seven

212 66 35
                                    

Hanafi menepuk-nepuk pelan pipi sang kakak tingkat guna membangunkannya, jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam namun Rano tak kunjung bangun dari istirahatnya yang sebentar itu.

"Kak, kak, kak Rano bangun."

Masih belum ada respon dari pemuda scorpio, Hanafi menghela nafasnya lelah. Sudah sedari tadi ia mencoba membangunkan Rano namun upayanya gagal. Namun Hanafi tidak pantang menyerah, ia kembali mengguncang tubuh yang lebih tua dan menaikkan volume suaranya untuk mengganggu mimpi indah di alam bawah sadar pemuda itu. "Kak Rano, bangun!" serunya. Rano tampak sedikit terusik, ia bergerak kesana dan kemari tanpa membuka kelopak matanya barang sedetik.

"Kak, bangun dong. Tadi kak Haje ke sini sama kak Chandra, mereka minjem ps trus balik. Kayanya mereka ngetawain gua deh, kak, ga tau ya kenapa tapi mereka kaya cengengesan sambil bisik-bisik gitu pas ngeliat gua yang ngebukain pintu." ujar Hanafi entah pada siapa sebab Rano hampir kembali ke alam mimpinya. Merasa kesal tak mendapat jawaban, Hanafi menggigit pelan perut rata Rano dengan harapan hal itu berhasil membuatnya melek sempurna.

"Akh!" ringisnya dengan mata yang terbuka dan menampilkan raut marah sambil menatap ke pelaku penggigitan perutnya. Oh ternyata itu Hanafi, Rano kembali berbaring tenang di tempatnya. "Kenapa, Han?" tanya Rano lembut dengan suara seraknya.

"Hehe, bangun dong kak, gua kaya orang tolol daritadi ngomong sendiri." ucap Hanafi. Mendengar itu Rano tertawa, dan tanpa sadar ia mengalihkan tangan Hanafi yang semula bertengger di kepalanya menuju wajahnya. Tak cukup sampai di sana, Rano terus mendusel-duselkan wajahnya pada telapak tangan si manis dengan mata terpejam.

Hanafi hanya diam menatap aksi kakak tingkatnya yang entah dilakukan secara sadar atau tidak, lagipula Hanafi juga tidak keberatan dengan skinship antar dirinya dan Rano. Lama-kelamaan hal itu menjadi kebiasaan bagi keduanya akibat terlalu sering bertemu.

"Jangan tidur lagi, tar malah kebangun tengah malem trus begadang lagi. Sana cuci muka!" omel si manis yang melihat Rano memejamkan maniknya sambil memeluk lengan Hanafi dengan nyaman. Rano merengek kecil dengan kepala yang ikut menggeleng, "Ga mau, masih ngantuk." balasnya masih dengan suara serak nan beratnya itu.

"Bangun ga?!" Hanafi yang menaikkan nada bicaranya membuat Rano segera bangkit dan berjalan cepat ke arah kamar mandi untuk melakukan perintah si manis dengan segera. Setelah selesai, ia kembali ke kamar dan kembali ke posisinya semula. "Mau makan ga?" tawar Hanafi sambil mengusap surai basah Rano dan menatapnya dengan teduh.

Rano balik menatap lekat Hanafi sembari menggeleng pelan, ia fokus merasakan setiap usapan dari si manis yang terasa nyaman untuknya. Rano jadi tersadar bahwa dirinya selama ini selalu mencari kenyamanan yang telah lama hilang atau tidak pernah ia dapatkan dari keluarganya, dan kini ia dapat merasakan apa itu nyaman yang sebenarnya.

"Lu nginep di sini, kan?" tanya yang lebih tua memastikan. Hanafi mengangguk dengan tangan yang masih sibuk mengusap wajah dan rambut kakak tingkatnya. Keduanya kembali terdiam, Hanafi kini mengalihkan perhatiannya pada ponsel di genggamannya. Sedangkan Rano sedikitpun tak berpaling wajah dari pemandangannya saat ini. Siapa lagi kalau bukan Andrea Hanafi.

Tiba-tiba sebuah ide muncul di benak si scorpio, dengan ragu ia memanggil Hanafi. "Han." serunya. Hanafi menoleh dengan alis terangkat seolah bertanya apa maksud dan tujuan Rano menyerukan namanya. "Lu suka cuddle, ga?" tanya Rano yang mati-matian menahan malu dalam hati. Sedangkan yang mendapat pertanyaan tersebut sedikit terkejut dibuatnya, dengan ragu ia menggeleng.

"Ga suka?"

"Eum.. ga pernah."

Ya memangnya Hanafi mau cuddle dengan siapa jika pacar saja ia tak punya? memangnya Rano yang bahkan bisa tidur dengan orang asing.

"Mau nyoba ga..?" tawar yang lebih tua.

Hanafi terlihat gelagapan dan salah tingkah dibuatnya, hal itu sukses membuat tawa Rano pecah kala menyadari wajah pemuda itu yang mengeluarkan semburat merah di pipi dan telinganya. "Kok merah gini, sih, mukanya?" goda Rano sambil menekan-nekan pipi gemas Hanafi dengan jari telunjuknya. Hanafi menepis jari Rano sambil membuang wajahnya ke segala arah, "A-apaan sih, kak!" ucapnya.

Lagi, Rano terbahak menertawakan kepolosan Hanafi. Pemuda itu bangkit sejenak dan mengubah posisinya, ia beralih berbaring di sisi kiri kasur tepat di sebelah Hanafi yang duduk bersandar pada kepala kasur. Rano merentangkan kedua tangannya, "Sini." ujarnya.

Hanafi tak merespon, ia tidak mengerti mengapa dirinya merasa malu saat ini namun dalam hatinya ia sudah menyumpah-serapahi Rano dengan kebiasaan-kebiasaan anehnya yang membuat Hanafi harus ikut terlibat merasakan kebiasaannya itu.

"Its okay, cuma pelukan doang, Han. Gua ga bakal ngapa-ngapain, kok."

Mendengar itu Hanafi menolehkan kepalanya menatap Rano yang terlihat yakin, dengan segala keraguan yang ia rasakan Hanafi meringsut mendekat ke arah Rano dan berbaring hingga wajahnya setara dengan leher sang kakak tingkatnya dan berbantalkan bisep yang lebih tua. Ah.. ternyata rasanya tidak seburuk itu.

"Izin yaa.." ucap Rano lembut yang kemudian menarik pinggang ramping Hanafi untuk merapat padanya dalam sekali gerakan. Hanafi melebarkan maniknya, ini terlalu dekat, bahkan Hanafi bisa merasakan deru nafas Rano dan detak jantungnya.

Rano menyamankan posisinya dan memeluk pinggang sempit itu erat, perlahan tapi pasti Hanafi ikut memberanikan diri memeluk leher yang lebih tua dan menyembunyikan wajah memerahnya pada ceruk leher itu sembari menghirup wangi maskulin yang menguar dari sana.

Rano menarik selimut dan menutupi tubuh keduanya agar semakin nyaman. Tak lupa ia memastikan jika Hanafi benar merasa nyaman seperti dirinya atau tidak. "Nyaman, ga?" tanya Rano dengan suara rendahnya, Hanafi tidak menjawab melainkan mengangguk kecil. Ia terlalu malu bahkan untuk menunjukkan wajahnya saja rasanya ia enggan. Wajahnya sudah memerah bagaikan kepiting rebus, selain itu ia yakin Rano akan menertawakannya karena hal itu.

"Kak." panggil Hanafi tiba-tiba.

"Hm?"

"Jantung lu berisik." Rano tertawa kecil kala tertangkap basah oleh si manis dan mengangguk kemudian mengusap punggung Hanafi lembut, "Iya, pura-pura ga tau aja, ya." balasnya. Rano memejamkan mata dengan jantung yang berdegup kencang, ia tak mengerti apa penyebabnya namun ia harap Hanafi tak terganggu dengan hal itu.

Sementara Hanafi ikut memejamkan mata merasa hangat dan nyaman melingkupi seluruh tubuhnya. Tubuhnya tak terganggu atau risih sedikitpun dengan sentuhan Rano, mungkin karena keduanya sering melakukan skinship kecil sehingga terbiasa dengan satu sama lain.

Ponsel Rano sedari tadi berdering dan puluhan pesan masuk dari pacar-pacarnya, namun sedikitpun ia tidak peduli dan menyalakan mode jangan ganggu. Benar, Rano sedang tidak ingin di ganggu sekarang. Dirinya sedang merasakan pulang yang sesungguhnya dan mengisi kembali energi untuk beraktivitas menjadi bajingan seperti biasanya esok hari.

Rano menundukkan sedikit wajahnya guna menatap Hanafi yang terpejam dengan nyaman, wajah damai dan lucu tersebut seolah memanggil untuk dikecup sekarang juga. Lihatlah bagaimana bibir cherry dan pipi gembil itu menjadi kombinasi yang sempurna di wajah pemuda kecil itu.

"I hope i dont fall in love with you." batin Rano sebelum kembali ke alam mimpinya

-

tbc

BETWEEN US • MINSUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang