"Kak.." panggil Hanafi saat ia memasuki apartemen Rano menggunakan password yang sudah ia hafal di luar kepala. Hanafi masih menggunakan PDH atau Pakaian Dinas Harian lengkap dengan lanyard yang menggantung di lehernya. Membuat kesan mahasiswa aktif semakin menguar dari si manis itu.
Hanafi menenteng beberapa bungkusan makanan untuk Rano seperti apa yang ia katakan sebelumnya, tidak hanya makanan tetapi juga kopi andalan Rano ia bawakan di dalam kresek tentengannya.
Hanafi mencari Rano di setiap sudut apartemen tersebut namun hasilnya nihil, pesannya masih belum terbalas bahkan panggilan darinya tak dihiraukan kakak tingkatnya tersebut. Hanafi bingung, tak biasanya Rano bersikap seperti ini.
Panggilan entah yang ke berapa Hanafi luncurkan untuk yang lebih tua sebab merasa khawatir dan sedikit rasa bersalah, tapi lagi-lagi Rano tak menjawab panggilan darinya. "Ck, kemana sih.." gumannya sambil kembali mendial nomor yang memenuhi riwayat panggilannya itu.
Akhirnya usaha Hanafi tidak sia-sia, Rano mengangkat panggilannya dengan suara yang sedikit tidak jelas. Hanafi mengernyitkan dahinya bingung kala mendengar suara aneh di seberang sana, itu suara wanita yang tengah mendesahkan nama Rano berkali-kali.
"Kak?" ujar si manis.
"Kenapa?" tanya Rano di seberang sana tanpa menyapa terlebih dahulu.
"No.. ahh, kenapa diangkat sih?! penting banget emangnya?" terdengar suara wanita yang mengomeli Rano sebab mengangkat panggilan dari Hanafi. Hanafi menghela nafasnya kasar saat ia selesai mencerna keadaan saat ini.
"Ga jadi kak, lanjutin aja. Gua pulang." final si manis lalu mematikan sambungan telepon tersebut dan meletakkan bungkusan-bungkusan makanan yang semula ia bawa ke meja dengan kasar. Hanafi kesal, ia sudah khawatir dengan kakak tingkatnya tersebut sebab tak membalas pesannya namun ternyata ia tengah bersenang-senang dengan gadisnya di sana.
Hanya perasaan kesal yang menyelimuti dirinya saat ini, tidak ada rasa cemburu maupun yang sejenisnya. Hanafi masuk ke kamar Rano untuk mengambil beberapa barang miliknya yang terhitung penting untuk dibawa pulang, sepertinya akan semakin lama Hanafi tidak mengunjungi tempat ini nantinya.
"Brengsek." ucapnya yang berjalan keluar dan menutup pintu apartemen Rano dengan sedikit kasar.
Hey, ingat, Hanafi ini laki-laki berpendirian. Jadi bukan levelnya untuk meladeni drama yang Rano ciptakan. Terlebih lagi mereka hanya sebatas teman biasa, jika Hanafi merasa Rano tidak pantas lagi dijadikan temannya bisa-bisa hari ini juga Rano akan di cut off dari kehidupannya.
Hanafi membawa mobilnya menjauh dari area tempat tinggal Rano untuk kembali ke kost nya dan beristirahat sebelum kembali sibuk esok hari. Padahal rencana awalnya ia ingin istirahat bersama Rano sambil meluruskan slek di antara mereka, namun tampaknya semesta tak mengizinkan dirinya melakukan hal tersebut.
-
Dua hari setelahnya Hanafi menjalani kehidupannya seperti biasa, tepatnya seperti sebelum ia mengenal Rano. Tidak ada yang terlalu berbeda menurut Hanafi, hanya eksistensi Rano yang menghilang sejak hari itu. Bukan masalah besar, tenang saja.
Sedangkan di sisi lain, Rano tidak datang ke kampus dan memilih absen hari ini. Tetapi ia sudah tidak lagi berada di kediaman Febby, Rano memutuskan untuk pulang ke apartemennya.
Tepat saat ia tiba di apartemen, Rano langsung teringat dengan percakapan singkat antar dirinya dan Hanafi kemarin setelah ia melihat bungkusan makanan yang si manis tinggalkan untuknya. Bungkusan itu berisi satu porsi donat yang sering mereka beli saat sedang bersama, juga ada satu cup kopi kesukaannya yang sudah tidak layak untuk di minum. Rano mengambil kopi dan donat tersebut dan melemparnya ke tong sampah begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
BETWEEN US • MINSUNG
FanfictionKatanya taruhan, tapi kok ciuman? #1-straykids (14/04/25) #1-stay (29/11/24) #1-han jisung (03/12/24) #1-leeknow (19/01/25) #1-han (08/03/25) #1-lokal (30/04/25) written by; staylupminsung, 2024.
