three

1.2K 167 27
                                    

Pagi-pagi sekali Hanafi sudah terbangun dari tidur lelapnya, si manis lantas meregangkan otot-ototnya sejenak sebelum beranjak bangun dari kasur kesayangannya yang ia beri nama Anya. Entah apa yang ada di pikiran pemuda wibu tersebut hingga memberikan kasurnya nama salah satu karakter anime yang sering ia tonton.

Han membuka tabletnya yang tergeletak di atas nakas tepat si sebelah kasurnya untuk melihat jadwalnya dan apa saja yang perlu ia lakukan hari ini, di laman tugasnya di sana tercatat bahwa ia memiliki jadwal kelas hari ini dari pagi hingga ke sore. Sepertinya ini akan menjadi hari yang melelahkan.

Han menyimpan kembali tabletnya lalu mulai bersiap untuk menjalani hari yang melelahkan ini. Mulai dari mandi, sarapan, hingga bersiap pergi ia lakukan sambil bernyanyi ria. Meskipun terkadang sepi yang ia rasakan hingga sesekali membuatnya merindukan rumah tetapi Han tetap bersyukur atas hidupnya yang saat ini cenderung kosong.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi menandakan ada pesan masuk, sebab penasaran Han langsung menggapai ponselnya sembari memilih pakaian yang akan ia kenakan ke kampus hari ini.

+2 notification from kating ganteng.

Dengan cepat ia membuka isi pesan tersebut dan mengetikkan balasannya juga.

kating ganteng

| mobil lu kelarnya sore
| ngampus bareng siapa?

oke kak, thanks infonya |
sendiri kak |

| jam?

set jam lagi |

| ok, gua jemput nanti

EH GA USAH KAK GAPAPA |
GUA BISA SENDIRI |

| 20 menit lagi gua otw
| jangan dibales

Merasa sedikit kesal, Hanafi melempar ponselnya sembarang arah ke kasur. Rano terus saja bersikap semaunya meskipun Han terus menolak. Meskipun ia berniat baik tetapi Han semakin merasa tidak enak dan merepotkan. "Ih! ngeselin amat si. Baru kenal juga, gua getok juga tu gigi." geramnya.

Dengan sisa-sisa rasa kesal di hati, Hanafi kembali melanjutkan kegiatannya yaitu mencari pakaian.

Di sisi lain Rano mengambil tangkapan layar chatan antar dirinya dan Hanafi lalu mengirimkannya ke grup budak webe dengan bangga memamerkan bahwa ternyata mendekati Hanafi sama mudahnya dengan mendekati wanita biasa. Dan setelahnya notif ponselnya berbunyi berkali-kali menandakan ada pesan bertubi-tubi dari grup tersebut. Sudah pasti itu reaksi dari Haje yang memang tipikal orang yang heboh dan dramatis.

Sembari menunggu jarum jam bergerak menuju menit yang ia tetapkan untuk menjemput Hanafi, Rano memutuskan untuk melakukan video call dengan pacarnya—entah yang ke berapa—Raissa.

"Halo sayang, udah sarapan belom? mau aku go-foodin?"

-

"Sorry agak lama, macet tadi." ujar Rano kala sampai di depan kost Hanafi, tidak lupa membukakan pintu mobil untuk si manis yang terlihat sedikit cemberut. Hanafi mengangguk sekilas sebelum masuk dan duduk manis di dalam mobil hitam pekat milik Rano yang dipenuhi oleh wangi maskulin dari pemuda itu.

"Kenapa cemberut mulu, sih?" tanya Rano saat ia sudah berada di dalam mobil yang sama tepat di sebelah Hanafi. "Gua ga suka orang yang ngelakuin sesuatu sesuka hati kaya lu, kak. Ya gua tau niat lu baik tapi lu bener-bener ga mau dengerin gua, kita bukan siapa-siapa, jadi mending lu belajar menghargai orang lain, ga semua harus ngikutin apa mau lu." balas Hanafi tegas dan langsung menyerang Rano yang kini terdiam membisu.

Ternyata Hanafi tidak seperti apa yang Rano kira. Mendengar itu Rano mengangguk pelan dan menatap manik si manis sebelum menjawab, "Maaf." lalu kembali terdiam.

"Jadi, sekarang lu mau gua anter ke kampus atau gimana?" tanya pemuda scorpio tersebut. Hanafi menghela nafasnya, "Iya, anterin ke kampus. Abis urusan mobil gua selesai gua balikin duit lu ya, kak." balas Hanafi yang masih menatap lekat jalanan di hadapannya. Rano hendak menolak tapi ia mengurungkan niatnya kala Hanafi menatapnya tajam.

"Iya." balasnya singkat sebelum fokus menyetir membawa dirinya dan Hanafi ke kampus.

Perjalanan itu memakan waktu lima belas menit dan setengah dari waktu itu juga mereka saling diam. Sesekali Rano melirik ke samping melihat Hanafi yang terfokus pada ponsel di genggamannya. Rano tidak suka keadaan ini, ini terlalu canggung untuknya, lantas ia berdeham untuk memecah kecanggungan.

"Nanti sore mau gua temenin ambil mobil apa dianter sama orangnya aja?" tanya Rano membuka topik. Hanafi menoleh dan tampak berpikir, "Eum, lu temenin ambil aja deh, kak." jawabnya santai. Rano menoleh cepat mendengar jawabannya, ia kira Hanafi marah padanya ternyata tidak.

"Lu.. bukannya marah sama gua?" tanya Rano lagi namun kali ini sedikit ragu-ragu.

Entah apa yang lucu tetapi Hanafi tertawa mendengarnya, "Engga lah, marah kenapa coba? gua cuma ngingetin lu aja, kak. Jangan kebiasaan egois, sesekali lu harus menghargai orang lain di sekitar lu. Hal ga baik itu jangan dijadiin kebiasaan, ga baik buat lu sendiri dan orang sekitar lu juga, kak." balasnya panjang lebar dengan nada lembut.

Kalimat itu seolah menyentuh hati kecil Rano di dalam sana, ini pertama kalinya orang lain selain Chandra memberikannya nasihat seperti ini. Terkadang sifat Rano merugikan orang lain sebab kebiasaan-kebiasaan buruk yang terbawa hingga kini, bagaimana tidak, ia tidak memiliki orang tua yang membimbing dan mengajarinya banyak hal, jadi ia harus melewati semuanya sendirian serta belajar banyak hal seorang diri.

"Iya, makasih ya. Lain kali kalo mau ngajak lu keluar gua bakal nanya dulu." balasnya dengan tawa ringan di akhir kalimat.

Hanafi menoleh cepat dengan bibir tersenyum lucu, "Lain kali?" tanya si manis. Rano memasang wajah bingungnya, apakah kalimatnya salah? pikirnya. "Iya..? gua mau jadi temen lu, ga boleh?" balasnya dengan nada yang sulit dijelaskan. Hanafi tertawa mendengarnya, dan tawa itu terdengar begitu indah di pendengaran Rano hingga ia pun ikut tertawa, "Boleh kok. Mulai sekarang kita jadi temen ya, kak." ucapnya membuat senyum Rano merekah. Senang mendengarnya.

Semoga saja Rano tidak terlarut dengan senyuman manis pemuda di sebelahnya dan melupakan tujuan awalnya karena demi apapun senyuman itu sulit untuk dilewatkan begitu saja. Terdapat rasa senang yang berbeda hanya dengan menjalin pertemanan dengan adik tingkatnya satu ini.

Sesampainya di parkiran fakultas bahasa dan seni, Hanafi turun terlebih dahulu dari mobil diikuti Rano yang membuat beberapa mahasiswa lain menatap mereka kebingungan. Mereka tidak pernah mengira jika seorang Andrea Hanafi bisa terlihat akrab dengan si bajingan teknik mesin satu itu. Karena jika dinilai dari kepribadian keduanya benar-benar berlawanan.

"Pulangnya mau gua jemput ga?" tawar yang lebih tua. Sebenarnya hari ini Rano memiliki jadwal yang cukup padat mengingat ia memiliki ujian praktikum yang pastinya memakan banyak waktu, terlebih lagi mata kuliahnya hari ini cukup banyak. Tapi jika Hanafi berkenan maka Rano akan menyempatkan waktunya.

"Kayanya gua pulangnya agak maleman deh, kak, soalnya abis kelas siang atau sore nanti gua nyanyi di Mochicafie sampe malem." jawab Hanafi. Berarti keduanya sama-sama memiliki hari yang sibuk, dengan begitu Rano dan Hanafi membuat persetujuan pulang bersama kala kegiatan keduanya telah selesai. Rano akan menjemput Hanafi malam hari nanti, tepat setelah si manis menyelesaikan job bernyanyi nya di cafetaria yang ia sebutkan tadi.

"Ya udah, gua duluan ya, kalo udah tar malem langsung call aja takutnya gua ga liat hp."

"Oke, kak!"

Mobil Hanafi yang sedang diperbaiki seolah terlupakan begitu saja oleh si pemilik, atau mungkin Hanafi sudah terlanjur nyaman berada di mobil Rano? Setelah Hanafi masuk ke gedung fakultasnya, Rano kemudian menyalakan ponselnya dan mendial nomor seseorang.

"Halo, mas, mobil yang kemarin diderek ke bengkel atas nama Zifrano tolong dianter ke alamat saya ya kalo udah kelar. Nanti saya kirimin alamatnya."

-

tbc


BETWEEN US • MINSUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang