BAB 3

13.3K 412 8
                                    

Pagi itu di bungalo kediaman Ilham Subagya masih dengan suasana sunyi sepi. Anastasya masih enak berselimut di atas kasurnya mengingat dia baru pulang dari rumah sakit tadi jam 4 pagi karena harus menggantikan dokter Arya yang sedang berhalangan. Sedangkan Ilham dan Kinanti yang merupakan ayah dan ibu Anastasya kalau weekend selalu menghabiskan waktu dengan pergi jogging di taman sekitar perumahan, karena kalau hari lainnya sang ayah terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Pembantu rumahnya sendiri yang bernama Nurul sejak pagi tadi sudah diberi tugas untuk pergi belanja ke pasar membeli barang – barang dapur mengingat nanti malam keluarga Pramudya akan datang berkunjung.

Silau sinar matahari yang masuk melalui celah korden jendela kamar membuat Anastasya terbangun dan menggeliatkan badannya, dengan malas dilihatnya jam di telepon genggam yang dia letakkan di meja samping tempat tidur. "Aah dah jam 9 lewat rupanya, rasa masih berat saja mau bangun...huuffft" batin Anastasya sambil mengucek matanya dan menyingkirkan selimut yang masih menyelubungi dirinya. Untungnya tadi sudah sempat sholat subuh sebelum melanjutkan tidurnya sampai siang. Dengan langkah berat Anastasya menuju ke kamar mandi untuk menyegarkan badan karena sudah keluar suara berbagai musik dari dalam perutnya. Setengah jam berikutnya Anastasya sudah siap berpakaian dan memakai bedak.

Dalam keseharian Anastasya lebih nyaman memakai pakaian yang simple tanpa riasan yang berat. Kali ini dia memakai dress warna krem sebatas lutut tanpa lengan, sedangkankan wajahnya hanya memakai bedak tipis – tipis saja dan disapu bibirnya dengan lipsgloss warna bibir. Walaupun hanya dandan seadanya, wajah Anastasya selalu kelihatan cantik dan menarik dikarenakan memang wajahnya sudah cantik mengikuti wajah ibunya, sedang postur tubuhnya sendiri dengan tinggi badan 162 cm dan berat badan yang ideal karena dia selalu rajin aerobic diwaktu senggangnya membuat postur tubuhnya semakin menarik mata memandang. Walaupun begitu, Anastasya tidak pernah berbangga hati dengan dirinya. Setiap dia jalan selalu dilihatnya mata – mata orang sekelilingnya dengan takjub dan menarik memandangnya terutama mata laki – laki. Akan tetapi Anastasya menganggap biasa saja tidak membuat dia angkuh ataupun sombong dan sudah terbiasa dengan pemandangan itu dimanapun berada.

Begitu memasuki ruang dapur, terlihat Kinanti dan pembantunya Nurul sibuk dengan sayur – sayuran sambil kelihatan mengobrol menu makanan yang akan dibuat.

"Pagi ibu....sibuknya ibu pagi ini" kata Anastasya sambil memeluk ibunya dari samping mengagetkan mereka.

"Eh kamu ini Tasya, buat ibu kaget aja. Ini bukannya pagilah non...dah sudah hampir tengah hari" sindir Kinanti sambil senyum dan mencium pipi kanan anaknya itu.

"Haaallaahh ibu ini,Tasya masih ngantuk lah makanya jam segini baru bangun. Baru bisa tidur jam 4 pagi tadi bu, ini karena gantikan dokter Arya itu orangtuanya lagi sakit di kampung" dengan santai Tasya berkata sambil menarik kursi di meja makan untuk duduk.

"Iyalah ibu ngerti, itu sarapan masih ibu simpan di bawah tudung saji. Tadi pagi pulang dari jogging sama ayah sekalian pulang beli nasi gurih bu Samat, lama kita tidak makan nasi gurih dia". Tanpa berkata Tasya langsung membuka tudung saji dan menikmati nasi gurih itu, "oh iya ibu..mmmmm ada yang mau dirayakan kah kok kelihatan sibuk dan banyak sayuran yang dibeli itu?" kata Tasya sambil menyuap makanannya.

"tidaklah, ibu masak sedikit lebih saja. Ayah ada mengundang keluarga uncle Pramudya makan malam disini, kamu jangan pergi kemana – mana ya malam ini" pinta Kinanti kepada anaknya sambil memotong – motong wortel.

"Yaaaahh...Tasya udah ada janji keluar sama kawan bu sore ini..." belum sampai selesai Anastasya menyelesaikan bicaranya sudah disela oleh ibunya dengan nada tinggi "jangan macam – macam Tasya, jam 6 sore ibu tidak mau tahu kamu harus sudah sampai dirumah...atau kamu ingin ayah kamu marah besar sama kamu".

Dengan mencebikkan bibirnya Tasya menghadap muka ibunya "kenapa sih bu, ayah gak mau ngerti perasaan Tasya". Mendengar itu Kinanti menghelai napas panjang dengan perkataan anaknya itu "Tasya, kamu tahu sebenarnya selain agar ada yang bisa bantu perusahaan kamu juga agar pertemanan ayah dengan uncle Pamudya itu bisa makin erat dan tidak terputus. Jadi ibu harap kamu sebagai anak kami satu – satunya tidak mengecewakan kami". Tasya mendengarkan dan merasakan lidahnya kelu untuk berkata – kata, serasa tercekat di tenggorokan. Apa yang menjadi pikirannya adalah sanggupkan dia memilih antara keluarganya ataukah Aries, bagaimana dia akan mengatakan kepada Aries dan mampukah dia melupakan Aries dan hidup berumah tangga dengan Mikhael.

SETULUS KASIHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang