TAMAT

4 1 0
                                    

Hari yang ditunggu-tunggu tiba. Mereka merencanakan untuk mengadakan pertemuan di aula sekolah, di mana mereka akan mengungkapkan semua bukti yang mereka kumpulkan kepada seluruh siswa dan pihak sekolah. Maru, Diva, dan Fiara merasa campur aduk antara antusiasme dan kecemasan.

“Jika kita melakukan ini, tidak ada jalan kembali,” kata Fiara, berusaha menenangkan diri.

“Ya, tapi kita harus melakukannya. Ini untuk Sandrina dan untuk semua orang yang menderita karena geng ini,” jawab Maru, bertekad.

Ketiganya berdiri di depan aula, menyaksikan siswa-siswa berkumpul. Saat semua orang duduk, Maru menghirup napas dalam-dalam dan mulai berbicara.

“Terima kasih semua telah datang. Kita semua tahu apa yang terjadi di sekolah ini. Kami di sini untuk berbicara tentang kebenaran dan keadilan,” katanya dengan suara tegas.

Diva kemudian maju dan mulai menunjukkan bukti yang telah mereka kumpulkan, termasuk rekaman video dan kesaksian dari siswa-siswa yang berani berbicara. Suasana di aula menjadi tegang saat mereka mengungkapkan kebobrokan yang terjadi di tangan Zavier dan gengnya.

“Zavier telah menggunakan kekuatannya untuk menindas kami. Tapi kami tidak akan lagi tinggal diam!” lanjut Diva.

Saat mereka menjelaskan bukti-bukti tersebut, suasana mulai berubah. Banyak siswa yang terdorong untuk berbicara, menceritakan pengalaman mereka dan menyatakan dukungan untuk mengakhiri tindakan Zavier.

Di sudut aula, Zavier dan anggota gengnya mendengarkan dengan marah. Zavier berdiri dan mencoba membela diri. “Kalian semua hanya mendengar satu sisi cerita! Aku tidak melakukan apa pun yang salah!”

Namun, teriakan dari siswa-siswa lain semakin keras. “Kami tidak mau hidup dalam ketakutan lagi!”

Dengan dorongan keberanian yang baru, Maru berani menyuruh Zavier untuk menghadapi semua tuduhan di hadapan seluruh siswa dan staf. “Kami tidak takut padamu, Zavier! Kamu harus bertanggung jawab atas tindakanmu!”

Zavier terlihat semakin marah, dan dalam satu momen, dia mencoba menyerang Maru. Tapi, sebelum dia bisa bergerak, Raihan, yang sudah menunggu, maju dan berdiri di depan Maru. “Kau tidak akan mengancam kami lagi, Zavier. Ini sudah cukup!”

Keberanian Raihan memicu sorakan dari siswa-siswa lain, yang kini bersatu melawan Zavier dan gengnya. Dalam kebingungan dan kemarahan, Zavier dan anggota gengnya mundur, menyadari bahwa mereka telah kehilangan kekuasaan yang pernah mereka miliki.

*****

Setelah pertemuan itu, pihak sekolah mulai mengambil tindakan. Mereka memanggil pihak berwajib untuk menyelidiki semua laporan dan bukti yang telah disampaikan oleh Maru dan kelompoknya. Zavier dan beberapa anggota gengnya dihadapkan pada konsekuensi hukum, dan kekuasaan mereka di sekolah pun runtuh.

Maru, Diva, dan Fiara merasa lega. Misi mereka untuk menegakkan kebenaran dan keadilan telah berhasil.

Namun, masih ada rasa hampa yang mengganjal di hati mereka. Maru teringat akan Sandrina dan semua siswa yang tidak berani bersuara. “Kita harus tetap bersama dan saling mendukung,” kata Maru saat mereka berkumpul di taman sekolah setelah peristiwa tersebut. “Ini adalah awal baru bagi kita semua.”

Diva mengangguk. “Kita sudah menunjukkan bahwa kita bisa bersatu. Kita harus terus melakukannya, tidak hanya untuk diri kita, tetapi untuk orang lain juga.”

Fiara tersenyum lebar. “Mari kita buat perubahan positif di sekolah ini, dan pastikan semua orang merasa aman.”

Mereka bertiga saling berpelukan, penuh harapan dan tekad untuk masa depan. Momen itu bukan hanya tentang kemenangan melawan ketidakadilan, tetapi juga tentang kekuatan persahabatan dan solidaritas yang telah membawa mereka sampai di sini.

Dengan semangat baru dan dukungan satu sama lain, mereka bersiap untuk melanjutkan hidup di sekolah yang lebih baik. Maru merasa yakin bahwa, meskipun banyak tantangan di depan, mereka akan selalu memiliki satu sama lain dan akan terus berjuang untuk keadilan.

TAMAT

Maru [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang