18+ [Romance - Action]
Faye Zaniyah telah terbiasa hidup di bawah radar sebagai agen FBI, menjalani tugas-tugas penuh risiko dan identitas yang selalu dirahasiakan. Di tahun ketiganya bertugas, ia mendapatkan misi baru: melacak seorang wanita mister...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kemarahan yang lahir dari kecemburuan tersembunyi sang peminat tak pernah diungkapkan dengan kata-kata. Namun, meski begitu, sang warna tetap bisa merasakan dan memahami tindakan yang dilakukannya, meski penuh tanda tanya dan luka yang tersirat."
Hidden Hues Ayuureve
-
Langit malam dihiasi bintang-bintang yang terlihat redup di tengah keramaian kota. Lampu neon berwarna-warni dari bar memantul di trotoar basah, memberi kesan seolah tempat itu adalah pelarian sempurna dari kenyataan. Faye melangkah masuk ke dalam, disambut dengan suara denting gelas dan musik jazz lembut yang memenuhi ruangan.
Ia duduk di sudut bar, tempat favoritnya, jauh dari keramaian. Di depan Faye, seorang bartender yang sudah mengenalnya dengan baik menghampiri. "Kopi malam ini, atau sesuatu yang lebih keras?" tanya pria itu dengan nada setengah bercanda.
"Sesuatu yang lebih keras," jawab Faye singkat,Ia melepas mantel tipisnya dan melemparkannya ke sandaran kursi. "Dan buat ganda. Malam ini aku butuh banyak," tambahnya sambil menyandarkan tubuh lelahnya ke kursi.
Sebuah gelas berisi cairan berwarna kuning keemasan segera diletakkan di depannya. Faye meraihnya tanpa ragu dan meneguk setengah isinya dalam satu kali minum. Rasanya panas membakar tenggorokan, tetapi ia tak peduli. Pikirannya melayang, memutar ulang perkataan Earlene yang tadi siang terus terngiang di kepalanya: "Kau tidak bisa seperti ini terus, Faye. Kau harus berbicara dengan keluargamu, menyelesaikan semuanya. Kau butuh awal yang baru."
Faye menghela napas panjang. Earlene benar, pikirnya. Ia tak bisa hanya berdiam diri dan membiarkan dirinya terperangkap dalam lingkaran ini. Sudah cukup. Besok ia akan pulang, menemui orang tuanya, mengakui semua kesalahan, dan memulai hidup baru. Tapi malam ini, sebelum ia mengambil langkah besar itu, ia hanya ingin menikmati kebebasan terakhirnya dan menghadapi hidup yang sebenarnya besok.
Satu gelas berubah menjadi dua, lalu tiga, dan entah keberapa kali. Kepalanya mulai terasa pusing, namun ia terus meminum tanpa jeda. Setiap tegukan adalah upayanya untuk melupakan rasa sakit, rasa bersalah, dan ketakutan yang telah menghantuinya. Bar semakin ramai, orang-orang tertawa dan berbicara dengan nada keras, tetapi Faye tetap tenggelam dalam dunianya sendiri.
Faye meneguk setengah isi gelas dengan ekspresi datar, mencoba mengabaikan hingar-bingar di sekelilingnya. Rasa panas dari minuman itu mulai membakar tenggorokannya. Ia melirik ke arah botol di depannya, berpikir untuk memesan lagi, sebelum tiba-tiba sebuah suara menarik perhatian.
"Kau minum cukup banyak" suara itu terdengar santai namun tajam.
Faye menoleh, dan matanya membelalak sedikit ketika melihat pria yang tak asing duduk di sebelahnya pria yang membantunya di minimarket.
"Kau?" gumamnya, bingung.
Faye memperhatikan pria itu dengan seksama. Ia mengenakan jaket kulit gelap, dengan kemeja sederhana di dalamnya. Rambutnya tampak acak-acakan tapi tetap terlihat rapi, seolah ia tak terlalu peduli pada penampilannya. Di tangannya ada segelas minuman dingin yang baru saja dipesan.