Tekad

67 7 11
                                    

Tomioka Giyuu yang sudah memakai tasnya pamit pada rekan-rekan sesama guru di ruangan tersebut. Dengan langkah yang tidak terburu-buru, ia berjalan menuju halte bis yang jaraknya tidak terlalu jauh dari sekolah. Hari ini ia tidak membawa motor kesayangannya, karena motornya sedang bermasalah

Sampai di halte, ia hanya duduk merenung memikirkan Shinobu. Rasanya, ia ingin sekali langsung datang ke hadapan orang tua gadis itu dan bilang kalau laki-laki yang akan menjadi tunangan Shinobu adalah iblis yang membunuh anak mereka di masa lalu, tapi itu tidak mungkin. Ia bisa dianggap gila nanti

Kenapa? Kenapa di saat ia sudah terlahir kembali untuk bersama dengannya adalah hal yang sulit? Kenapa lagi-lagi ada tembok besar yang menghalanginya untuk bersama gadis yang ia cintai? Bahkan sekarang untuk bersama Shinobu terasa sulit karena keluarga dan iblis brengsek itu. Apakah perannya membantu membunuh raja iblis di masa lalu tidak dihitung sebagai kebaikan?

Giyuu menepis pemikiran itu dari kepalanya. Seharusnya ia bersyukur karena diberi kesempatan hidup lagi. Pemuda dengan jaket berwarna abu abu tersebut mengepalkan kedua tangannya erat. Sudah cukup di masa lalu mereka tidak dapat bersama karena kematian gadis itu. Ia tidak mau merasakan hal itu lagi. Tidak akan mau dan tidak akan lagi. Ia tidak akan membiarkan hal apapun merusak keinginannya

Satu-satunya hal yang ingin ia lakukan adalah bersama dengan gadis yang ia cintai tanpa perlu merasa takut akan ancaman iblis. Ia ingin menghabiskan sisa hidupnya bersama gadis itu di kehidupan yang damai ini

.
.
.

Shimizu Sayuri yang sedang berjalan santai seraya bernyanyi kecil tentang lagu dari band yang disukainya mendadak terdiam melihat rekan kerjanya yang merenung seperti orang bodoh. Sayuri tidak akan menampik kalau ada yang bilang jika Giyuu adalah pemuda yang tampan. Iya, dia tampan. Sangat tampan. Namun, jika Giyuu sedang merenung seperti itu wajahnya seperti orang bodoh

"Tampang bodohnya tidak berubah bahkan setelah ratusan tahun" batinnya heran

Ia berjalan menghampiri rekannya tersebut. Bahkan setelah berdiri di sampingnya pun, pemuda itu tidak juga menyadari kehadirannya

Menghela nafas seraya menepuk sedikit keras bahu pemuda di sampingnya

"Tomioka-san, kau baik-baik saja?" tanyanya lembut

.
.
.

"Tomioka-san, kau baik-baik saja?" tanya seseorang pada Giyuu

Suaranya terdengar tidak asing dan ketika pemuda itu menoleh, ia melihat wanita yang sangat dikenalinya

"Oh, ya. Aku baik," jawabnya datar

Angin berhembus sangat kencang ketika Sayuri ingin melangkah mundur. Tanpa sengaja sepatunya menginjak daun dan membuat tubuhnya hampir saja menyentuh jalan raya, jika saja Giyuu tidak segera menangkap tubuhnya dengan cepat

Giyuu yang melihat Sayuri hampir terjatuh segera berdiri dan menangkap pinggang rekannya itu. Sayuri reflek berpegangan pada leher Giyuu untuk menahan tubuhnya. Mereka bertatapan sejenak karena sama-sama terkejut dengan wajah Sayuri yang memerah karena malu bersikap ceroboh, sedangkan Giyuu menatap rekannya dengan wajah yang kembali datar

Tanpa mereka sadari bahwa kejadian itu dilihat oleh seseorang yang sangat mereka kenal, terutama Tomioka Giyuu. Seseorang itu langsung berlari menjauh dari Giyuu dan Sayuri tanpa menoleh untuk terakhir kalinya

"Oh maaf dan terima kasih, Tomioka-san!," ujar Sayuri seraya melepaskan pegangan tangannya

Giyuu pun melakukan hal yang sama, "bukan masalah. Hati-hati"

Sayuri yang berusaha untuk menghilangkan kecanggungan itu mencoba mencairkan suasana dengan basa-basi

"Sepertinya badai akan segera datang. Semoga saja tidak parah dan tidak terlalu lama"

Giyuu tidak membalas dengan kata-kata dan hanya mengangguk. Kini kepalanya penuh kembali oleh Shinobu. Sayuri hanya meliriknya kemudian tersenyum

"Ne, Tomioka-san, bagaimana dengan tunangan Shinobu-chan? Apa kau sudah bertemu dengannya?"

Dilihat dari ekspresi kemarahan yang tidak secara jelas ditunjukkan oleh Giyuu, tetapi tetap terbaca oleh Sayuri. Gadis itu tahu kalau Giyuu pasti sudah bertemu dengannya

Diam-diam Sayuri bersyukur bahwa kisah cintanya tidak serumit suami di masa lalunya itu

"Hn, dia datang ke sekolah beberapa waktu lalu untuk menjemput Shinobu," ujar Giyuu dengan nada tenang

"Oh begitu. Aku berpapasan dengannya ketika ingin pergi ke gerbang. Dia pemuda yang tinggi dan tampan sekali. Warna matanya indah," ujar Sayuri dengan tatapan berbinar

Giyuu menatap malas gadis yang berprofesi sama seperti dirinya itu. Seandainya gadis ini tahu bahwa pemuda yang ia puji itu dulunya adalah iblis bulan atas dua sekaligus iblis yang membunuh rekan serta muridnya. Apa ia masih mau memuji pemuda itu?

"Jangan kalah, Tomioka-san. Walaupun dia sangat tampan dan lebih tinggi dari mu. Ku pikir kau lebih baik untuk Shinobu-chan. Kau pasti bisa mendapatkannya," ujar Sayuri memberikan semangat pada Giyuu agar pemuda itu tidak menunjukkan tampang bodohnya

"Ah bisnya sudah datang. Aku duluan ya, Tomioka-san. Sampai jumpa,"

Belum sempat Giyuu membalas, gadis itu sudah masuk lebih dulu dan bis itu pergi meninggalkannya sendirian

Giyuu menghela nafas. Pandangannya mengarah ke depan dengan tajam dan dingin. Ia tahu apa yang akan ia lakukan setelah ini

.
.
.

Kediaman kupu-kupu

Shinobu kembali ke rumahnya dengan perasaan campur aduk. Ia bahkan tidak mempedulikan sapaan dari adik-adiknya dan bergegas menuju kamar

Kanao dan Aoi bertatapan dan saling mengangkat bahu seraya menggeleng karena sama-sama tidak tahu apa yang terjadi pada kakak sepupu mereka yang cantik itu

"Nanti saja kita tanya ke Kanae-neesan," kata Aoi

Kanao hanya mengangguk dan lanjut chatting-an dengan Tanjiro. Cieeee..

Sedangkan, Aoi sedang sibuk memarahi Inosuke di telepon. Acieeeee..

FYI, Tanjiro satu klub sama Kanao jadi mereka bisa dekat. Sedangkan Aoi bisa kenal Inosuke karena dikenalin sama Tanjiro.

.
.
.

Kamar Shinobu

Shinobu menangis dalam diam. Rasanya ia kecewa, sedih, dan marah sekali. Rasanya juga menyakitkan. Tapi, perasaan marah itu lebih besar ke dirinya sendiri karena bagaimana bisa ia berharap pada gurunya itu. Ia mengusap kasar wajahnya yang basah oleh air mata

"Aku akan melupakanmu, sensei. Aku pasti akan melupakanmu"









To be continued

One More TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang