen dan mengusap sisi wajah gadis itu.

"Aku ingin bersamamu seumur hidupku, Yang Mulia. Kalau kau menawarkan pernikahan tentu saja jawaban dariku 'ya' tanpa ragu."

Carmen tersenyum senang. "Apakah Yang Mulia sungguh akan melamarku?"

"Tergantung padamu." Jawab Zale ambigu.

"Maksudnya?" kening Carmen mengerut, penuh oleh tanda tanya.

Gadis itu beranjak mengubah posisi berbaringnya jadi telungkup namun tetap memandang takjub ke arah Zale.

"Yang Mulia, aku tidak mengerti."

Tangan berjemari panjang milik Zale jatuh diatas kepala Carmen, turun menuju pipi, dan berakhir di sisi leher gadis itu. Mencengkramnya lembut perlahan-lahan.

"Ayo lakukan sekali lagi," ajak pria itu lembut. "Baru setelah itu kuputuskan tanggal pernikahan kita."

"Yang Mulia yakin? Gadis itu sedang tidak disini untuk menyaksikan kita seperti tadi pagi." Komentar Carmen, mengingat Zale pernah bilang akan lebih bergairah kalau melakukan itu sambil disaksikan oleh orang lain dan tadi pagi Elle telah dijadikan kambing hitam saat ronde pertama.

"Kau meragukan ketangguhanku, Carmen?" cetus Zale to the point.

Carmen menggeleng. "Bukan begitu, Yang Mulia salah paham." Ia mencoba untuk membela diri. "Hanya saja biasanya kan sambil disaksikan oleh orang lain. Aku takut itu akan mengubah sensasinya."

"Jangan khawatir." Sambil berkata demikian, Zale meletakkan ibu jarinya menekan bibir bawah Carmen lalu gadis itu segera menghisapnya sebentar.

"Malam ini kau akan melihatku yang sebenarnya, Carmen." Bisik Zale tepat di telinga gadis itu.

Sontak saja hal tersebut sukses membuat seluruh bulu kuduk Carmen berdiri, tubuhnya menegang sebagai bentuk reaksi normal dari perempuan terangsang.

"Aku sangat penasaran..." katanya mulai membelai surai putih salju Zale.

"Kuharap Yang Mulia segera tunjukkan seperti apa itu." Carmen menambahkan lalu memeluk kepala Zale dalam upaya menggoda pria itu lebih banyak, tak lupa Carmen juga mendaratkan kecupan-kecupan nakal di pipi Zale sebelum menarik diri pura-pura jual mahal.

39thTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang