198. ANAKKU, DYAH RATNA MANGGALI

227 3 0
                                    

Ketika yang tak berharga diangkat ke angkasa oleh angin yang menerbangkannya
Seperti bunga liar yang tumbuh di batu, dipinang syair sihir hujan menyejukkan semalam
Tak habis satu purnama, menyisakan kembang layu dari Girah
Tersengal menggapai pijakan keluar dari lahat demi amarah dan dendam
Ingatlah Anakku, Dyah Ratna Manggali, cinta itu terlalu kejam untuk dinikmati
Lebih hitam dari kitab sakti Pragolan
Lebih membunuh dari teluh ilmu pangeleakan

Kau telah mekar sempurna seindah Swarganiloka
Matamu menyayu mendung menyimpan hujan
Kumbang terbang melihat ular berbisa di tangkai mahkotamu
Hingga pelangi itu muncul di matamu: Bahula namanya
Sekalipun itu hanya daya upaya, Ratnaku begitu terlena
Berbahagialah, Ibu akan menadahkan hujan ini untukmu

Ingatlah Putriku, pelangi sekejap dan melenyap seiring datangnya kemarau
Tetap berdiri menantang matahari, Ibu menunggumu di malam Kajeng Kliwon
Sihirlah dia agar kembali ke duniamu atau hancurkan dunianya
Dengan mantra aji sakti kita menari memuja Durga
Ibu akan mengajarimu

Devania Pury, Februari 2016
Pertama kali ditulis: 27/1/14
Pernah diikutsertakan Galeri Puisi PEDAS 052 tema: sihir
Terinspirasi dari kisah Calonarang

***

Ulasan Umum:


"Begitu dihadapkan pada tema sihir, para penyair PEDAS seperti tersihir untuk membuat puisi yang sebagian besar berkaitan ihwal klenik, ritual, dan sejenisnya. Tidak salah, tapi pada ke mana imajinasi? Tak adakah kata yang dapat menyihir pembaca selain kata 'sihir' itu sendiri?" Begitu komentar Uda Rizadian Adha tentang puisi-puisi dalam edisi ini.

Namun, tak bisa dimungkiri, imajinasi beberapa peserta yang mengaitkan tema ini ke mantra-mantra dalam tradisi budaya maupun legenda lokal, sangatlah menarik. Terlihat bahwa si penulis tidak asal membuat puisi tetapi juga berusaha mencari referensi, memilih diksi yang tepat, dan memberikan penjelasan lewat catatan kaki, sehingga pembaca yang buta akan tradisi/legenda yang dimaksud bisa ikut menikmati puisi tersebut. Meskipun, memang, untuk membacanya jadi sedikit ribet, hehe....

Dari beberapa puisi bertema mantra, yang terbaik menurut kami adalah karya Devania Pury. Ia mengangkat legenda Calon Arang yang sangat terkenal di kampung halamannya, Bali.

***

Btw, maaf saya baru sadar kalau catatan kakinya hilang. Hehehehe.

Tanah Sehabis Hujan (Bagian Satu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang