twenty one

1K 182 45
                                    

Satu minggu berlalu dengan cepat semenjak Hanafi dan Rano tinggal bersama, juga Rano sudah memberitahukan hal ini kepada teman-temannya. Reaksi teman-temannya sudah pasti heboh dan mengecengi dirinya, namun kali ini Rano tidak terlalu menyangkal seperti sebelumnya. Hal itu pun disadari oleh Chandra yang melihat perubahan respon Rano ketika digoda oleh mereka, ia tidak lagi terlihat denial dan menyangkal keras, hanya satu kalimat andalan yang kerap ia gunakan; "Engga ah, biasa aja kali."

"Gua pengen pindah rumah dah." ucap Haje tiba-tiba di sela obrolan ringan mereka.

Ah ya, omong-omong mereka saat ini sedang berkumpul di ruang tamu kost Hanafi. Si manis itu mengatakan Rano bisa membawa teman-temannya bermain ke sini kapanpun mereka mau, jadi sekalian Rano mengenalkan tempat tinggal barunya. Sedangkan si pemilik kostan tengah sibuk mengisi live music di cafe seperti biasa.

"Tempat lu kenapa emang?" tanya Bernad sembari membuang abu rokoknya ke dalam asbak, Haje menghembuskan asapnya ke atas dan menyesap kopinya nikmat, "Itu tetangga gua sekarang sering berantem laki bini gara-gara lakinya ketahuan selingkuh sama lc, tiap hari berantem gedebak gedebuk barang-barangnya kedengeran sampe kamar gua, mereka yang berantem mental gua yang kena, serasa jadi anak broken home cuy dengerin ortu berantem tiap hari." jelasnya membuat ketiga temannya terbahak.

"Dari dulu udah gua bilang cari tempat tinggal yang adem aja, Je. Jangan di sana, tetangganya pada julit tar lu bawa cewe ke kostan yang heboh satu rt, eh lu nya kekeh mau di sono cuma karna anak pak rt nya mirip Jennie blackpink." balas Chandra membuat Haje menggaruk kepalanya yang tidak gatal disertai cengiran khas nya. "Ya mana gua tau mas Asep bakal selingkuh cok, kalo dia ga selingkuh mah idup gua adem ayem aja, ya minimal jangan sampe ketahuan mbak Ajeng aja gitu." kata Haje dilanjut dengan ia menceritakan kronologi lengkap mengenai kisah Asep dan Ajeng.

"Gimana sih emang bentukan selingkuhan mas Asep, Je? siapa tau Rano kenal, dia kan juga suka main lc." tanya Bernad penasaran setelah Haje selesai menceritakan kisah tersebut pada mereka. "Congor lu sembarangan." seketika Rano menyumpal mulut Bernad menggunakan donat yang menjadi hidangan mereka malam ini karena tidak terima dikatai seperti tadi. "Gua kaga pernah mainan lc ya, jing. Ga sudi gua ama yang begituan." lanjutnya.

Haje terbahak mendengar hal tersebut, "Hahaha anjing, tapi bener cok, nama si selingkuhannya mas Asep itu Cinda, rambutnya pirang udah kaya sapu ijuk, mana behelnya warna ijo rumput lagi. Gua ga ngatain sih ya emang gitu kenyataannya, tapi anunya gede sih, wajar kalo mas Asep suka." ujarnya heboh lengkap dengan tepukan tangan di akhir kalimat.

Chandra menggelengkan kepalanya tidak habis pikir, "Kenal amat lu, Je, ampe merhatiin behelnya segala?" tanya Chandra sambil menatap Haje curiga, sontak Bernad dan Rano ikut bergabung mencurigai Haje. "Jangan-jangan lu juga pernah main ama itu lc, ya?" tanya Rano menodong ujung api rokoknya di hadapan bibir seksi Haje.

"Cok! Kaga anjing, gua cuma pernah liat mas Asep makan bareng si Cinda tengah malem di nasgor langganan gua!" jawabnya lantang. Ayolah meskipun Haje itu buaya darat ia tetap pilih-pilih wanita. Bagaimanapun Haje harus mempertahankan harga dirinya.

"Udah, bacot. Ngaku aja kalo lu-"

"Kak Rano! kenapa Haje nya digituin? bahaya tau, kalo apinya kena bibir beneran gimana?" ucapan Rano terpotong kala Hanafi masuk ke rumah dan terkejut mendapati pemandangan Haje yang tampak tengah dikeroyok warga. Dengan cepat Rano menjauhkan tubuh serta rokoknya dari Haje, "Engga kok, becanda doang." balasnya. Hanafi menghela nafasnya kasar, "Ya becanda juga becanda, Kak, jangan yang bahaya gitu juga kasian Haje nya." omelnya.

"Mampus lu." bisik Haje dengan ekspresi kemenangannya melihat Rano yang diomeli oleh Hanafi.

"Kalian udah pada minum belom?" tanya si manis pada teman-teman Rano. Mereka mengangguk sembari menunjuk kopi yang terletak di atas meja, "Udah kok, Han, Rano udah buatin kita kopi tadi. Ya, walau rasanya agak mirip aer got sih." balas Bernad yang dihadiahi tendangan dari Rano tepat di tulang keringny hingga ia mengaduh kesakitan.

"Hahaha, yaudah deh Kak, gua ke kamar dulu ya mau bersih-bersih." ucap Hanafi sebelum memasuki kamarnya. Diam-diam Bernad memperhatikan kostan Hanafi yang lebih terlihat seperti rumah minimalis, hal yang paling menarik perhatiannya adalah kostan ini hanya memiliki satu buah kamar yang artinya-

"Lu bedua tidur satu kamar, ya?" tanya Bernad. Tanpa ragu Rano mengangguk mantap membuat Bernad, Haje dan Chandra saling lirik melirik dan menatap Rano dengan tatapan mencurigakan. "Gua kaga ngapa-ngapain anjing!" seru Rano yang mengerti isi pikiran ketiga sohibnya tersebut. "Lah, kita mah ga ngomong apa-apa yak." balas Chandra diangguki Haje.

"Gua tau isi otak lu pada!"

"Ya kalo engga mah santai aja, keles."

Rano berdecak malas, ia membuang pandangannya ke arah lain, ke manapun asal tidak menatap mata Haje karna ia yakin pemuda itu akan memaksanya mengakui apa yang ia sembunyikan. "No, coba liat sini." ucap Haje. Rano menolak dengan gelengan, "Nah kan, fix inimah besok kita dapet traktiran. Buruan list lu pada mau apa, udah fix dia kalah." heboh Haje membuat Chandra dan Bernad berseru senang.

"Haje brengsek, ga sejauh itu anjing!"

"Lah, trus sampe mana?!"

"Pengen tau amat lu?!"

"Ya iyalah, inikah menyangkut kita juga."

Rano mengusak surainya kasar, ingin sekali rasanya ia injak leher pemuda satu itu tapi ia yakin Haje akan berteriak memanggil Hanafi lalu ia akan diomeli lagi seperti tadi. "No, jujur aja kali. Kita mana percaya kalo lu kaga ngapa-ngapain, bedua sama Haje di kamar aja lu nempel amat kaya prangko apalagi sama Hanafi." ujar Chandra pelan. Ia sedikit takut jika Hanafi akan mendengar obrolan mereka.

"Ya emang kaga ngapa-ngapain, Chan."

"Serius?"

"Iya."

"Demi apa?"

"..."

Rano terdiam skakmat, dengan itu Chandra tersenyum kecil. "Kita ga akan berisik, No. Kaya sama siapa aja, biasa juga abis ngewe lu pap ke grup." timpal Bernad santai membuat Haje yang sedang menyeruput kopinya pun reflek tersedak. "Anjing juga lu, Ber." umpatnya.

Rano menghela nafas dan memastikan Hanafi masih ada di dalam kamar, "Iya, gua ngapa-ngapain. Tapi ga ngewe juga, sat!" ucapnya jujur. Melihat ekspresi penasaran teman-temannya Rano pun melanjutkan kalimatnya, "Cuma cuddle sama cium ciuman tapi ga kissing."

Haje sontak bertepuk tangan heboh, "Udah gua duga bre, gua liat ni bocah gaada cewe tapi anteng-anteng aja, biasanya kan tantrum kaya jablay." ucapnya. Rano sendiri hanya cengengesan dengan alis yang naik turun tengil. "Ya, gimana lu aja sih, No. Asal jangan mainin anak orang, kita mah tinggal ngelist mau minta apa sama lu."

-

"Temen-temen lu udah lama di sini, Kak?" tanya Hanafi yang sedang mengeringkan rambutnya sehabis mandi. Rano yang sedang duduk di tepi kasur pun mengangguk, "Iya, lumayan. Kenapa ga call gua biar gua jemput pulangnya? malah pake ojek online." balas yang lebih tua.

"Ya gapapa, gua kan ga mau ngerepotin mulu, Kak. Emang kenapa sih?"

"Kalo masih ada gua di sini, libatin gua di semua kegiatan lu." jawab Rano mutlak, sementara itu Hanafi hanya menganggukkan kepalanya dan enggan membantah. "Oke, rambut udah kering. Gua mau tidur sekarang, besok ada kelas pagi." Hanafi merebahkan dirinya di sisi kiri kasur diikuti Rano di sebelahnya.

"Iya, bobo langsung ya. Sini peluk kakak."

Rano menarik pelan pinggang Hanafi agar lebih dekat dengannya, ia peluk erat tubuh si manis sembari mengusap lembut punggungnya yang dilapisi kaus tipis. Sedangkan Hanafi membenamkan wajahnya di dada Rano dan ikut memeluk yang lebih tua. Hal ini sudah menjadi kebiasaan keduanya setiap malam dan juga Hanafi sudah beradaptasi dengan semua reaksi tubuhnya setiap kali melakukan skinship dengan sang kakak tingkat.

Cup.

"Sleep tight, cantik."

-

tbc

BETWEEN US • MINSUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang