Tiga hari setelahnya harinya, Hanafi membuka matanya dengan pikiran yang jernih. Matahari pagi menyelinap melalui tirai tipis, menghangatkan ruangan kecilnya. Kali ini, ia tidak membiarkan kesedihan menahannya lebih lama. Ia menarik napas dalam-dalam, merasakan udara segar mengisi paru-parunya, lalu bangkit dari tempat tidur dengan semangat yang ia paksakan, meskipun kecil.
Rutinitasnya berjalan seperti biasa. Setelah sarapan singkat, Hanafi meraih tas dan gitarnya, lalu bergegas menuju kampus. Jalanan pagi itu terasa lebih ringan; bukan karena ia lupa, tetapi karena ia memutuskan untuk berdamai dengan dirinya sendiri. Kehilangan Rano memang meninggalkan bekas, tapi ia tahu, hidupnya tidak akan berhenti hanya karena satu bab yang selesai.
Di ruang praktik, ia kembali memainkan gitarnya. Kali ini, setiap nada yang ia petik terasa lebih hidup, lebih penuh dengan emosi yang ia lepaskan perlahan melalui senar-senar itu. Ia tak lagi berusaha menyembunyikan perasaannya, tapi menjadikannya bagian dari seni yang ia ciptakan. Teman-temannya menyadari perubahan itu, menyebutnya "kembali jadi Hanafi yang dulu." Ia hanya tersenyum kecil, tidak memberikan penjelasan apa pun ketika ada yang bertanya mengenai ia dan Rano yang sudah tidak lagi terlihat bersama, sekali pun itu Filix yang menanyakannya, Hanafi hanya menjawab sekenanya pada pemuda berparas cantik itu—"ga ada apa-apa kok, Lix. Jangan khawatir, tapi kamu ga akan liat aku bareng dia lagi mulai sekarang."
Saat ujian praktik tiba, Hanafi berdiri di depan kelas dengan percaya diri. Suaranya mengalun, memenuhi ruangan dengan kehangatan yang tulus. Lagu yang ia nyanyikan tidak hanya sekadar memenuhi tugas, tetapi juga menjadi bentuk ekspresi dirinya. Ketika ia selesai, tepuk tangan mengiringi senyuman kecil yang muncul di wajahnya—bukan karena pujian, tetapi karena ia tahu ia berhasil melewati hari itu tanpa dihantui bayangan masa lalu.
Malamnya, di kafe tempat ia bekerja, Hanafi tampil dengan semangat yang berbeda. Ia menyapa pengunjung dengan ramah, memainkan gitar dengan penuh energi, dan menyanyikan lagu-lagu yang membangkitkan suasana. Tidak ada lagi keraguan di matanya, tidak ada lagi beban yang ia bawa ke panggung.
Ketika ia selesai, ia duduk di sudut kafe dengan secangkir kopi hangat. Ia menatap pengunjung yang datang dan pergi, tersenyum kecil pada dirinya sendiri. Hanafi tahu, hidup terus berjalan, dan ia telah memilih untuk berjalan bersamanya. Kehilangan Rano memang meninggalkan ruang kosong, tapi ruang itu tidak membuatnya berhenti. Ia mengisinya dengan musik, dengan tawa teman-temannya, dan dengan harapan bahwa hari-hari yang lebih baik selalu menantinya di depan.
Hari ini membuktikan bahwa Hanafi masih bisa hidup dengan baik meskipun terkadang bayang-bayang Rano masih mengisi sepinya, beruntunglah si manis itu memiliki pendirian yang kuat hingga tak mudah jatuh oleh rasa sedihnya yang ia yakini tidak akan bertahan lama.
Hanafi pulang ke kostannya dengan tubuh yang terasa letih dari biasanya, energinya terasa terkuras banyak hari ini. Entahlah, Hanafi tidak mengerti, yang ia tau ia ingin cepat pulang dan beristirahat di kasurnya yang nyaman. Setibanya di kostan, ia segera membersihkan tubuh dan berganti pakaian untuk bersiap tidur. Namun saat membuka lemari pakaian, pandangannya langsung tertuju pada sebuah kaus hitam dengan logo huruf AZ kecil di bagian dada kiri.
Itu kaus milik Rano, huruf AZ menyimbolkan nama pemuda itu. Hanafi lupa jika ada beberapa pakaian Rano yang tertinggal di bagian lemari miliknya karena keduanya sering berbagi pakaian. Hanafi menghela nafasnya berat bersamaan dengan nyeri yang kembali terasa itu, padahal pagi hingga sore tadi ia sudah merasa baik-baik saja namun begitu matahari berganti bulan rasa sedih itu kembali menghujamnya.
"Andai lu ga sepengecut itu, Kak.."
-
Di sisi lain, tak berbeda jauh dengan Hanafi, Rano juga sedang berusaha untuk bangkit sebisa mungkin dan menjalani aktivitasnya seperti biasa—sebelum muncul Hanafi di kehidupannya. Nongkrong hingga larut malam atau bahkan pagi bersama teman-temannya dan pola hidup yang tidak sehat itu kembali ia jalankan. Rano tidak hanya kehilangan Hanafi melainkan juga kehilangan arah hidupnya.
Perubahan Rano juga jelas disadari oleh banyak orang, ia yang kemarin sudah memantapkan diri untuk berhenti menghisap batang nikotin dan rokok elektrik kini benda itu kembali berada di tangannya. Dihisapnya sebatang rokok dalam-dalam merasakan nikotin masuk ke paru-parunya setelah sekian lama ia berhenti.
"Nyebat lagi lu, cuy?" tegur Chandra yang ikut menyesap rokok miliknya.
Rano mengangguk sebagai jawaban, kini tidak ada lagi alasan baginya untuk berhenti merokok seperti kemarin, karena kemarin Rano berhenti sebab tak ingin Hanafi menjadi perokok pasif karena dirinya. Meskipun sulit tapi Rano berhasil mencoba. "Lah iya, kemarin lu udah lama kaga nyebat yak." timpal Bernad yang baru menyadari hal tersebut.
"Iya, karna Hanafi." balas Rano dengan kekehan yang terdengar miris di akhir kalimatnya. Seolah menertawai dirinya sendiri yang terlampau bodoh itu, begitu juga dengan teman-temannya yang ikut menertawai kebodohan Rano yang sudah kelewat batas.
"Kenapa ga lu lanjutin aja apa yang udah lu lakuin kemarin? lu ga sayang perjuangan lu buat berhenti nyebat kemarin?" tanyak Haje yang tumben-tumbennya terdengar bijak. Rano diam, ditatapnya sebatang rokok yang ia apit dalam-dalam, lalu menggeleng kecil, "Gua nyebat lagi juga biar kaga minum, Je." jawabnya. Haje mengangguk paham, ia sangat mengerti apa yang dimaksud Rano. Dan dengan begitu Haje mendukung pilihan Rano meskipun hal tersebut juga pilihan yang salah, tapi dibandingkan harus melihat temannya yang meneguk alkohol tanpa ingat dunia, Haje lebih memilih melihat Rano kembali menghisap nikotinnya.
Jam sudah menunjukkan pukul tiga pagi tapi sedikit pun Rano tidak memiliki niat untuk pulang, ia takut, takut akan kembali memikirkan Hanafi terus menerus tanpa bisa berhenti. Rano tidak sanggup menghadapi rasa penyesalan yang benar-benar menghujamnya, oleh sebab itu ia memaksa teman-temannya untuk menemaninya hingga ia bisa kembali seperti biasa nantinya. Meski teman-temannya tidak yakin jika ia bisa kembali seperti dulu—sebelum ia mengenal Hanafi tentunya.
Dalam diamnya, Rano membuka ponsel miliknya untuk mencari kabar mengenai pemuda manis yang saat ini ia rindukan. Dibukanya sebuah aplikasi sosial media dan mencari profil Hanafi, entah kebetulan atau bagaimana tetapi senyum kecil muncul pada wajah Rano saat melihat Hanafi baru saja memposting foto rasi bintang yang pernah ia ceritakan pada Rano, foto yang ia ambil menggunakan kamera yang Rano berikan padanya kala itu dengan caption;
"Even the stars seem distant tonight."
Rano tersenyum, ternyata Hanafi juga sama kesepian layaknya dirinya. Meski di keramaian sekalipun, ia tak pernah merasa benar-benar hidup semenjak kepergian si manis itu dari hidupnya. Tapi Rano ragu, ia masih ragu untuk memperjuangkan Hanafi, masih banyak takut yang belum bisa ia lawan seorang diri.
"Ngeliatin story doang beraninya, malu-maluin anak teknik aja lu, No." celetuk Bernad yang tidak sengaja melirik layar ponsel Rano yang tak berpindah dari status yang Hanafi posting. Rano tertawa sebelum meninju pelan lengan besar Bernad, "Ya gimana, Ber.." balasnya tidak jelas. Bernad berdecak kecil, merasa sedikit muak dengan tingkah laku Rano, "Kalo lu masih mau sama dia, ya perjuangin sekarang, tolol! jangan nunggu siap ga siap, kalo kaya gini lu bikin dia ngerasa dia bukan orang yang bisa bikin lu merjuangin dia, tau ga?" ujarnya.
Rano merenung, mencerna kata-kata Bernad dengan seksama. Rano ingin, sangat ingin, tapi ketahuilah Rano itu pengecut, ia baru sekali merasakan sakit karena cinta tapi sudah menyerah begitu saja sementara selama ini ia banyak menyakiti hati wanita di luar sana. Mungkin ini adalah bentuk karma yang akan Rano jadikan pelajaran untuk tidak mengganggap sepele perasaan manusia lain selain dirinya.
"Jangan ngulur waktu, kalo kelamaan bisa-bisa Hanafi udah ngelupain lu."
-
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
BETWEEN US • MINSUNG
Fiksi PenggemarKatanya taruhan, tapi kok ciuman? #1-straykids (14/04/25) #1-stay (29/11/24) #1-han jisung (03/12/24) #1-leeknow (19/01/25) #1-han (08/03/25) #1-lokal (30/04/25) written by; staylupminsung, 2024.
