Mikhael siang ini disibukkan oleh berkas - berkas yang harus segera ditandatanganinya. Satu per satu laporan diteliti sebelum dibubuhkan tanda tangan. Memang pekerjaan satu minggu ini kembali menumpuk dengan bertambahnya kontrak kerjasama dengan beberapa perusahaan dan belum lagi mengawasi perkembangan proyek bapak mertuanya yang ada di Lombok. Dikarenakan anak mertuanya hanya satu yaitu isterinya dan kelihatan juga tidak tertarik dengan bidang bisnis membuat dia yang harus membantu perusahaan mertuanya.
Tut! Tut! Tut!
Terdengar interkom di mejanya berbunyi dari line 2 yang merupakan sekretarisnya.
"Ya Tesa." jawab Mikhael begitu menerima panggilan.
"Maaf pak, ada telpon dari bapak Ilham. Apa bapak mau berbicara dengan beliau. Tadi waktu bapak keluar makan siang juga telpon cari bapak?" jawab Tesa sekretarisnya.
"Okey, saya terima Tesa. Sambungkan saja."
"Hallo, nak Mikha. Apa kabar?" sapa suara di seberang talian yang tidak lain adalah bapak mertuanya.
" Kami baik dan sehat semua Ayah. Minggu kemarin Daniel sempat sakit, tapi sekarang sudah sehat Ayah. Ayah dan Ibu gimana kabarnya?" jawab Mikhael yang sedikit ada rasa bersalah karena memang sudah agak lama tidak berkunjung ke rumah mertuanya itu.
"Ayah dan Ibu sehat, rindu sama Daniel kata ibu dah lama tidak datang ke rumah." terdengar tawa kecil di seberang telpon.
"Iya, maaf Yah lama kami tidak berkunjung. Ujung minggu ini kami usahakan datang ke rumah Ayah." kata Mikhael sambil menggaruk kepala yang tidak gatal.
"Iya nanti Ayah sampaikan sama Ibu, pasti sangat senang mendengar kedatangan kalian." jawab Ilham.
"Ooh iya Mikha, Ayah telpon ini mau tanya perkembangan pembangunan resort di Lombok gimana sampai sekarang." tanya Ilham mulai serius.
"Saat ini masih 60 persen Ayah perjalanannya. Karena sempat terhambat kedatangan material bulan lalu. Tapi saat ini sih semuanya berjalan lancar. Kenapa Ayah?" jelas Mikhael
"Tidak ada apa - apa. Ayah hanya mau tahu saja. Syukur semua lancar. Ayah yakin kalau dihandle sama kami pasti akan berjalan lancar." kata Ilham dengan penekanan.
"Yaaahh. Mau gimana lagi, Ayah hanya punya anak satu itupun lebih memilih jadi dokter. Tapi saat ini Ayah lega sudah ada Mikha yang bisa bantu Ayah." lanjut Ilham dengan suara lemah.
"Ya Ayah, selagi Mikha bantu akan Mikha bantu." jawab Mikhael. Yang sebenarnya juga dia agak bimbang sekiranya kurang bisa bantu secara maksimal karena dia harus mengurusi perusahaan Papa dan juga Ayah. Belum lagi perusahaannya sendiri yanh sekarang diurus oleh teman kepercayaannya itu.
"Baiklah kalau gitu, sampai ketemu hari Sabtu nanri di rumah ya." kata Ilham mengakhiri panggilan.
"Okey, Ayah. Salam buat Ibu." kata Mikhael sebelum menutup telpon. Disandarkannya kepala dipunggung kursi sekedar menghilangkan lelah. Pekerjaan sepertinya tidak ada habisnya.
Tut! Tut! Tut!
Mikhael kembali membuka matanya dan mengangkat interkom yang berbunyi.
"Ada apa lago Tesa?" sergah Mikhael.
"Maaf pak, ada telpon dari bu Rachel mencari bapak." kata Tesa kurang enak, karena tahu boss nya iti lagi banyak kerjaan.
"Sampaikan dengan dia saya tidak mau diganggu." jawa Mikahel ketus, ada apa sih sebenarnya perempuan itu. Tidak ada habis - habisnya mengganggu orang.
"Hurm....tapi pak, sudah seharian ini ibu Rachel mencari bapak." kembali Tesa merasa tidak enak. Tapi mau gimana lagi dari tadi dia juga dibikin pusing dengan omelan dan amukan Rachel lewat telpon yanh terus mencari Mikhael.
KAMU SEDANG MEMBACA
SETULUS KASIH
RomansaTerkadang orang tua yang sangat menyayangi dan mencintai anaknya, tidak akan pernah berfikiran mengecewakan anaknya dengan memaksakan keinginan. Tetapi lain yang dirasakan Anastasya, yang harus merasakan kekecewaan meninggalkan orang yang dicintainy...