29 | Koi No Yokan

5.2K 671 152
                                    


Pintu rumah diketuk brutal pagi-pagi, Baron Mclouis dan istrinya--Vivian terbangun seketika. Mereka kompak melihat ke arah jam besar yang ada di kamar, baru pukul lima pagi.

Siapa yang datang sepagi ini?

"Apa itu temanmu?" Masih dengan wajah kantuk, Vivian menanyai suaminya yang baru saja menguap.

"Aku tidak pernah buat janji dengan siapapun sepagi ini." Mclouis menjawab seadanya, ia bukan tipe orang yang terlalu tepat waktu.

"Lalu siapa?"

"Abaikan saja." Titahnya pada Sang istri.

Daripada mengecek siapa yang datang, Vivian memilih patuh dan kembali berbaring. Siap untuk melanjutkan tidur dan bangun satu sampai dua jam lagi jika bayinya tidak lebih dulu menangis. Sulit baginya tidur di malam hari.

Di teras depan kediaman mereka, beberapa prajurit Minar bersama seorang ksatria masih menunggu respon dari dalam. Mereka dapat perintah dari Zale untuk menangkap Baron Mclouis sebab sampai hari ini pria itu belum memberikan bukti bahwa permintaan sejumlah dana untuk perbaikan ulang beberapa tempat di Libie secara berlebihan bukanlah kesengajaan.

"Lama sekali. Apa semua orang di dalam sudah mati?" Jengkel Miro mengomel. "Gara-gara Sepehr turun pangkat, aku jadi harus berpergian menjemput orang-orang ini."

Miro menoleh pada prajurit di belakangnya dengan wajah penuh kekesalan. "Kalian tunggu apa?"

"DOBRAK!!!"

Kelopak mata Vivian yang baru terpejam langsung terbuka segar saat mendengar suara pintu depan rumahnya dibuka paksa. Menimbulkan suara keras benda yang dibanting, pasti itu bagian dari pintu.

"Suamiku," Vivian menggoyangkan lengan suaminya panik. "Seseorang merusak pintu rumah!"

"Ha? Siapa?" Mclouis mengucek mata, mencoba menyeimbangkan nyawa dan tubuhnya.

Belum sempat ia lakukan itu, beberapa prajurit menodongkan pedang ke arahnya. Miro dan pasukannya berhasil menerobos kamar dan meringkus Mclouis.

"Apa yang terjadi?" Vivian menahan pergelangan tangan Miro. "Tuan, mengapa kalian membawa suamiku?"

"Ini perintah Yang Mulia." Miro melirik sinis ke arah tangannya yang dipegang lalu menepis Vivian kasar.

"Berkemaslah dan tinggalkan rumah ini, masa kejayaan suamimu sudah berakhir." Tambahnya sempat mengolok sebelum pergi.

Vivian sedih, ia menghampiri ranjang bayinya dan menggendongnya lalu melangkah cepat ke arah balkon untuk melihat suaminya yang baru saja dimasukan ke dalam kereta kuda dengan penjagaan ketat lalu dibawa pergi begitu saja.

Jika ucapan ksatria tadi benar, maka Vivian harus segera mencari tempat tinggal untuk sementara waktu.

Takut kalau dirinya dituduh terlibat atas kasus yang suaminya lakukan, meski Vivian sendiri yakin kalau Mclouis tidak seperti itu.

Dan alasannya setuju menikah dengan Mclouis karena pria itu dapat diandalkan, bertanggungjawab, dan bisa memutuskan tempat kencan untuk mereka. Hal paling dasar yang tidak pernah bisa dilakukan oleh mantan kekasihnya, tetapi sekarang Vivian butuh bantuan dari pria itu.

Berbekal uang dan perhiasan yang dimasukan ke dalam kantong kain, Vivian membawa bayinya pergi ke ibu kota. Minar, tempat dimana ayah dan mantan kekasihnya tinggal. Namun, mustahil bagi Vivian meminta tempat tinggal sementara pada ayahnya jadi opsi terakhir yang ia miliki adalah Sepehr.

"Sshhh... Tidurlah yang nyenyak, anakku. Aku akan membawamu ke tempat aman, ya?" Bisik Vivian pada bayi dalam gendongannya.

**

39thTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang