47

11 0 0
                                    

Sensitif

Aroma nafas Xie Hengyu memenuhi dirinya.

Dalam pandangan matanya yang buram, hanya ada Xie Hengyu seorang yang tersisa.

Xie Xia menerima ciuman Xie Hengyu dengan sikap pasif. Tidak seperti terakhir kali, saat anjing kecil ini menggigitnya dengan marah, ciumannya kali ini lembut, lama dan menghanyutkan.

Pada titik ini otaknya seperti berhenti bekerja, benaknya hanya dipenuhi satu pikiran ___

Jadi seperti ini rasanya dicium?

Cuping telinganya semerah darah, tubuhnya lunglai, ia bahkan lupa caranya bernafas.

Perasaan aneh menyebar diam-diam di dalam hatinya. Ia tidak bisa mendefinisikan perasaan itu, tapi rasanya sangat aneh, seolah baru kali ini ia merasakannya. Ini seperti ada benih yang tertanam di hatinya, ketika benih menembus tanah, dahan dan daunnya terentang lembut, bergoyang pelan menyapu dirinya, menggelitik hatinya, membuatnya gatal.

Pak Dosen Xia belum pernah mengalami perasaan ini selama 35 tahun hidupnya. Setelah bekerja keras seumur hidup, ia akhirnya menemukan celah pada pintu yang tertutup, yang membuatnya merasa sudah hidup sia-sia, mungkin seorang Xie Hengyu, yang masih mahasiswa berumur 20 tahunan, tidak mengerti apa hal semacam ini.

Ia ditekan ke dinding, diciumi lagi dan lagi untuk waktu yang lama, ujung lembut lidah pihak lain menyusup dalam rongga mulutnya, mendominasi dengan nafas penuh agresi. Xie Xia merasa dirinya dijarah dan dikuasai, membuat setiap sendi dan tulangnya melemah, tubuhnya kehilangan kekuatan untuk melawan.

Saat ia nyaris kehabisan tenaga, Xie Hengyu akhirnya melepaskannya. Pria muda ini berbisik di telinganya dengan suara rendah dan berat yang dibungkus hasrat berbeda, "Berhentilah menganggapku anak kecil, Xie Xia."

Saat mendengar Xie Hengyu tidak memanggilnya Paman, melainkan langsung namanya, Xie Xia gemetaran sekujur badan, seolah-olah ada aliran listrik menyambarnya dari kepala sampai ujung kaki. Ia begitu kewalahan sampai membungkuk lalu memegangi lututnya dengan nafas satu-satu, "Kau....ini ... sangat keterlaluan...."

"Tidak keterlaluan..." Xie Hengyu ikut membungkuk, dengan sengaja menyamakan posisi mata dengannya, "Ini hanya sebuah ciuman. Paman pasti belum pernah punya kekasih."

Xie Xia menggosok-gosok sudut mulutnya cukup lama sambil mengatur napas, lalu ia memelototi bocah di depannya, "Kau bicara apa?"

"Bukan apa-apa."

"Lalu, kenapa kau sendiri begitu piawai?"

"Mungkin, aku otodidak?"

Xie Xia menarik nafas dalam-dalam sebelum akhirnya berdiri, benaknya masih kalut, pikiran bahwa ia telah 'dicium oleh keponakan' dan 'dicium murid' bergantian seliweran berulang kali, memunculkan perasaan aneh juga janggal.

Namun kalau murni hanya.... 'dicium Hengyu' ... sepertinya... lebih mudah untuk diterima.

"Maukah Paman mencobanya denganku?" Xie Hengyu kembali membujuk, "Kalau Paman canggung karena aku adalah keponakanmu, maka jangan perlakukan aku sebagai keponakanmu, aku pun tidak akan memperlakukan Paman sebagai pamanku. Anggaplah kita hanya dua orang yang saling kenal satu sama lain. Bisakah ini mengurangi beban psikologismu?'

Xie Xia menatapnya sambil menjawab dalam hati ___ kau tidak tahu apa apa bocah nakal. Sekarang ini kunci permasalahannya bukan cuma paman dan keponakan, tapi juga karena selama ini ia memperhatikan dan menyayangi bocah tengik ini selayaknya seorang murid. Prinsipnya tidak bisa menerima hubungan romantis antar guru dan murid.

Meskipun saat ini dirinya sama sekali bukan seorang guru lagi, dan Xie Hengyu bukan muridnya, namun etika profesional sudah mengakar kuat di dirinya dan tidak mudah dibuang begitu saja dalam waktu singkat.

||TAMAT|| ANTAGONIS PENYAKITAN ENGGAN KERJA KERAS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang