Bab 32 - Putus dan Harapan Baru

257 21 3
                                    

Davin memutar rekaman yg Rama kirim berkali-kali. Berulang kali ia meyakinkan diri dan meyakinkan apakah benar itu suara pacarnya, Muthia.

'Semurah itukah gue? Seharga mobil dia?'

Davin mengernyit tak mengerti permainan macam apa yg para perempuan ini mainkan. Taruhan? Dan dirinya dijadikan taruhan? Otak macam apa yg ada dalam kepala mereka?

Ia kecewa sama Muthia. Ia pikir dia tulus, tapi faktanya, cinta pertamanya itu membuat hatinya susah. Sudah berbulan-bulan hubungan mereka berjalan. Dan kenyataan pahit ini baru terungkap dengan bukti yg tidak dapat dibantah lagi.

Davin sangat menyesal telah membiarkan Muthia membodohi dirinya, bahkan membuatnya tidak mempercayai Chelsea lagi. Padahal sudah bertahun-tahun ia bersahabat dengannya.

Ia punya dua opsi. Membahas masalahnya lalu memaafkan Muthia dan menganggap semuanya hanya angin lewat serta terus menjalankan hubungan mereka secara normal, atau putus. Tapi Davin kembali terhenyak dalam pikirannya.

'Dua minggu lagi kan taruhannya abis dan dia bakal putusin gue. Ngapain gue terus jalanin hubungan sama dia? Tapi gue sayang sama dia! Gue harus gimana?!' Pikirnya frustasi. Kesal. Itulah perasaannya saat ini.

Dibukanya aplikasi Instagram dan jarinya bergerak untuk menghapus satu per satu foto bersama Muthia yg pernah ia unggah. Tak peduli apa yg akan orang pikirkan, ia tetap menghapus foto foto itu.

Satu pertanyaan besar yg ada dibenaknya,

'Reaksi apa yg gue bakal keluarkan saat ketemu Muthia? Marah? Ngambek? Sedih? Datar?'

Berbeda dengan Davin yg sedang bertengkar dengan pikirannya, Chelsea menyunggingkan senyumnya dan tak pernah mengganti ekspresinya itu. Senyumnya mengembang setiap detik berjalan.

Kakinya melangkah turun dan mengambil telepon genggam yg ada di meja belajarnya. Jarinya mecari dengan cepat nama Rama di kontak dan menekan pilihan panggilan.

Nada dering tersambung, nampaknya hp Rama mulai bergetar dan berdering. Chelsea teriak tertahan,

'Ayo Rama angkaaattt!!' dengan nada gemas dan senyum lebar yg tak henti-hentinya terpampang di wajahnya.

"Holaa?"

"Ramaaaaa!!! I miss youuuu.." teriak Chelsea pelan dengan nada manja dan sangat bahagia. Rama agak sedikit terkejut dengan pernyataan Chelsea barusan.

'I miss you?' Rama menggelengkan kepalanya, membayangkan ekspresi Chelsea saat ini. Mendengar nadanya yg bahagia, mau tak mau suara itu membuat dirinya berbunga-bunga.

"Ada apa sih? Bahagia banget suara lo?" respon Rama, berusaha sedatar mungkin

"Iiiihh Ram, salah gak sih gue seneng banget kalo Davin sama Muthia putus?" tanyanya excited, dan menekankan kata banget.
Mendengar pernyataan ini Rama agak kecewa. Tunggu, sangat kecewa lebih tepat. Cemburu? Tentu! Paru-parunya terasa berlubang karena tertusuk oleh realita dari harapannya yg tak mungkin terjadi. Napasnya agak susah, namun ia tetap berusaha mengontrol emosinya.

"Nggak salah sih soalnya kan lo suka sama dia. Orang mana yg gak seneng kalo ngeliat orang yg dia sukain putus sama pacarnya? Itu berarti masih ada harapan... kan?" Ups, sepertinya Rama salah bicara. Ya mungkin.

"Iiiiiihh kenapa ya seneng banget?! Gue sampe kepanasan tau Ram. Rasanya hati gue kebakar sama api bahagia! Daritadi gue senyum-senyum tau gak kayak orang gila sampe nyokap gue heran terus kepo gitu. Gue loncat-loncat naik tangga sambil nyanyi, gue denger lagu romantis sampe joget-joget, pokoknya hari gue bersemangat banget" jelasnya berapi-api, tanpa tau Rama mengehela napas menahan gejolak kesedihan dalam hatinya.

"Bagus deh kalo lo seneng. Tapi emang sih lo ada harapan, masalahnya kan Davin gak tau perasaan lo. Bisa aja dia jatuh cinta lagi sama cewek lain. Lo cari dan tanya sama orang-orang, mana ada yg bisa murni sahabat antara cewek sama cowok? Yang ada tuh kalo nggak dua-duanya saling suka atau cinta bertepuk sebelah tangan. Gue cuma bantu lo buat gak terlalu berharap, karena gue takut lo sedih karena harapan lo gak sesuai realita lo." Rama merespon dengan nada sedih, takut sang perempuan yg ia sayangi termakan oleh perasaan kecewa atas dasar harapan besarnya itu.

"Rama gitu sih.. bikin gue gak semangat gini! Bete ah! Gue matiin ya telponnya!"

Selamat berpikir, Chelsea!
____________________

"Gue mau kita putus." ucap Davin dalam dan tegas. Dengan datar, ucapan tersebut keluar dari bibirnya.

"Hah? Kenapa Vin? Aku salah apa?" tanya Muthia panik, terbayang mobil miliknya akan menjadi kepunyaan lawan taruhannya.

"Gue cuma taruhan kan? Lo gak jujur Mut. Mainan macem apa sih yg lo jalanin?!" respon Davin mulai kesal terhadap perempuan munafik yg ada dihadapannya.

"Taruhan apa sih Vin? Aku gak ngerti! Kamu mau ngomong apa sih?!" respon Muthia setenang mungkin, takut jika Davin mengetahui taruhannya.

'Atau jangan-jangan Davin udah tau kalo gue taruhan mobil dengan dapetin dia? Jangan-jangan Bintang yg bocorin?!' tanya Muthia dalam hati

Davin mengeluarkan smartphonenya dari dalam kantong jeans biru langitnya.

Ini hari Sabtu. Jam dinding menunjukan pukul sepuluh kurang tujuh. Suasana kedai kopi nampak ramai dengan orang kantor. Ada yg masih sarapan, meeting, santai dan sebagainya. Detik demi detik berjalan, menunggu apa yg akan dilakukan Davin.

Davin mengisyaratkan Muthia untuk memasang earphone ke telinganya. Pilihan play ditekan. Perlahan ekspresi Muthia berubah, Davin tersenyum puas karena Muthia tak bisa lari dari bukti ini.

"Jadi ini apa?"

"Itu.. itu.. Itu lo dapet darimana?! Lo nguping ya?!" tuduh Muthia

"Chelsea dari awal ngasih gue bukti. Tapi gue malah nutup mata dan telinga demi lo, pacar gue. Tapi gue akhirnya sadar, dan gue gak mau diperbudak sama permainan lo. Dan gue anggap semua ini udah berakhir. Gak ada lagi status diantara kita. Gue udah cukup muak sama lo, perempuan yg tega ngejadiin orang lain taruhan. Entah otak lo otak manusia normal atau otak kerbau, tapi lo orang yg paling memuakkan yg pernah gue temui dalam hidup gue!" Davin beranjak pergi, namun tangannya ditahan oleh Muthia.

"Gara-gara Chelsea kita putus, dan mobil gue jadi milik orang lain. Tapi, lo masih inget kan kalo gue suka banget ngasih pelajaran ke orang-orang yg gak tau aturan permainan gue? Wait and see, Vin." bisik Muthia mengancam.

Kakinya melangkah keluar cafe dan meninggalkan Davin sendiri. Davin salah langkah. Sepertinya Muthia bakal ngerjain Chelsea habis-habisan.

"Gue harus gimana lagi?"
____________________

Lalalala semakin ngaco lalala. Ini dia kupersembahkan bab ke 32 dari sewindu. Masih nungguin ya? Thank you so much loooohh..

Rencananya sewindu bakal ada sekuel ke2 karena perkiraan awal gua bakal endingin sampe 30. Namun itu semua hanya perkiraan belaka. Kebablasan sih sebenernya karena gua santai banget bikin ceritanya wkwk, dan konflik yg berkepanjangan tapi gak penting.

Maunya sih gak ada sekuel, jadi langsung endingin aja disini walaupun bakal sampe bab 50an atau bahkan lebih. Ribet nanti kalian harus ngeadd story lagi hehe. Gimana kawan? Pendapat dong!

Jangan lupa Vote! Masih dikit nih votenya. THANKS!!

shyerenmgtha:)

Sewindu...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang