Langit pernah menghujaniku puisi penuh rindu
Memekarkan bunga yang layu
Dari dua pusara berdampingan, kita masih melihat Langit yang sama
Menunggu hujan turun membasahi hati kita yang gamang karena kerinduan yang dalam
Memahkotaiku dengan cinta dan menahtakanku satu di hatinya
Aku pernah membaca Langit dan terus menatapnya tanpa henti. Kadang ia begitu cerah membiru, tertutup awan-awan yang berlari juga mendung hitam yang menggantung
Aku rindu hujan puisimu seperti ia yang memberiku kehidupan pun kesakitan bersama rajamnya yang rintik menghunjam
Aku terlena hingga lupa bahwa kita berbeda. Ia jauh di atas sana. Sedang, aku di bawah sini. Terkubur bersama puisiku yang telah mati--tak kukremasi
Karena puisi selalu jujur melukiskan bilur
Kita memang diksi yang menyatu jadi puisi. Di sana, bercinta dengan bahagia.Puisi itu ranjang kita, kan? Bukan. Puisi itu tubuhmu tubuhku jadi satu
Karena dirimu yang jadi alasan puisiku dituliskan hingga akhirnya dikebumikan bersama kesedihan
Betapa rindunya hingga seluruh kata tak mampu mengurainya
Kini, aku mulai buta warna hingga langit terlihat hitam putih semata. Bahkan aku lupa cara melukis warna pelangi di matanya juga melengkungkan pelangiku di bibirnya.
Aku menanggalkan mahkotaku--entah di jalan mana--saat menujumu. Tapi, senja telah memerahkan langitku dan meninabobokannya di dada perempuan bergincu ungu
Aku terlelap selamanya di pusara, hanya untuk memilikimu dalam mimpi dan untuk seterusnya
Lalu, aku mulai membakar banyak dupa juga sampah puisiku. Berharap asapnya sampai ke langit sana dan bercerita bahwa di bawah pusara itu masih ada aku yang mencintaimu dalam kesakitan
Langit memeluk matahari dan memahkotainya selamanya. Bulan mati bersama puisi-puisinya. Menangisi takdir dalam pusara.
Diksi-diksiku kian rapat jadi pintu dan jendela yang tak kasat. Aku bersembunyi di antara huruf-huruf yang mulai sepi, memanggil namamu berkali tapi tak kembali. Hingga mahkota bungaku layu satu-satu yang ditebar di atas pusaraku
Devania Pury, Februari 2016
Pertama kali ditulis: 3/11/14Sesungguhnya ini draft puisi yang akan diikutsertakan event menulis di grup facebook PEDAS GALERI PUISI 076 dengan tema wajib menggunakan kata: langit, pusara dan mahkota. Tetapi, entah kenapa puisi ini tidak jadi saya kirim.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanah Sehabis Hujan (Bagian Satu)
Poetry"Aku suka aroma tanah sehabis hujan. Anggap saja hujan adalah isi kepalaku dan tanah adalah tempatku menulis." Semacam kumpulan puisi Devania Pury--ya, jika bisa dibilang puisi. Baik puisi yang belum pernah dipublikasikan, diposting di beranda media...