part 72

4 1 0
                                    

Sementara itu, Maru dan Fiara terus menggali informasi tentang kecelakaan Sandrina. Mereka mulai berbicara dengan beberapa siswa lain yang mungkin berada di sekitar saat insiden terjadi. Namun, sebagian besar dari mereka tampak takut dan enggan memberikan informasi.

“Hampir semua orang merasa terintimidasi oleh RAFANIEL,” kata Fiara saat mereka berbincang di taman sekolah. “Mereka tidak ingin terlibat, apalagi melawan Zavier.”

Maru merasa frustrasi. “Kita butuh bukti yang lebih konkret. Jika kita bisa mendapatkan kesaksian dari seseorang yang berani melawan mereka, kita bisa membuat perubahan.”

Tiba-tiba, mereka melihat seorang siswa bernama Raihan, yang dikenal sebagai orang yang berani melawan geng di sekolah. Dia biasanya terlihat bersikap acuh tak acuh terhadap orang-orang yang mengganggunya. Maru dan Fiara saling bertukar pandang, merasa ini adalah kesempatan yang harus mereka ambil.

“Mari kita coba bicara dengannya,” saran Maru, melangkah menghampiri Raihan.

“Raihan, bisa kita bicara sebentar?” panggil Fiara.

Raihan menoleh dan menghentikan langkahnya. “Ada apa? Kalian butuh sesuatu?” tanyanya, terlihat skeptis.

“Kami butuh bantuanmu,” kata Maru dengan tegas. “Kamu tahu tentang insiden Sandrina, kan? Kami ingin tahu apakah kamu melihat atau mendengar sesuatu yang mencurigakan.”

Raihan menatap mereka sejenak, tampak ragu. “Kenapa aku harus membantu kalian? RAFANIEL bukan lawan yang mudah.”

“Kami bukan berusaha melawan mereka sendirian,” jawab Fiara. “Kami hanya ingin mencari kebenaran untuk Sandrina.”

Setelah beberapa saat berpikir, Raihan akhirnya mengangguk. “Baiklah, tapi kita harus berbicara di tempat yang lebih aman. Aku tidak ingin terlibat lebih jauh jika ada yang melihat.”

Mereka mengatur pertemuan di suatu tempat yang sepi di belakang sekolah, jauh dari pandangan anggota geng. Saat mereka berkumpul, Raihan mulai berbagi apa yang dia tahu.

“Aku melihat apa yang terjadi pada hari kecelakaan itu,” katanya, suara serius. “Aku di sana, dan aku melihat Sandrina berlari ke arah jalan ketika kalian berdua berdebat. Kalian berdua tidak menyadari bahwa dia mengambil kalung kalian.”

Maru dan Fiara saling berpandangan, teringat momen itu. “Jadi, kamu melihatnya?” tanya Maru.

“Ya. Dan saat dia berusaha mengambil kalung itu, sebuah truk datang dengan kecepatan tinggi,” lanjut Raihan. “Aku berteriak, tetapi sudah terlambat.”

Air mata menggenang di mata Maru mendengar penjelasan itu. “Kami tidak tahu. Kami… kami hanya berdebat dan tidak menyadari apa yang terjadi.”

Raihan mengangguk. “Aku tahu itu. Tapi setelah insiden itu, aku melihat Zavier dan beberapa anggotanya berdiskusi, seolah mereka membahas apa yang harus dilakukan. Aku yakin mereka terlibat dalam kejadian ini.”

“Terlibat dalam arti bagaimana?” tanya Fiara, khawatir.

“Mereka tampaknya tahu sesuatu yang lebih dari apa yang terjadi. Zavier bahkan mengatakan, ‘Kadang kita harus mengorbankan satu untuk melindungi yang lain,’” jawab Raihan dengan suara pelan.

Maru merasa darahnya mendidih. “Mereka membunuh Sandrina untuk melindungi diri mereka sendiri?”

Raihan menatapnya dengan serius. “Itulah kesan yang aku dapat. Jika kita ingin mencari kebenaran, kita perlu bukti konkret dan saksi. Dan kita harus bergerak cepat sebelum mereka menyadari kita menyelidiki.”

Bersambungggg

Maru [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang